"Yang Ilegal Kita Sikat"

Kamis, 22 Desember 2005 01:41:52

"Yang Ilegal Kita Sikat"

Banjarmasin, BPost
Hari pertama tiba di posnya yang baru, Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Kalimantan Selatan, Brigjen Drs Halba Rubis Nugroho MM langsung melontarkan ancaman. Mantan Kapolwil Pare Pare, Sulawesi Selatan, ini menegaskan akan komit memberangus segala tindakan yang bersifat llegal dalam program kerjanya.

"Saya melaksanakan instruksi pimpinan kepolisian (kapolri) menegakkan hukum yang ada. Pokoknya semua hal-hal yang berbau ilegal akan kita sikat termasuk tindakan yang merugikan negara atau korupsi," tegas Halba sesaat setelah menginjakkan kakinya di Bumi Lambung Mangkurat, Rabu (21/12) pagi.

Dikatakan, dirinya akan melanjutkan program-program kapolda terdahulu. Halba menegaskan pihaknya tetap memprioritaskan penanganan masalah pembalakan (illegal logging), penambangan tanpa izin (illegal mining), serta kasus-kasus korupsi di daerah ini.

"Saya melihat kasus-kasus korupsi di Kalsel cukup menonjol," ucap lulusan Akabri Kepolisian tahun 1980 ini.

Seperti diketahui, gebrakan kapolda sebelumnya Brigjen Bambang Hendarso Danuri dalam penanganan berbagai kasus cukup berhasil di daerah ini. Meski bertugas hanya sekitar empat bulan di Kalsel, Bambang berhasil mengungkap berbagai kasus, khususnya yang berkaitan dengan pembalakan, penambangan batu bara liar, serta kasus-kasus korupsi yang melibatkan banyak pejabat dan tokoh masyarakat di daerah ini.

Menurut catatan BPost, ada enam bupati yang ‘tersangkut’ kasus batu bara. Mereka adalah bupati Kotabaru, Tanah Laut, Tanah Bumbu, Tapin, Tabalong dan Banjar.

Brigjen Halba Rubis berkomitmen seperti pendahulunya tidak akan pernah mengizinkan penangguhan penahanan para tersangka kasus-kasus yang menjadi prioritas selama ini.

Diakuinya, penangguhan penahanan diatur dalam undang-undang, "Tapi dengan tidak adanya penangguhan akan lebih memudahkan penyidik melakukan pemeriksaan terhadap tersangka," cetus pria kelahiran Madiun, Jawa Timur tahun 1956 ini.

Saat ini Polda Kalsel cukup ‘sibuk’ menuntaskan berbagai kasus besar terkait dugaan tindak pidana yang melibatkan sejumlah pejabat di daerah, mulai kepala dinas hingga bupati.

Terakhir, kasus dugaan pengalihan fungsi hutan tanaman industri untuk lahan batu bara di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Namun menurut Gubernur Kalsel kasus HTI di HSS bukan alih fungsi, tapi pinjam pakai.

Sementara kasus-kasus umum yang melibatkan pejabat antara lain dugaan pemalsuan ijazah oleh anggota DPRD Tanah Bumbu, serta kasus pengambilalihan pembangunan gedung sekolah yang dilakukan Ketua DPRD HST, Abdul Latif. Keduanya kini sudah ditahan.

Jangan Lips Service

Pakar Hukum Pidana Unlam Banjarmasin, Syafuddin menilai sudah menjadi tugas aparat penegak hukum menyeret para pelaku tindak kejahatan, apapun jenis kejahatannya atau siapa pun pelakunya. Menurut dia, jika aparat berjanji akan menindak tegas, terutama pelaku kejahatan besar, itu hanyalah penegasan.

"Sudah semestinya aparat penegak hukum menegakkan hukum. Kepada siapa pun tidak perduli pangkat atau jabatan. Jangan hukum hanya berlaku bagi kejahatan kecil, aparat juga harus mampu menindak para pelaku kajahatan besar seperti pelaku pembalakan hutan, atau tindak pidana korupsi," kata Syaifuddin kepada BPost, malam tadi.

Karena itu, sebut Syaifuddin, penegasan aparat jangan hanya menjadi lips service belaka. Selama ini menurutnya, rakyat telah menunggu lama langkah nyata aparat hukum baik kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan untuk menindak tegas para pelaku white collar crime tersebut.

Diakui Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Unlam ini, kejahatan besar seperti pembalakan hutan dan penambangan batu bara liar serta tindak pidana korupsi merupakan jenis kejahatan dimensi baru yang sangat rumit. Pasalnya, sebut Syaifuddin, dalam kasus tersebut pelaku yang terkait umumnya mereka yang memiliki ekonomi dan kekuasaan cukup kuat.

"Kejahatan dimensi baru ini dapat menimbulkan tindak kejahatan baru. Dengan ekonomi dan kekuasaan yang kuat, para pelakunya dapat mempengaruhi aparat hukum," tukasnya.

Atas faktor tersebut, masyarakat memiliki pemikiran apa yang dilakukan aparat terhadap penegakan hukum tidak maksimal. Selain itu juga terkesan seperti membeda-bedakan dan pilih kasih.

Atas dasar itu pula, jika komitmen penegak hukum --apalagi yang baru menjabat-- untuk akan menindak tegas semua pelaku tidak ditindaklanjuti dengan action maka tidak akan bermakna apa-apa.

"Jadi, jangan sampai seolah mereka yang sial saja yang terperosok dalam sistem peradilan di negara kita ini. Kita tentunya pasti memberi dukungan atas komitmen tersebut," tegasnya.

"Sebab kejahatan itu sebanarnya sudah lama ada di masyarakat dan selama itu pula menguntungkan pihak tertentu saja. Sedangkan rakyat kecil masih menunggu-nunggu keadilan melalui hukum," tukas Syaifuddin. dwi/c2

sumber: