Tidak Tepat, Baseline Study Dibuat Setelah Perusahaan Beroperasi
MinergyNews.Com,
Budi mengatakan jika baseline study dilakukan setelah perusahan pertambangan beroperasi, namanya bukan baseline study. Apalagi jika dikatakan sebagai sebuah studi risk assessment. “Studi resiko koq dibuat setelah perusahaan beroperasiâ€, ujar Budi.
Hal ini dikatakan Budi menanggapi studi yang dikatakan sebagai Baseline Study Kesehatan Masyarakat oleh Pusat Pengkajian Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat UI yang bekerjasama dengan PT Newmont Nusa Tenggara. “Apa bisa menilai secara murni dan utuh, kondisi kesehatan masyarakat jika pola makan mereka diubah hanya dalam hitungan bulan? Sedangkan perusahaan tersebut sudah beroperasi selama tiga tahun lebihâ€, tanya Budi.
Untuk melihat dampak dari adanya kandungan logam berat yang mengendap dalam tubuh orang dewasa, butuh waktu yang relatif lama. Makanya, Budi mempertanyakan untuk menilai apakah masyarakat di sekitar lokasi tambang PT NNT sudah terkena logam berat hanya dengan merubah pola makan selama lebih kurang sebulan. Butuh waktu cukup lama untuk sampai pada kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara kegiatan pembuangan tailing PTNNT dengan konsidi kesehatan masyarakat nelayan di sekitar lokasi tambang PTNNT.
“Kalau balita mungkin bisa, karena masa endap logam berat dalam tubuh mereka, paling lama sekitar 35 hari. Itu pun tidak sekedar mengubah pola makan, tapi harus dipindahkan ke tempat yang relatif tidak tercemar logam berat. Tidak bisa diteliti di tempat dia selama ini tinggalâ€, jelasnya.
Potret Sesaat
Dalam jumpa pers, Budi mengatakan hasil investigasi WHO dan National Minamata Institute hanya memotret sesaat dan tidak bisa mewakili situasi dan menggambarkan kondisi lingkungan Teluk Buyat keseluruhan. “WHO dan National Minamata Institute datang ke Teluk Buyat tidak untuk melakukan penelitian secara mendalam. Mereka hanya mau melihat apakah ada gejala Minamata di Teluk Buyat. Karena mereka tidak dalam rangka melakukan penelitian secara ilmiah, secara akademik, hasil penilaian WHO dan National Minamata Institute tidak dapat dijadikan referensiâ€, ujar Budi
Lagipula, yang diteliti hanya sebatas logam berat merkuri. Yang menjadi masalah di Teluk Buyat adalah masalah kandungan arsen.
WHO dan National Minamata Institute, lanjut Budi, hingga saat ini tidak pernah membuat laporan resmi mengenai hasil studi mereka di Teluk Buyat. “Saya sendiri heran kenapa hasil pemotretan sesaat itu kemudian diklaim sebagai hasil studi ilmiahâ€, ujar Budi. Jan Speets, enviromental expert WHO di Jakarta, lanjut Budi, juga menyatakan keheranannya dengan Departemen Kesehatan RI yang membiarkan PTNMR mengklaim bahwa WHO menyimpulkan Teluk Buyat tidak tercemar.
Budi Haryanto sempat menjadi anggota Tim I yang melakukan studi lanjutan bersama Kementerian Negara Lingkungan Hidup untuk melihat kandungan arsen pada sumur-sumur yang dikonsumsi warga serta arsen pada rambun dan urin. (MNC-7) sumber: