Menteri ESDM: Industrialisasi Mineral Memerlukan Sinergi dan Kolaborasi

SIARAN PERS

Nomor: 3.Pers/MB.01/DJB/2022

Tanggal: 15 September 2022


Menteri ESDM: Industrialisasi Mineral Memerlukan Sinergi dan Kolaborasi


Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, menyampaikan sinergi dan kolaborasi yang berkelanjutan diperlukan agar industrialisasi mineral di dalam negeri dapat tercapai secara optimal. Hal ini disampaikan pada webinar “Industrialisasi Mineral Menuju Indonesia Emas” di Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada Rabu (15/9).

Industrialisasi mineral di dalam negeri dapat terlaksana secara optimal di antaranya dengan menjalankan program peningkatan nilai tambah/hilirisasi mineral. Program ini diharapkan dapat memberikan manfaat maksimal terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia serta pengembangan ekonomi nasional yang kuat dan berdaya saing. Hilirisasi mineral dapat dilakukan dengan salah satunya melalui kegiatan pengolahan dan/atau pemurnian yaitu membangun fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian mineral (smelter) oleh perusahaan pertambangan.

“Pembangunan smelter perlu mendapat perhatian dan dukungan dari pemerintah dan para pemangku kepentingan, agar dapat berjalan dengan baik”, ucap Arifin. 

Arifin menekankan hilirisasi mineral tidak hanya cukup ketika komoditas mineral diproses menjadi bahan setengah jadi. Akan tetapi harus lebih jauh, menjadi produk sebagai bahan dasar atau pelengkap pada tahapan akhir dalam pohon industri.

Indonesia memiliki keunggulan komparatif atas sumber daya dan cadangan mineral seperti nikel dan kobalt yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan baterai untuk kendaraan listrik yang ramah lingkungan. Keterdapatan mineral lainnya yang dapat diproses menjadi produk akhir, dapat mendukung transisi energi dari energi fosil menjadi energi bersih di masa depan.

Arifin mengingatkan, dalam mendorong industrialisasi mineral di dalam negeri, pemanfaatan sumber daya dan cadangan mineral dan batubara harus tetap dilaksanakan dengan optimal, dengan tetap mengedepankan tata kelola pertambangan yang baik melalui prinsip “good mining practices” dan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan yaitu prinsip environmental, social, and governance (ESG).

“Tidak hanya memberikan dampak terhadap penerimaan negara, namun juga dapat memberikan multiplyer effect bagi masyarakat sekitar seperti penyerapan tenaga kerja dan kemandirian ekonomi masyakarat sekitar tersebut”, pungkas Arifin.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Ridwan Djamaluddin menilai kebijakan larangan ekspor nikel sejak Januari 2020, sudah memperlihatkan dampaknya. Kebijakan ini perlu dilihat dari berbagai aspek, tidak hanya dari aspek nilai tambah tetapi juga perlu mempertimbangkan konsekuensi investasi.

Aspek penguasaan teknologi pengolahan dan/atau pemurnian mineral juga perlu menjadi perhatian. Ridwan mengibaratkan pengolahan dan/atau pemurnian mineral bukanlah ilmu roket. Seharusnya kita bisa melakukannya sendiri, namun kenyataannya kita masih bergantung pada teknologi dari luar.

“Peran para pakar dan organisasi profesi diharapkan dapat mendorong industriliasi di dalam negeri dapat berjalan dengan optimal dan menggunakan teknologi dalam negeri sendiri, agar tidak tergantung pada teknologi impor”.

Lebih lanjut Ridwan menyoroti aspek tahapan operasional agar pembangunan smelter dapat dibangun. Sebagai contoh, PT Freeport Indonesia dilaporkan membutuhkan proses lebih panjang dalam pembangunan smelter. Banyak kendala dalam pembangunannya, mulai dari pemilihan lokasi, perhitungan biaya serta penetrasi pasar yang cukup rumit. Hal ini harus dijadikan pengalaman penting, bahwa pembangunan smelter sulit diselesaikan tepat waktu namun tetap dapat dijalankan dengan perencanaan yang baik dan dukungan dari berbagai pihak. 

Ridwan mengingatkan industri mineral berdampak besar pada berbagai aspek kehidupan. Sebagai contoh dengan keberadaan PT Timah Tbk di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang memberikan gambaran bagaimana industri ini dapat memberikan multiplyer effect seperti  penerimaan negara baik pajak dan non pajak, membuka lapangan kerja, serta peningkatan ekonomi masyarakat sekitar. Jika terjadi goncangan ataupun perubahan kebijakan, akan berdampak besar, sehingga perlu direncanakan dan dikaji dengan baik.

Ridwan mengusulkan pembentukan tim kerja hilirisasi mineral yang terdiri atas berbagai stakeholders terkait di antaranya Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, akademisi, dan pelaku usaha untuk merumuskan kertas kerja atas kebijakan, rencana kerja tentang investasi dan industrialisasi mineral di dalam negeri.

Acara webinar ini menghadirkan narasumber, penanggap, dan moderator dari berbagai pemangku kepentingan yang memiliki latar belakang dari kementerian/lembaga terkait, industri, perbankan, dan para ahli serta akademisi. Pokok bahasan pada kegiatan webinar ini antara lain, kebijakan sektor minerba dalam mendukung industri nasional dan pengembangan industri hilirisasi mineral, kesiapan bahan baku mineral logam untuk mendukung industri baterai nasional, penyiapan SDM, kebijakan investasi, serta kesiapan perbankan mendukung hilirisasi mineral logam. Selanjutnya sebagai tindaklanjut dari pelaksanaan webinar ini akan dilakukan kegiatan working group discussion per komoditas mineral untuk membahas secara detil untuk menyelesaikan permasalahan industrialisasi mineral di dalam negeri. (ER)

sumber: Humas Minerba