PENGEMBANGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

Dapat kita bayangkan, apa yang terjadi bila dimensi ukuran roda sepeda yang diproduksi oleh pabrik berbeda-beda. Mungkin saja kita akan sangat kesulitan untuk mencari penggantinya jika roda sepeda tersebut rusak. Pada situasi lain, dapat anda bayangkan jika warna lampu pengatur lalu lintas warnanya bukan saja berwarna merah, kuning, dan hijau di beberapa tempat, mungkin saja akan terjadi banyak kecelakaan karena membingungkan pengemudi. Kasus-kasus tersebut hanya sebagai ilustrasi bahwa standar diperlukan untuk memudahkan masyarakat dalam kehidupannya, termasuk dalam menggunakan suatu produk maupun sistem. 

Begitu juga dalam kegiatan usaha pertambangan, aspek standar turut berperan dalam terlaksananya kegiatan usaha pertambangan yang baik dan benar. Dapat juga kita bayangkan bagaimana kegiatan usaha pertambangan tanpa standar?. Dalam rangka menunjang kegiatan usaha pertambangan, telah ada Standar Nasional Indonesia (SNI) yang mencakup aspek teknis, keselamatan dan keselamatan, perlindungan lingkungan, dan konservasi pertambangan mineral dan batubara. 

Istilah standar dan SNI boleh jadi sudah sangat sering didengar dan diucapkan oleh berbagai pihak termasuk kita di lingkungan Direktorat Jenderal Mineral dan batubara. Namun apa yang dimaksud dengan Standar? Apa yang dimaksud dengan SNI? bagaimana SNI dirumuskan? dan bagaimana penerapan dan pemberlakuannya? Sangatlah sedikit para pihak yang mengetahuinya. Pada kesempatan ini dalam rangka pemasyarakatan standardisasi mineral dan batubara, jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut secara praktis kami sampaikan kepada para pembaca sekalian. 

Definisi 

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, telah didefinisikan bahwa: 

  1. Standar adalah persyaratan teknis atau sesuatu yang dibakukan, termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak/Pemerintah/keputusan internasional yang terkait dengan memperhatikan syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman, serta perkembangan masa kini dan masa depan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya; dan 
  2. Standar Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SNI adalah Standar yang ditetapkan oleh BSN dan berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
Berdasarkan definisi tersebut di atas, menurut hemat kami salah satu kalimat yang perlu digarisbawahi adalah kalimat untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Dalam hal ini yang dimaksud tentunya untuk kepentingan masyarakat. 

Perumusan SNI 

Perumusan SNI dilaksanakan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN), yang dalam pelaksanaannya BSN membentuk Komite Teknis. Komite Teknis sebagaimana dimaksud terdiri atas unsur: 
  • Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah; 
  • Pelaku Usaha dan/atau asosiasi terkait; 
  • konsumen dan/atau asosiasi terkait; dan 
  • pakar dan/atau akademisi. 
Saat ini dalam pengembangan SNI Pertambangan Mineral dan Batubara, terdapat lima Komite Teknis (KT) yang terdiri atas: 
  • KT 13-06 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Mineral dan Batubara; 
  • KT 13-05 Perlindungan Lingkungan Pertambangan Mineral dan Batubara; 
  • KT 73-01 Komoditas Pertambangan Mineral dan Batubara; 
  • KT 73-02 Teknik Pertambangan Mineral dan Batubara; dan 
  • KT 07-02 Potensi Pertambangan Mineral dan Batubara, 
yang para anggotanya merupakan perwakilan dari unsur para pemangku kepentingan sebagaimana tersebut di atas. Pembentukan KT tersebut ditetapkan melalui Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional, dan sekretariatnya berada di Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara. Sebagai informasi, pengelolaan Komite Teknis 07-02 Potensi pertambangan mineral dan batubara sedang dalam proses penyerahan ke Badan Geologi. 

Dengan demikian apabila para pemangku kepentingan ingin berpartisipasi dalam pengembangan SNI Pertambangan Mineral dan Batubara, dapat berkoordinasi dengan Komite Teknis tersebut di atas melalui Sekretariat Komite Teknis. 

Dalam proses perumusan SNI, prinsip dasar yang harus diterapkan adalah transparansi dan keterbukan, konsensus dan tidak memihak, efektif dan relevan, koheren, dan dimensi pengembangan. Salah satu ketentuan yang harus diperhatikan dalam perumusan SNI yaitu tidak dimaksudkan atau berpotensi menimbulkan hambatan perdagangan yang berlebihan atau yang tidak diperlukan. 

Secara praktis, proses perumusan SNI seperti terlihat pada gambar diagram alir di bawah ini. 


Sumber: PSN 01:2007 
Gambar 1 – Tata alir perumusan SNI 

Berdasarkan informasi dari gambar tersebut di atas, secara praktis dapat dijelaskan bahwa proses perumusan SNI sebagai berikut. 
  • Konseptor menyusun Rancangan SNI (RSNI1) dan mengusulkan rancangan tersebut kepada KT untuk dibahas dalam rapat teknis. Konseptor dapat berasal dari para pemangku kepentingan, termasuk orang perseorangan. 
  • RSNI1 dibahas dalam rapat teknis, yang hasilnya adalah RSNI2.
  • RSNI2 dapat ditindaklanjuti dalam rapat konsensus untuk memperoleh kesepakatan dari para pemangku kepentingan bahwa RSNI2 tersebut telah layak untuk di proses ke tahap selanjutnya menjadi SNI. Sebagai catatan apabila dalam rapat tersebut belum mencapai kesepakatan maka RSNI2 dapat dibahas kembali pada rapat teknis.
  • RSNI2 hasil kesepakatan dalam rapat konsensus yang telah diperbaiki sesuai dengan masukan dalam rapat, dinamakan RSNI3. 
  • RSNI3 diajukan kepada BSN untuk diproses lebih lanjut (dalam rangka penetapan menjadi SNI). 
  •  RSNI3 disebarluaskan kepada masyakat melalui jajak pendapat di BSN. 
  • Apabila hasil jajak pendapat disimpulkan bahwa RSNI3 disetujui, maka RSNI3 menjadi Rancangan Akhir SNI (RASNI). Apabila hasil jajak pendapat disimpulkan bahwa RSNI3 tidak disetujui, maka RSNI3 dikembalikan kepada KT untuk dibahas dalam rapat teknis. 
  • RASNI ditetapkan menjadi SNI dan diberi nomor. 
  • SNI yang telah diterbitkan, dipublikasikan melalui website BSN. 
Terkait dengan SNI yang telah diterbitkan, dapat diinformasikan juga disini bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014, setiap orang dilarang memperbanyak, memperjualbelikan, atau menyebarkan SNI tanpa persetujuan BSN. 

Penerapan dan pemberlakuan SNI 

SNI yang telah diterbitkan, pada hakikatnya berlaku sukarela. Pemberlakuan SNI secara sukarela diartikan bahwa SNI tersebut boleh digunakan atau boleh tidak digunakan, yang pada akhirnya terdapat kecenderungan masyarakat yang “sukarela” untuk tidak menggunakannya. 

Menurut Sunarya (2012), sukarela lebih cocok bila diartikan suka dan rela. Suka dengan isi standar tersebut dan ditindaklanjuti dengan rela menerapkan, menerima dan melakukan segala konsekuensinya. Dengan penerapan standar secara sukarela, juga memberikan keuntungan bagi regulator (pemerintah) untuk tidak dengan susah payah membuat regulasi baik dalam rangka penerapan maupun pengawasannya. Selain itu penerapan standar secara suka rela sebenarnya dapat mencerminkan tingkat kemajuan dalam suatu masyarakat/bangsa. 

Namun demikian, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan, atau pelestarian fungsi lingkungan hidup, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian berwenang menetapkan pemberlakukan SNI secara wajib dengan Peraturan Menteri atau Peraturan Kepala Lembaga Pemerintah Nonkementerian. 

SNI Pertambangan Mineral dan Batubara 

Dalam rangka pengembangan SNI, Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara telah melakukan perumusan dan kaji ulang SNI Pertambangan Mineral dan Batubara. Berdasarkan data terakhir, hingga akhir 2014 jumlah SNI yang dikelola berjumlah 174 SNI. 

Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bahwa sekurang-kurangnya satu kali dalam 5 (lima) tahun setelah ditetapkan, SNI yang bersangkutan harus dikaji ulang. Tujuan dari pelaksanaan kaji ulang untuk: 
  1. menjaga kesesuaian SNI terhadap kepentingan nasional dan kebutuhan pasar;
  2. mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, inovasi, dan teknologi; 
  3. menilai kelayakan dan kekiniannya; dan 
  4. menjamin ketersediaan SNI. 
Untuk itu dapat diinformasikan bahwa telah dilakukan kaji ulang terhadap 85 SNI Pertambangan Mineral dan Batubara, yang hasilnya sebagaimana tercantum dalam Tabel 1 di bawah ini. 

Tabel 1 Kaji Ulang SNI Pertambangan Mineral dan Batubara 

Keterangan: 
1) Tetap : hasil kaji ulang menunjukkan bahwa SNI tersebut tetap tanpa perubahan. 
2) Revisi : hasil kaji ulang menunjukkan keperluan perubahan subtansi yang cukup luas atau menyeluruh. 
3) Abolisi : hasil kaji ulang menunjukkan bahwa SNI tersebut tidak diperlukan lagi. 

Berdasarkan persetujuan BSN terhadap usulan Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) Tahun 2014, SNI revisi hasil kaji ulang yang telah dibahas sampai dengan tahapan konsensus terdiri atas 5 SNI dan saat ini proses tersebut sedang dalam tahap jajak pendapat di BSN. Mengingat waktu dan sumber daya yang tersedianya, telah disepakati prioritas tindak lanjut hasil kaji ulang yang akan dilaksanakan secara bertahap. Akhir kata, tentunya rencana tersebut membutuhkan dan tidak lepas dari peran serta aktif para pemangku kepentingan. Ada yang berminat untuk turut berpartisipasi? atau bahkan sebagai konseptor? 

PENULIS 
Muhamad Ansari, ST, M.Si 
19741226200312 1001 
Kasi Standarisasi Mineral dan Batubara

sumber: https://www.minerba.esdm.go.id