Komitmen Negara-Negara ASEAN Wujudkan Energi Rendah Emisi Melalui Clean Coal Technology

Rabu (7/5/2025), Pemerintah Indonesia kembali menegaskan komitmennya terhadap transisi energi yang berkelanjutan dalam gelaran 23rd ASEAN Forum on Coal (AFOC) Council Meeting yang diselenggarakan di Sentul, Bogor. Forum yang dihadiri oleh para pemangku kepentingan dari negara-negara anggota ASEAN tersebut menjadi wadah strategis dalam membahas peran batu bara di tengah upaya kawasan menuju masa depan rendah karbon.

Ida Nuryatin Finahari, Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM dalam sambutan pembukanya mengapresiasi kepada Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, sebagai penyelenggara bersama ASEAN Centre for Energy (ACE) dan Sekretariat ASEAN atas kelancaran pelaksanaan forum.

Indonesia menekankan pentingnya batu bara sebagai penopang utama sistem energi kawasan, sebagaimana disebutkan dalam dokumen ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC) Phase II 2021–2025 dan ASEAN Energy Outlook ke-8.

“Ketersediaan, aksesibilitas, dan keterjangkauan batu bara dan gas masih belum tertandingi dibandingkan sumber energi lainnya,” pungkas Ida.

Meski demikian, Indonesia menyadari bahwa pemanfaatan batu bara harus sejalan dengan target pengurangan emisi karbon.

“Kami telah berkomitmen untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060,” jelasnya.

Hal ini sejalan dengan cita-cita para Pemimpin ASEAN pada Deklarasi Penguatan Konektivitas Rantai Pasok Kawasan pada Oktober 2024 di Viantiane, Laos. Melalui promosi dan distribusi manufaktur, mendorong perdagangan dan investasi produk ramah lingkungan, memperkuat kolaborasi lintas sektor, serta mempercepat implementasi clean coal technology.

Pemerintah tengah menerapkan berbagai strategi seperti retrofit pembangkit listrik tenaga batu bara, co-firing dengan biomassa, penggunaan amonia hijau (NH3), serta penerapan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) guna mengurangi jejak karbon dari energi fosil.

Diproyeksikan kebutuhan batu bara nasional diperkirakan mencapai puncaknya pada 270 juta ton pada tahun 2036, sebelum secara bertahap menurun hingga 248 juta ton pada 2060. Sementara itu, bauran energi pada akhir 2025 masih didominasi energi fosil (84%) dan energi terbarukan (15,9%), yang akan bergeser signifikan dengan proporsi energi terbarukan meningkat menjadi 73,6% pada tahun 2060.

Indonesia menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dan kawasan. Kerja sama dengan mitra dialog seperti Global CCS Institute, JCOAL, ERIA, Future Coal, CETERI dan lainnya dinilai penting untuk mendukung percepatan transisi energi.

“Keberhasilan transisi energi membutuhkan sinergi antara pemerintah, pelaku industri, akademisi, dan masyarakat. Bersama, kita bisa membangun sistem energi yang lebih hijau, berkelanjutan, dan terjangkau,” tutupnya. (dp)

sumber: HumasMinerba