Tongkang Batubara Mulai Berebut Jalur

Banjarmasin, Kompas - Musim kemarau ini penambangan batu bara tanpa izin di Kalimantan Selatan diindikasikan meningkat karena memanfaatkan jalan darat yang tidak becek. Untuk angkutan sungai, walaupun airnya sudah mulai surut, tongkang batu bara ini masih dapat melaju karena banyak yang memanfaatkan pengerukan alur sungai yang dilakukan perusahaan batu bara legal.

Demikian humas PT Arutmin Indonesia, Zainuddin JR Lubis, kepada Kompas, Minggu (29/8), mengungkapkan adanya indikasi meningkatnya aktivitas penambangan batu bara tanpa izin (peti) di musim kemarau ini. "Memang kemarau ini ada kecenderungan angkutan batu bara peti meningkat," katanya.

Dampak dari ramainya tongkang-tongkang batu bara peti membuat tongkang batu bara Arutmin harus "berebut" jalur. "Masalahnya, tongkang peti itu memanfaatkan jalur yang rutin dikeruk Arutmin, jadi terus terang kami terganggu," kata Lubis.

"Agar kapal tongkang tetap bisa lewat, kami harus rutin melakukan pengerukan. Pengerukan ini terutama kami lakukan di Sungai Satui," ungkapnya.

Di Satui itulah, menurut Lubis, tongkang-tongkang peti semakin banyak beraktivitas dan memanfaatkan alur yang dibuat Arutmin. "Sampai sekarang dari dampak kemarau ini sebenarnya tidak begitu mengganggu angkutan kami karena ada pengerukan itu. Hanya saja kami harus berbagi jalur itu dengan peti," katanya.

Genjot produksi

Lubis mengatakan, maraknya penambangan batu bara, entah legal maupun ilegal, saat ini merupakan dampak dari kenaikan harga batu bara di pasar internasional. Kenaikan harga hingga 30 persen itu merupakan dampak dari kenaikan harga minyak mentah dan dihentikannya ekspor batu bara dari China ke pasar dunia.

"Kami sekarang juga sudah mulai melebarkan usaha, tidak hanya menambang batu bara bituminous (kalori tinggi-Red), melainkan juga sudah menambang batubara subbituminous (kalori rendah-Red) yang selama ini belum banyak dilirik," kata Lubis.

Selama ini batu bara subbituminous tidak diminati pasar. Namun kini tren pasar tersebut berubah dan banyak mesin-mesin pembangkit listrik yang melakukan down-grade (penurunan status) ke bituminous.

"Arutmin menyambut peluang tersebut mengingat cadangan batu bara kalori rendah ini cukup tersedia dan selama ini belum sempat disentuh," kata Lubis. Lokasi batu bara berkalori rendah itu berada di Asam Asam dan Mulia yang merupakan bagian dari Tambang Satui yang memiliki luasan lahan 12.400 hektar dengan cadangan 600 juta ton.

Saat ini Arutmin telah menandatangani kontrak dengan PT Indonesia Power dan PT Semen Cibinong dengan nilai kontrak 2,4 juta ton untuk tahun 2004 dan selanjutnya 3 juta ton setiap tahun. "Untuk ekspor Arutmin sudah menjajaki kebutuhan Hongkong, Cile, dan India," kata Lubis.

Jika dihitung-hitung, memang lebih menguntungkan mengonsumsi batu bara subbituminous karena selisih harganya signifikan. "Harga batu bara subbituminous sekitar 20 dollar AS per ton, sementara yang bituminous mencapai 40 dollar AS per ton," kata Lubis.

Regional Site Manager PT Arutmin Indonesia Tambang Satui Sumarwoto sebelumnya mengatakan, kini pembangkit listrik di dalam negeri mulai tertarik dengan batu bara kalori rendah. "Tidak hanya di dalam negeri, negara-negara lain juga mulai mencari batu bara kalori rendah ini," katanya.

Saat ini diperkirakan permintaan batu bara kalori rendah dari Arutmin mencapai 15 persen, sebelumnya tidak ada. Produksi batu bara PT Arutmin tahun 2003 mencapai 14 juta metrik ton dan tahun 2004 ini ditargetkan 18 juta metrik ton, sekitar 4,5 juta ton di antaranya diperkirakan merupakan batu bara kalori rendah.

Sungai terus surut

Sementara itu, sungai-sungai kecil di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, terutama beberapa anak Sungai Martapura, kini terus surut. Ratusan jamban terapung di kanan kiri sungai, yang fungsi utamanya untuk MCK (mandi, cuci, dan kakus), kini mulai kandas dan berimpit di tengah sungai.

Pemantauan Kompas di kampung-kampung tepi sungai yang ada di Kecamatan Martapura dan Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Minggu, terlihat debit air sungai terus turun dalam sebulan terakhir. Di Sungai Tapak Tuan, Kecamatan Astambul, terlihat air sungai hanya selebar satu sampai dua meter.

Normalnya, sungai tersebut lebarnya bisa sampai 10 meter dan sering mengakibatkan kampung sekitarnya terendam banjir. Ratusan jamban terapung terlihat banyak yang terdampar karena debit air kecil.

Jamban berbentuk "WC darurat" itu terbuat dari batang kayu dan bambu yang digunakan warga untuk aktivitas MCK.

Barmawi, warga Desa Sungai Tapak Tuan Hulu, Kecamatan Astambul, mengatakan sudah satu bulan terakhir ini air terus surut. "Saya sebenarnya ngeri melihat air sungai ini, tapi bagaimana lagi, ini satu-satunya air untuk MCK," katanya.

Untuk air bersih sejauh ini Barmawi mengaku masih bisa mengandalkan PDAM. Sementara di Banjarmasin, beberapa hari ini air PDAM juga mulai tersendat terutama bagi rumah- rumah bertingkat.

Direktur PDAM Banjarmasin Zaenal Arifin mengatakan, pada kemarau ini pihaknya masih bisa menyuplai pelanggan selama 24 jam. Hanya saja memang diakui di beberapa kecamatan akan terjadi penurunan tekanan air.

sumber: