Tiga Penyebab Longsor

Jumat, 09 Desember 2005

Tiga Penyebab Longsor
Penanganan Bencana di Jabar Tidak Proaktif

Bandung, Kompas - Curah hujan yang tinggi, kondisi geologis, serta perluasan permukiman penduduk merupakan tiga penyebab bencana longsor di Jawa Barat. Provinsi Jabar termasuk daerah yang paling rawan bencana longsor ketimbang provinsi lain di Indonesia.

�Dari semua kejadian selama 10-20 tahun terakhir, frekuensi longsor di Jabar berada di rangking teratas, diikuti Jawa Tengah dan Sumatera Barat,� kata Gatot Mochammad Soedrajat, Kepala Seksi Gerakan Tanah Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Alam Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, di Bandung, Kamis (8/12).

Menurut Gatot, Provinsi Jawa Barat (Jabar), khususnya di bagian selatan, secara geologis terletak di zona gempa, yaitu wilayah di sekitar tumbukan lempeng tektonik di daerah pantai selatan.

Meskipun dimensi gempa tidak terlalu besar, titik pergerakan tanah hampir merata di kawasan Jabar. Provinsi Jabar termasuk dalam zona tumbukan lempeng Indo-Asia dan lempeng Indo-Australia.

Oleh karena itu, di Jabar banyak terdapat deretan gunung api, seperti Gunung Papandayan, Gede, Guntur, dan Gunung Galunggung.

Gatot mengungkapkan, kemungkinan terjadinya longsor sangat besar. Pasalnya, curah hujan di Jabar relatif tinggi. Bahkan, Jabar merupakan provinsi dengan curah hujan tahunan tertinggi di Indonesia.

Curah hujan biasanya mulai meningkat di bulan November sampai Februari. Bahkan, curah hujan di Jabar bisa mencapai 300 milimeter.

Selain alam, kegiatan manusia juga mendorong terjadinya bencana longsor, seperti pembangunan permukiman dengan memotong lereng atau mengubah tata lahan pertanian.

Dengan memotong lereng, ujar Gatot, akan membuat kestabilan tanah menjadi terganggu sehingga tanah pun rentan longsor saat ada sedikit pergerakan tanah.

Tidak perlu panik

Selain curah hujan yang tinggi, lanjut Gatot, perubahan tata lahan pada suatu wilayah juga bisa menyebabkan longsor. Perubahan tata lahan adalah mengganti tanaman keras, seperti pohon jati, pinus, atau cemara, dengan tanaman semusim, seperti pisang dan jagung.

�Tanaman semusim butuh tanah yang gembur. Padahal, tanah gembur tak mampu menyerap air permukaan sehingga terus meluncur dengan membawa bahan rombakan dan disebut dengan banjir bandang,� kata Gatot.

Beberapa daerah di Jabar yang rawan longsor adalah Sukabumi, Tasimalaya, dan Garut bagian selatan. Sementara sejumlah jalan rawan longsor adalah di Cimuncang, Nagreg, serta jalur Jalan Cianjur-Sindangbarang.

Gatot menjelaskan, masyarakat tidak perlu panik dengan kondisi alam di Jabar yang rentan gempa dan longsor. Yang dibutuhkan saat ini adalah sikap mengakrabi bencana.

Masyarakat Jabar harus memahami bahwa mereka tinggal di daerah bencana. Jadi, masyarakat juga harus mengetahui cara bertindak bila bencana akan terjadi.

Sikap terbaik dalam menghadapi bencana adalah bagaimana meminimalkan korban dari bencana longsor yang akan terjadi. Salah satunya dengan membangun lokasi sementara bagi pengungsi korban longsor.

Walaupun sudah terdapat sistem peringatan dini atau prediksi terhadap kemungkinan terjadinya bencana, dalam penanganan bencana jarang yang proaktif. �Umumnya, kita baru bertindak setelah bencana terjadi,� kata Gatot. (d09)

sumber: