Timah desak DPR bahas divestasi

JAKARTA (Bisnis): PT Timah Tbk meminta dukungan Komisi V, VIII dan IX agar divestasi 14% saham pemerintah segera direalisasikan sehingga BUMN itu tidak perlu membayar pajak yang timbul akibat restrukturisasi anak perusahaan.

Dirut Timah Thobrani Alwi menegaskan pihaknya hanya akan mengandalkan pelaksanaan divestasi sebagai persyaratan untuk tidak membayar pajak akibat selisih revaluasi aset.

Selain itu, sambung dia, perseroan juga tidak mempunyai dana untuk membayar pajak yang timbul dari restrukturisasi anak usaha.

"Kami telah minta dukungan komisi V, VIII, dan IX untuk segera melaksanakan divestasi Timah. Kalau divestasi jadi dilaksanakan, kami tidak punya kewajiban lagi untuk membayar pajak tersebut. Lagipula kami tidak ada kemampuan untuk membayar itu, artinya perusahaan tidak usah dikenakan pajak," ujarnya dalam paparan publik kemarin.

Pajak yang timbul akibat restrukturisasi anak usaha itu, jelas Thobrani, hingga kini belum diketahui nilai pastinya karena hal itu merupakan selisih antara nilai buku dan nilai pasar.

"Soal berapa besaran pajak itu, kami sendiri tidak tahu karena itu harus dinilai ulang lagi. Yang dipajakin itu kan selisih antara nilai buku dan nilai pasar atas aset yang ditransfer ke anak perusahaan."

Direktur Keuangan Timah Wachid Usman yang juga hadir dalam acara tersebut optimistis divestasi saham pemerintah tahap kedua di Timah akan direalisasikan meskipun telah tertunda sejak beberapa waktu lalu.

Oleh karena itu, dia juga yakin ditjen pajak tidak akan mempertanyakan masalah pajak tersebut kendati divestasi tidak direalisasikan tahun ini.

"Menteri Keuangan telah mengetahui kondisi ini. Dan menteri BUMN telah melaporkan rencana divestasi kami kepada DPR, jadi kami yakin divestasi itu akan dilakukan," ujar Wachid.

Seperti diketahui, berdasarkan surat No. S-450/PJ.42/1998 pada 9 September 1998, dirjen pajak telah menyetujui penggunaan nilai buku atas pengalihan harta sehubungan dengan restrukturisasi usaha perseroan.

Surat itu mengatur beberapa ketentuan termasuk keharusan bagi perseroan untuk melaksanakan secondary offering atas saham yang dimiliki pemerintah selambat-lambatnya 9 September 1999.

Apabila sampai batas waktu yang telah ditentukan perseroan belum melaksanakan secondary offering, maka nilai pengalihan harta yang sebelumnya berdasarkan nilai buku itu akan dihitung kembali berdasarkan nilai pasar yang mungkin menimbulkan kewajiban perpajakan.

Terkait hal itu, Timah telah mendapatkan persetujuan penundaan secondary offering sebanyak tiga kali, terakhir berdasarkan surat dirjen pajak No. S-286/ PJ.42/ 2002 tanggal 4 Juli 2002 yang memberikan penundaan hingga 9 September 2002.

Di sisi lain Thobrani memperkirakan volume penjualan perseroan tahun ini kemungkinan besar akan turun dibandingkan 2003 karena perseroan fokus pada produksi darat yang mendapatkan persaingan keras dari para pedagang timah antar pulau.

Namun, lanjut dia, perseroan dipastikan dapat memenuhi komitmen kepada para pelanggan sebesar 32.000 ton.

Pada 2003, perseroan membukukan volume penjualan sebesar 45.373 ton. Penjualan timah perseroan sepanjang semester I/2004 juga turun menjadi 15.520 ton dari 21.861 ton pada semester I/2003. Namun dia belum dapat memberikan perkiraan volume penjualan untuk tahun depan.

sumber: