ESDM Bahas RKAB Tahunan dan Digitalisasi Pertambangan di Bisnis Indonesia Forum


Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Tri Winarno menjelaskan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral terus memperkuat tata kelola dan pengawasan sektor pertambangan. Langkah strategis terbaru adalah pemberlakuan kembali Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dengan siklus tahunan, yang kini didukung sepenuhnya oleh sistem pelayanan digital terintegrasi.
Dalam acara Bisnis Indonesia Forum di Jakarta (21/10), Tri
menjelaskan persetujuan RKAB kembali menjadi per tahun merupakan hasil evaluasi
mendalam terhadap dinamika industri global dan kondisi aktual di lapangan. RKAB
tahunan lahir dari evaluasi terhadap kelebihan produksi dan ketidakstabilan
pasar global. Langkah ini mempertimbangkan peningkatan produksi di sejumlah
negara, maraknya praktik penambangan ilegal, serta ketidakpastian global yang
menuntut pengawasan lebih ketat.
“Perubahan ini tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga
strategis untuk meningkatkan pengawasan, akurasi data, dan stabilitas
penerimaan negara,” tegas Tri.
Lebih lanjut Tri memaparkan bahwa kebijakan ini bukan hanya
administratif, tetapi merupakan alat manajemen risiko nasional di sektor
minerba. Dengan penerapan RKAB tahunan, pemerintah dapat memperkuat fungsi
kontrol negara sekaligus mendorong perusahaan agar lebih adaptif terhadap
dinamika harga dan permintaan komoditas.
Setelah sebelumnya sempat ditetapkan menjadi tiga tahun guna mengurai
penumpukan permohonan, kini persetujuan RKAB kembali menjadi siklus tahunan.
Ini dimungkinkan berkat kemajuan transformasi sistem informasi di Direktorat Jenderal
Mineral dan Batubara. Landasan hukum kebijakan ini adalah Peraturan Menteri
ESDM Nomor 17 Tahun 2025 dan Keputusan Menteri ESDM Nomor
341.K/MB.01/MEM.B/2025, yang mengatur sistem penyusunan, evaluasi, dan
persetujuan RKAB berbasis sistem informasi terkait RKAB.
Pengajuan dan persetujuan RKAB kini dilakukan secara digital melalui aplikasi MinerbaOne. Sistem informasi yang dibangun Ditjen Minerba ini memungkinkan proses verifikasi yang lebih cepat dan terdokumentasi secara digital. Melalui mekanisme baru, perusahaan akan melalui tiga tahap evaluasi dengan kesempatan perbaikan di setiap tahapnya.
Tri menguraikan, “Sistem ini dirancang agar proses evaluasi dan
persetujuan berlangsung lebih efisien, transparan, dan terukur”.
Inovasi lain yang diapresiasi pelaku usaha adalah penerapan batas
waktu pasti dalam proses evaluasi. Apabila permohonan telah lengkap dan belum
memperoleh persetujuan atau penolakan setelah delapan hari kerja, sistem secara
otomatis akan menerbitkan persetujuan RKAB. Selain percepatan administrasi,
sistem ini juga meningkatkan transparansi bagi perusahaan. Transformasi ini
diharapkan memperkuat kepercayaan pelaku usaha terhadap sistem perizinan yang
objektif dan terukur.
Tri menambahkan, “Pelaku usaha dapat memantau posisi dokumen
RKAB-nya secara real-time, apakah masih di evaluator, di direktur, atau
di dirjen. Semuanya dapat dilihat melalui aplikasi tersebut”.
Penyederhanaan Matriks dan Ketentuan Peralihan
Salah satu perubahan penting dalam kebijakan RKAB tahunan adalah
penyederhanaan matriks evaluasi yang signifikan. Hal ini dilakukan tanpa
mengurangi kedalaman pengawasan teknis. Matriks Evaluasi RKAB Tahap Operasi
Produksi menjadi lebih sederhana. Untuk komoditas batubara, dari semula 30
matriks kini menjadi 10. Untuk tahap eksplorasi, dari sekitar 20 matriks
menjadi hanya tiga.
Penyederhanaan ini tidak berarti penurunan standar, melainkan upaya
efisiensi dengan pembagian tanggung jawab yang lebih jelas. Pemegang IUP, IUPK,
IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian bertanggung jawab secara
hukum atas kebenaran data dan/atau informasi yang disampaikan dalam rangka
evaluasi dan persetujuan RKAB serta penyalahgunaan dokumen persetujuan RKAB
yang telah disetujui, yang tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Tri memberikan contoh, “Misalnya, aspek kebisingan atau lingkungan
kini menjadi tanggung jawab Kepala Teknik Tambang (KTT) melalui pernyataan
resmi. Pendekatan ini memangkas kendala administratif tanpa mengurangi
substansi pengawasan”.
Pemerintah juga menetapkan ketentuan peralihan agar proses transisi
ke sistem baru berjalan lancar. RKAB tahun 2025 yang telah disetujui sebelum
Peraturan Menteri ESDM (Permen) Nomor 17 Tahun 2025 terbit tetap diakui dan
berlaku untuk tahun berjalan. Untuk RKAB tahun 2026 dan 2027 yang disetujui
dalam skema tiga tahunan, wajib disesuaikan dan disampaikan ulang melalui
sistem MinerbaOne sesuai ketentuan yang baru. Untuk menjamin kepastian usaha,
diberikan masa transisi hingga 31 Maret 2026.
<!--[if !supportLineBreakNewLine]-->
<!--[endif]-->
“Dalam hal penyesuaian RKAB tahun 2026 belum mendapatkan persetujuan
hingga akhir tahun berjalan, RKAB 2026 yang telah disetujui sebelumnya masih
dapat digunakan sampai 31 Maret 2026,” jelas Tri mengutip ketentuan Pasal 35
Permen 17/2025.
Menutup paparannya, Tri menegaskan bahwa digitalisasi adalah kunci
keseimbangan antara pengawasan dan iklim investasi, “Kebijakan digitalisasi
bukan untuk memperberat prosedur, tetapi untuk menciptakan kepastian dan
kredibilitas.”
Ia menambahkan bahwa regulasi yang kredibel akan melahirkan
kepercayaan pasar dan membentuk iklim usaha yang sehat, “Transformasi digital
bukan sekadar teknologi, tetapi perubahan cara berpikir untuk melayani lebih
cepat dan mengawasi lebih cermat,” pungkasnya.
Melalui penerapan RKAB tahunan dan sistem digital MinerbaOne,
pemerintah berharap tercipta tata kelola pertambangan yang semakin transparan,
efisien, dan berintegritas. Serta mampu mendorong kontribusi sektor minerba
terhadap pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan.
Tanggapan dan Pandangan Pemangku Kepentingan
Berbagai pemangku kepentingan di industri memberikan tanggapan
positif terhadap kebijakan baru tersebut. Direktur Eksekutif Asosiasi
Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Gita Mahyarani menyampaikan
apresiasinya terhadap langkah penyederhanaan matriks.
“Kami menyambut baik penyederhanaan dari 30 menjadi 10 matriks.
Pasar batubara sangat dinamis, dan kami melihat niat baik pemerintah ini untuk
menyesuaikan diri dengan kebutuhan industri,” ujarnya.
Tenaga Ahli Indonesian Mining Institute (IMI), Irwandy Arif
memberikan konteks historis mengenai kebijakan sebelumnya. Dulu terjadi
pengalihan kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat dengan jumlah
RKAB mencapai empat hingga lima ribu usulan. Sumber daya manusia yang memproses
RKAB di Ditjen Minerba terbatas, sehingga menyebabkan pemrosesan terkendala.
Untuk mengatasinya, RKAB tiga tahun diberlakukan. Irwandy menyambut positif inovasi
sistem digital. Ia mengingatkan perlunya antisipasi teknis bila perusahaan
mengalami kesalahan di satu tahap evaluasi, jangan sampai harus mengulang dari
awal.
Dari perspektif hukum, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi
& Pertambangan (PUSHEP), Bisman Bhaktiar menyoroti posisi RKAB yang kini
diatur di level Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri ESDM, selaras dengan
amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Ia mendukung kebijakan RKAB tahunan
sepanjang implementasinya efektif.
“Kami mendukung RKAB tahunan sebagai early warning system yang memperkuat reward and punishment, selama persoalan lama seperti proses lambat, subjektivitas, birokrasi panjang, dan kurang transparan dapat diatasi,” ujarnya. (AW)
sumber: Humas Minerba