Wabah Korupsi Membuat Iklim Investasi Indonesia Melemah

BANK Dunia dalam laporan terbarunya yang dikemukakan hari Selasa (20/4) menyebutkan, investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) masih menjauh dari Indonesia. Ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bergantung sektor konsumsi. Wabah (endemic) korupsi dikatakan sebagai penyebab mengapa investor menjauh dari Indonesia.

KONDISI investasi di Indonesia ini kontras dibandingkan dengan yang terjadi di sejumlah negara Asia Pasifik lainnya. Diungkapkan oleh Bank Dunia bahwa investasi asing langsung ternyata terus berdatangan ke negara-negara lainnya di kawasan terutama ke China. Iklim investasi di Indonesia dikatakan masih terus melemah.

Kondisi kontras ini terlihat dari jumlah investasi asing langsung ke enam negara utama di kawasan yang mencapai 60 miliar dollar AS di tahun 2003. Angka ini meningkat 1,5 miliar dollar AS dibandingkan dengan angka tahun 2002. Hanya saja, sekitar 53,5 miliar dollar AS mengalir ke China, sementara hanya 6,5 miliar dollar AS sisanya ke lima negara lainnya, yakni Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, dan Thailand.

Bank Dunia menyebutkan, sementara investasi asing ke lima negara ini menurun, investasi asing ke China terus meningkat. Ditekankan secara khusus bahwa investasi asing langsung ke Indonesia masih akan terus menurun, dan sinyal yang ada menunjukkan bahwa investor asing dalam jangka panjang belum akan kembali ke Indonesia.

"Pertumbuhan investasi yang lemah ini tampaknya masih akan berlanjut beberapa tahun lagi," demikian laporan Bank Dunia sebagaimana dikutip kantor berita Associated Press (AP) hari Senin. Ini berarti pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan masih akan terus ditopang sektor konsumsi karena para investor, khususnya investor asing, memilih menjauh (sidelines) dari Indonesia.

Mengapa menjauh? Bank Dunia seperti dikutip AP menyebutkan, karena iklim investasi yang melemah disebabkan wabah korupsi yang terjadi di negeri ini. Sekalipun tidak diungkapkan secara eksplisit, pernyataan bahwa investor asing masih akan menjauh dari Indonesia dalam beberapa tahun mendatang menunjukkan bahwa wabah korupsi ini belum akan diberantas secara tuntas dalam beberapa tahun mendatang. Suatu tantangan bagi pemerintahan baru hasil pemilu tahun ini.

Bank Dunia menjelaskan, investasi tumbuh cukup kuat di Vietnam yang terus melakukan reformasi ekonomi, sementara Thailand memperlihatkan pertumbuhan investasi sekitar 12 persen. Adapun negara-negara lainnya yang pernah mengalami krisis seperti Indonesia mungkin tumbuh kurang dari 5 persen.

Lantas apa konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi yang berdasarkan konsumsi dan minim investasi? Laporan Bank Dunia menyebutkan, tanpa suatu perputaran investasi yang cukup besar, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia secara tahunan hanya sekitar 4,0 persen tahun ini. Suatu pertumbuhan ekonomi yang menurut Bank Dunia tidak cukup untuk memperbaiki situasi lapangan kerja di Indonesia.

Mengutip keterangan pemerintah, Bank Dunia menyebutkan sekitar 400.000 pekerja di Indonesia kehilangan pekerjaan antara bulan Mei 2002 hingga Februari 2003. Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia sekarang ini sekitar 10 persen dari angkatan kerja. Angka resmi yang ada menyebutkan sekitar 10 juta orang. Namun, para pengamat sebagaimana dikutip AP menyebutkan, angka yang sebenarnya sekitar tiga lipat dari angka resmi yang ada.

Terendah di Asia Pasifik

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sekitar 4,0 persen tahun ini jelas termasuk yang rendah di antara negara-negara lainnya di kawasan Asia Pasifik. Bank Dunia menyebutkan, rata-rata pertumbuhan ekonomi (produk domestik bruto/PDB) untuk kawasan Asia Timur di luar Jepang mencapai 6,3 persen. Ini merupakan pertumbuhan yang terbaik dalam empat tahun terakhir. Tahun lalu pertumbuhan ekonomi kawasan mencapai 5,7 persen, sementara pertumbuhan terbaik 7,4 persen tahun 2000. Pertumbuhan tahun ini ditopang permintaan yang membaik akibat pemulihan ekonomi di Jepang dan Amerika Serikat, serta pertumbuhan ekonomi China yang tetap tinggi.

Suatu hal yang menjadi cambuk bagi Indonesia bahwa dalam laporan Bank Dunia ini disebutkan Indonesia adalah negara yang paling sedikit memperoleh manfaat (benefit) dari pertumbuhan ekonomi kawasan yang dimotori China. Padahal, pertumbuhan ekonomi China ini telah menumbuhkan jaringan perdagangan dan produksi intrakawasan dan mendorong ekspor dari negara-negara di Asia Timur.

Disebutkan, sekalipun pertumbuhan ekspor Indonesia ke China tahun 2003 meningkat 28 persen, angka ini paling rendah dibandingkan dengan ekspor negara-negara lainnya di kawasan ke China. Impor China dilaporkan meningkat 40 persen pada tahun 2003, dan perkembangan ini akan kembali berlanjut pada tahun 2004.

Sekalipun Indonesia disebutkan masih "buram", lembaga keuangan internasional ini menyebutkan bahwa Indonesia sebenarnya berhasil menciptakan sejumlah stabilitas setelah hancurnya perekonomian menyusul krisis ekonomi 1997-1998. Utang negara, misalnya, turun lebih dari setengah menjadi 69 persen dari PDB dalam lima tahun ini, berkat upaya-upaya pemerintah dalam mengurangi pengeluaran dan mendorong penerimaan.

Indonesia juga berhasil mengakhiri program penjaminan dari Dana Moneter Internasional (IMF) sejak tahun lalu, dan sukses dalam meluncurkan obligasi internasional awal tahun 2004. Ini merupakan refleksi membaiknya tingkat kepercayaan investor.

Bank Dunia juga mencatat arus modal swasta neto secara global banyak yang mengalir ke negara-negara berkembang. Selama tahun 2003 arus modal yang masuk mencapai 200 miliar dollar AS, meningkat 29 persen dibanding 155 miliar dollar AS tahun 2002. Menggembirakan, konsentrasi dari aliran dana ini termasuk ke Indonesia, selain ke sejumlah negara lainnya, seperti Brasil, China, Meksiko, dan Rusia.

Ekonomi global 3,75 persen

Bank Dunia juga mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi di Asia Selatan tahun ini, yakni 7,2 persen. Pertumbuhan ekspor perangkat lunak dari India, membaiknya hubungan India dan Pakistan, serta reformasi yang terus berlanjut di kawasan itu merupakan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi di sana. Tahun lalu, pertumbuhan ekonomi di Asia Selatan mencapai 6,5 persen.

Suatu hal yang perlu ditekankan bahwa pengiriman uang dari para pekerja negara-negara Asia Selatan di luar negeri memberikan suntikan dana segar bagi kawasan itu. Bank Dunia mencatat, pengiriman uang dari para pekerja ke kawasan itu mencapai 18,2 miliar dollar AS tahun 2003, jumlah ini meningkat 39 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jumlah ini hampir setengahnya atau 8,4 miliar dollar AS masuk ke India.

Tentu saja pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Pasifik tetap paling tinggi dibandingkan dengan kawasan lainnya maupun pertumbuhan ekonomi dunia. Bank Dunia memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini sekitar 3,75 persen, suatu lompatan yang signifikan dibanding 2,6 persen pada tahun 2003 dan 1,8 persen pada tahun 2002.

Penyebab dari pulihnya pertumbuhan ekonomi dunia ini terutama karena tingkat suku bunga yang rendah, terutama di AS dan Eropa. Selain itu, marjin yang semakin besar dan pemulihan yang kuat pada investasi global juga telah meletakkan dasar bagi suatu pertumbuhan yang berkelanjutan.

Harga-harga komoditas dunia juga membaik sejalan dengan pemulihan dalam aktivitas ekonomi global. Harga komoditas non-energi mencatat kenaikan 10 persen pada tahun 2003 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara harga komoditas logam juga mencatat kenaikan menjelang akhir tahun lalu. Diperkirakan harga komoditas logam ini akan naik 10 persen pada tahun ini.

Akibat dari pemulihan ekonomi dunia mencapai 3,75 persen ini, maka pertumbuhan perdagangan dunia yang pada tahun 2003 mencatat 4,5 persen akan meningkat menjadi 8,7 persen tahun 2004. Pemulihan ekonomi di AS dan Jepang merupakan penyumbang utama pertumbuhan ekonomi dunia, khususnya kawasan Asia Pasifik.

Dijelaskan, pertumbuhan ekonomi yang belum pernah terjadi sejak krisis keuangan di kawasan Asia Pasifik ini telah memberikan banyak manfaat terutama bagi penduduk miskin, yakni dengan mendorong pendapatan sekitar 49 juta penduduk berpenghasilan rendah melampaui 2 dollar AS (sekitar Rp 17.000 dengan kurs Rp 8.500) per hari.

Dari laporan terakhir Bank Dunia ini jelas terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi dibutuhkan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan penghasilan terutama bagi penduduk miskin. Pertumbuhan ekonomi yang terbaik adalah yang disebabkan investasi. Jelas Indonesia harus membenahi iklim investasi, khususnya memberantas wabah korupsi yang telah menjadi penyebab menjauhnya investasi asing langsung dari Indonesia

sumber: