Pentingnya Transformasi Tambang Menjadi Tambang Berkelanjutan



JAKARTA (26/09) Dalam rangka rangkaian kegiatan memperingati Bulan Hari Jadi Pertambangan dan Energi ke-77, Balai Besar Pengujian Mineral dan Batubara (Minerba) tekMIRA bersama Humas Sekretariat Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara menggelar Webinar Bedah Buku “Tambang Transformatif” Seri Knowledge Management tekMIRA karya Witoro Soelarno secara hybrid dengan pelaksanaan luring dari Gedung Muhammad Sadli 1, Direktorat Jenderal Minerba serta secara daring melalui zoom meeting dan live kanal Youtube Ditjen Minerba TV.

Webinar Bedah Buku “Tambang Transformatif” dibuka oleh Direktur Jenderal Minerba, Ridwan Djamaluddin serta menghadirkan pembicara utama Menteri Lingkungan Hidup Pertama, Prof. Emil Salim. Dalam pidato pembukaannya, Ridwan Djamaluddin menjelaskan gagasan, penyusunan, dan penerbitan buku ini memiliki urgensi kontekstual dan aktual bagi semua pihak, bukan saja yang berkecimpung di dunia pertambangan, tetapi juga masyarakat umum. 

“Tambang berperan dalam mentransformasi peradaban manusia sedangkan penemuan dan pengolahan logam mampu mengakselerasi perubahan besar dari perspektif ilmu dan teknologi hingga saat ini”, lanjut Ridwan.  

Transformasi penting lain dalam dunia pertambangan saat ini adalah transformasi tambang yang dipandang sebagai sumber daya alam tidak terbarukan (nonrenewable resources), ditempatkan dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development). 

“Kini kita mengenal konsep tambang berkelanjutan (sustainable mining), di mana sumber daya tak terbarukan bertransformasi menjadi sumber daya lain yang terbarukan”, sambung Ridwan. 

Dalam perspektif ini, pertambangan bergerak lateral ke wilayah sosial, ekonomi hingga kultural. Merujuk pada amanat Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba, ada tiga hal penting yang perlu diwujudkan terkait dengan transformasi manfaat pertambangan. Pertama adalah peningkatan nilai tambah (PNT) atau yang dikenal hilirisasi, yang menciptakan efek ganda tinggi termasuk penciptaan lapangan kerja. Kedua adalah pelestarian fungsi lingkungan hidup untuk menopang populasi penduduk Indonesia yang terus meningkat pada luas daratan yang tetap. Serta ketiga adalah pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (PPM) sekitar lingkar tambang yang membantu tugas pemerintah dalam peningkatan pelayanan kesehatan, pendidikan serta kemampuan masyarakat untuk lebih berdaya dan mandiri.

Ridwan menambahkan, “Pengembangan keilmuan tambang juga berkembang melalui interferensi disiplin keilmuan lain, baik sains, teknologi hingga sosial. Selaras dengan pengembangan keilmuan, praktik terbaik juga bermunculan ketika tantangan memicu riset terbaru yang dicoba diterapkan dalam dunia pertambangan kita saat ini”.

Webinar ini juga menghadirkan beberapa nara sumber, di antaranya Witoro Sularno selaku penulis buku “Tambang Transformatif”, Simon F. Sembiring (Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral Periode 2005-2008), Sunindyo Suryo Herdadi (Direktur Teknik dan Lingkungan Minerba), Lana Saria (Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara), Djoko Widajatno (Plh. Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA)) serta moderator Islaminur Pempasa (Direktur Idealog). 

Pada sesi diskusi, Prof. Emil Salim menyatakan secara rasional permasalahan energi di Indonesia bisa ditangani secara ilmiah, namun terganjal oleh permasalahan “political will”. Indonesia perlu menerapkan ilmu pengetahuan untuk mengatasi permasalah energi agar tranformasi energi bisa terus berkelanjutan. 

Buku “Tambang Transfromatif” merupakan kumpulan 15 tulisan tokoh pertambangan, di antaranya Witoro Soelarno, Emil Salim, Simon Sembiring, Jeffey Mulyono, Sujatmiko, Probo Yuniar Wahyudianto, Retno Damayanti Grandis, Lana Saria, Ronald Tambunan, Sulistiyohadi, Wisnu Susetyo, Irdika Mansyur, Iskandar, John Pieter Panjaitan, Ngaja Ginting, Kosim Gandataruna, serta Wachid Usman.

Buku ini menguraikan berbagai pengalaman para pelaku, dari saat negara ini masih minim pengalaman maupun regulasi, apalagi dengan pertambangan yang penuh kontroversi, namun para aparaturnya dapat mengawal terlaksananya amanah UU Lingkungan Hidup serta UU Pertambangan Minerba secara harmoni. 

Berbagai catatan pengalaman dan pengetahuan dari setiap tahap, proses, pengalaman dan pengetahuan tentang pengembangan pengelolaan usaha pertambagan mereka menjadi berharga untuk dicatat dan diwariskan sebagai modal bagi peningkatan kualitas usaha pertambangan di masa kini dan masa depan. (ER/SS).



sumber: HumasMinerba