Walhi Minta DPR Tak Amandemen UU Kehutanan

Minergynews, 6 Januari 2004

MinergyNews.Com, Medan-- Karena menilai kegiatan pertambangan di hutan lindung lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaat, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) minta DPR tak melakukan amandemen terhadap UU Kehutanan.

Menurut Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Longgena Ginting, manfaat yang diterima negara dari kegiatan pertambangan di hutan lindung tak sebanding dengan dampak kerusakannya. “Pendapatan dari kegiatan pertambangan, paling hanya sekitar 3-4 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB), yakni dari royalti, pajak dan sebagainya. Namun lihat sendiri kerusakan yang terjadi di Freeport, Sulawesi dan daerah-daerah lainnya, tidak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh. Belum lagi masalah-masalah sosial,� katanya hari ini (5/1) di Kantor Walhi Sumatera Utara, Medan.

Karena itu, Walhi meminta kepada pemerintah dan DPR hendaknya serius mengkaji izin yang dikeluarkan untuk pertambangan, terutama yang berada di kawasan hutan lindung. Sebab jika penambangan di hutan lindung tetap dilaksanakan, manfaat ekonomi yang diperoleh tidak akan ada harganya.

Dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sambung Longgena, sudah disebutkan dengan jelas tidak boleh dilakukan aktivitas pertambangan di kawasan hutan lindung. Namun untuk mengatasi persoalan itu, dia mengungkapkan, perusahaan pertambangan yang umumnya merupakan perusahaan asing akan berusaha melakukan amandemen UU tersebut.

"Selama ini ada modus yang dilakukan perusahaan pertambangan asing yang melaksanakan kegiatannya di areal hutan lindung. Antara lain berusaha mengubah legislasi yang kemudian menetapkan hutan lindung menjadi hutan produksi atau semacam itu. Kalau sudah dikonversi, tentunya secara yuridis tidak ada masalah lagi. Kasus ini sudah terjadi di Lorenz maupun Meratus," ungkap Longgena.

Kasus serupa, ujar Longgena, terjadi juga di Sumatera Utara sendiri, yaitu di Kabupaten Mandailing Natal. Dia memperkirakan, besar kemungkinan areal Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) seluas 108.000 hektar akan diciutkan atau digeser karena bersinggungan langsung dengan sekitar 2.000 hektar dengan areal konsesi PT Sorik Mas Mining yang akan menambang emas di daerah tersebut.

PT SMM sendiri saat ini sedang mengadakan eksplorasi untuk mengetahui kepastian kandungan emas di konsesinya seluas 151.200 hektar yang merupakan penciutan dari luas semula 201.700 hektar. Kontrak karyanya berdasarkan Persetujuan Presiden RI Nomor B/53/Pres/I/1998 pada 19 Januari 1998, dan saat ini sedang dilakukan kegiatan eksplorasi tahap lanjutan hingga 6 Oktober 2004.

Kekhawatiran ini sebenarnya, kata Longgena, tak perlu terjadi jika pemerintah maupun DPR menyadari betul bahwa manfaat yang diperoleh tak sebanding dengan kerusakan yang bakal terjadi.

Mengingat DPR adalah benteng terakhir untuk menghindari timbulnya masalah ini, Longgena meminta, agar dewan tak melakukan amandemen UU Kehutanan. "Kalau dewan juga berkolaborasi dengan pengusaha dalam masalah ini, berarti benteng terakhir sudah jebol. Lalu siapa lagi yang bisa melindungi masyarakat

sumber: