Undang-undang Energi Mendorong Penghematan
Jakarta, Kompas 4 Feb. 2004 - Komisi VIII DPR menilai, undang-undang mengenai pemanfaatan energi sangat dibutuhkan pada saat ini, sebab Indonesia tergolong boros dalam pemakaian energi. Selain itu, banyak energi yang terbatas jumlahnya digunakan dengan tidak tepat guna.
Demikian diutarakan Ketua Subkomisi Bidang Riset dan Teknologi Komisi VIII DPR Rustam E Tamburaka di sela-sela rapat dengar pendapat (RDP) dengan para pakar energi di Jakarta, Selasa (3/2). Komisi VIII DPR dalam pekan ini meminta masukan dari pakar energi sebelum mengajukan rancangan undang-undang pemanfaatan energi untuk dibahas, sebelum ditetapkan menjadi undang-undang (UU).
Menurut Rustam, adanya UU energi akan mendorong pemanfaatan energi secara bijaksana. Khususnya untuk energi yang jumlahnya sangat terbatas.
Misalnya, pemanfaatan minyak mentah yang cadangannya hanya diperkirakan bertahan untuk 10 tahun mendatang. Minyak mentah harus dimanfaatkan secara optimal dan tepat guna.
"Jika Indonesia memiliki UU energi, akan dapat mengoreksi pemakaian energi yang tidak optimal selama ini. Terutama penggunaan BBM, seharusnya tidak digunakan untuk pembangkit listrik karena lebih menguntungkan jika memakai gas," ujar Rustam.
Lintas sektoral
Pakar energi, Tatang H Soerawidjaja, mengatakan, Badan Koordinasi Energi Nasional yang akan dibentuk sesuai amanat UU energi harus ditetapkan oleh presiden. Pasalnya, masalah pemanfaatan energi merupakan persoalan yang harus diselesaikan secara lintas sektoral.
Misalnya, menurut Tatang, pengembangan energi biomassa tidak dilakukan oleh Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, tetapi oleh Departemen Pertanian. Oleh karena itu, badan tersebut harus dibentuk oleh presiden.
Selain itu, Tatang juga menyoroti jangka waktu rencana umum pemanfaatan energi nasional yang hanya lima tahun. Seharusnya disusun untuk jangka waktu 25 tahun karena perencanaan proyek energi membutuhkan waktu yang tidak sebentar
sumber: