Penanggulangan Pertambangan Tanpa Izin Melalui Formalisasi Menjadi IPR



Plt Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Bambang Suswantono menjelaskan, pemerintah terus memperbaiki tata kelola pertambangan nasional untuk menjawab permasalahan serta kondisi aktual dalam pelaksanaan pertambangan mineral dan batubara, termasuk beberapa pengaturan Izin Pertambangan Rakyat (IPR). 

Pada pembukaan Focus Group Discussion “Perizinan dan Pengelolaan Pertambangan Rakyat” di Bogor (5/12), Bambang menguraikan beberapa upaya perbaikan pengaturan terkait IPR. Luas maksimal WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat) yang semula 25 hektar bertambah menjadi 100 hektar. Luas wilayah maksimal untuk masing-masing IPR bagi perseorangan yang semula satu hektar, bertambah menjadi lima hektar.

Jangka waktu izin, yang semula paling lama lima tahun dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 10 tahun, dan izin dapat diperpanjang dua kali masing-masing lima tahun. IPR yang sebelumnya dapat diberikan untuk pengusahaan mineral dan batubara.

“Saat ini IPR hanya dapat diberikan untuk pengusahaan mineral, baik mineral logam, mineral bukan logam, maupun batuan”, lanjut Bambang. 

Lebih lanjut Bambang menguraikan perubahan kewajiban keuangan bagi pemegang IPR yang semula iuran tetap dan iuran produksi menjadi iuran pertambangan rakyat. Ini merupakan bagian struktur pendapatan daerah provinsi, dalam rangka pendelegasian pemberian perizinan berusaha di bidang pertambangan mineral dan batubara berupa retribusi pengelolaan pertambangan rakyat. Iuran ini penggunaannya untuk pengelolaan pertambangan rakyat,termasuk untuk pengelolaan lingkungan hidup dalam kegiatan pertambangan rakyat. 

Berdasarkan aplikasi Minerba One Data Indonesia (MODI), saat ini tercatat 83 IPR. Di sisi pertambangan rakyat illegal justru makin marak. Data per Agustus 2021, terdapat 2.741 lokasi kegiatan penambangan tanpa izin (PETI) yang tersebar di seluruh provinsi. Penanggulangan PETI merupakan tugas dan kewajiban kita bersama, karena sudah berjalan lama dengan dampak kerusakan lingkungan, mengganggu kesehatan masyarakat bahkan korban jiwa, kerugian negara karena sumber daya alam tidak dikelola dengan baik, kerap menyulut konflik sosial dan keamanan dan dampak negatif lainnya.  

“Sangat sulit meminta rakyat menghentikan PETI karena merupakan sumber ekonomi yang menghasilkan uang ratusan juta, bahkan miliar setiap bulannya, sehingga harus ada solusi penanggulangan PETI dan tidak hanya menutup lokasi PETI”, sambung Bambang. 

Pada tahun 2022 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan 1.215 blok WPR pada 19 provinsi, sebagai landasan pelaksanaan usaha pertambangan rakyat melalui pemberian IPR. Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022 telah mengamanatkan pemberian IPR didelegasikan kepada pemerintah provinsi. Tata kelola pemberian IPR perlu dibenahi dengan tidak mempersulit rakyat dalam mendapatkan izin. 

Sebagai dukungan percepatan dan kemudahan pemberian IPR, Kementerian ESDM telah menyusun Dokumen Pengelolaan WPR pada beberapa provinsi dan Standar Operasional dan Prosedur pemberian IPR. Koordinasi juga dilakukan dengan kementerian terkait untuk dokumen persetujuan lingkungan hidup pada WPR dan proses perizinan IPR pada sistem Online Single Submission (OSS).

Para narasumber yang hadir di antaranya Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Septian Hario Seto, Staf Ahli Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Asmarni; Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal, serta Kepala Subdirektorat Pelayanan Operasional Perizinan Berusaha Kementerian Investasi/BKPM Rajardjo Siswohartono. 

FGD ini membahas tentang tata cara pemberian IPR, mulai dari persyaratan dari aspek pertambangan dan aspek lingkungan, kesesuaian tata ruang, pemrosesan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) serta pembinaan dan pengawasan. Kementerian ESDM bersama kementerian terkait juga telah menyepakati pelaksanaan pelayanan perizinan IPR pada Pelayana Terpadu Satu Pintu (PTSP) setiap provinsi per Januari 2024. (ER)

sumber: HumasMinerba