Bimtek Banten: Optimalkan Implementasi Regulasi UU Minerba


TANGERANG SELATAN (05/09) Sebagai mandat pelakasanaan UU Nomor 3 Tahun 2020, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM bersama Anggota Komisi VII DPR RI kembali menggelar Pembinaan Pertambangan Mineral kepada Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Provinsi Banten.

Dalam laporannya, Ayi Ruhiat selaku Koordinator Hubungan Komersial Batubara mengatakan bahwa acara yang dihadiri 70 orang pemegang IUP ini diharapkan mampu meningkatkan wawasan dan pemahaman terkait perkembangan regulasi dan pelayanan publik pengusahaan pertambangan mineral dan batubara.

Adapun sambutan Gubernur Banten yang disampaikan oleh Plt. Kepala Dinas ESDM Banten, Deri Deriawan menyoroti beberapa poin. Menurutnya dengan terbitnya UU Nomor 3 tahun 2020 membawa implikasi penting perubahan paradigma, yang awalnya kewenangan pertambangan ini dibagi antara pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi, kini semua kewenangan berada di pusat. 

Selanjutnya, UU tersebut memiliki aturan turunan berupa Perpres Nomor 55 Tahun 2022 terkait pengelolaan mineral logam dan mineral non logam dan batuan yang mendelegasikan kembali kewenangan pengelolaan tambang ke daerah. Deri menyebutkan, dengan pendelegasian ini harus dibarengi dengan sosialisasi yang maksimal kepada para pelaku tambang untuk menghindari mal administrasi. 

“Tentunya dengan implikasi perubahan peraturan perundang-undangan ini sangat penting untuk disosialisasikan agar ada pemahaman yang sama antara semua stakeholder dengan pelaku usaha pertambangan”, ungkapya.

Terkait adanya masalah lingkungan, Gubernur memohon peran aktif bagi para pelaku tambang untuk memperhatikan pengelolaan lingkungan dan aspek-aspek pasca tambang lainnya. UU Nomor 30 Tahun 2020 juga membahas perihal kegiatan reklamasi pasca tambang kini sudah bukan terakomodir dalam urusan administrasi, melainkan urusan pidana. Himbauan ini tentu sebagai salah upaya dalam rangka perbaikan atas menurunnya kualitas udara di wilayah Jabodetabek.

“Peluang potensi di pertambangan terkait dengan kontribusi polusi udara, polusi air, dan polusi tanah ini cukup ada kontribusinya. Terutama untuk pengolahan kalau batuan biasanya debunya, partikulasinya banyak, nah ini agar dilakukan pengelolaan lingkungan yang benar, dan penyiraman-penyiraman rutin, dan menggunakan peralatan teknologi agar mengurangi polusi” ucap Deri.

Mulyanto yang hadir mewakili Komisi VII DPR RI juga menggarisbawahi implementasi regulasi. Meski memberikan banyak dampak positif, menurutnya masalah sentralisasi administratif ini justru menambah beban bagi Kementerian ESDM. Alhasil RKAB menumpuk di Ditjen Minerba, sehingga Mulyanto menyarankan agar masa RKAB yang awalnya satu tahun didorong menjadi 5 tahun sekali. 

“Salah satunya adalah RKAB kita dorong dari 1 tahun menjadi 5 tahun, supaya jangan tiap tahun bikin, belum selesai rampung harus udah bikin lagi, Karena sentralistik akan bawa beban menumpuk, sementara SDM juga terbatas. Nah ini yang kita dorong agar disederhanakan, dipermudah” ucap Mulyanto.

Disamping itu Mulyanto juga mendukung langkah Menteri Perindustrian dalam mendorong hilirisasi sektor minerba. Ia mengatakan semestinya upaya hilirisasi tersebut jangan dilakukan setengah-setengah, tapi betul-betul mengarah ke industrialisasi sumber daya alam. Ketika nilai tambah dan multiplier effect hasil tembangnya semakin tinggi, maka pendapatan negara bukan pajak (PNBP) akan semakin meningkat. 

“Jangan hilirisasi yang sifatnya setengah hati, hanya naik berapa persen saja (nilai jualnya) lalu kita ekspor masif, itu sebenarnya eman-eman sumberdaya alam kita”, tandasnya. (DP)


sumber: HumasMinerba