Tanah Grogot, Tribun -- Aparat kepolisian mensinyalir ada tiga perusahaan tambang batu bara yang memanfaatkan celah-celah hukum untuk memperkaya diri sendiri. Pasalnya, tiga perusahaan tersebut memiliki izin resmi Kuasa Pertambangan (KP) dari pemerintah, sehingga mereka agak sulit menertibkan dan memberi sanksi hukum. Demikian diungkapkan Kapolres Pasir AKBP Musa Ginting dalam rapat koordinasi bersama jajaran Dinas Pertambangan (Disperta), Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda), Dinas Kehutanan (Dishut) dan Dinas Perhubungan (Dishub) Pasir di aula Polres Pasir, Jumat (2/12).
Musa menjelaskan, ada lima tahapan yang harus dilalui oleh perusahaan tambang agar usahanya legal. Tahapan tersebut mulai dari penyelidikan umum hingga pengangkutan dan penjualan, di antaranya ada tahapan eksplorasi dimana perusahaan diizinkan menambang batu bara dalam jumlah terbatas (bak sampling), yakni 100.000 ton untuk satu tahun.
"Seperti bak sampling misalnya, jika batu bara itu diangkut maka pengangkutan harus mendapat izin. Namun, dari sisi pertambangan menyebutkan tidak perlu izin, sebab sudah menjadi satu bagian tahapan ekslorasi. Nah, yang harus kita lakukan sekarang adalah menyatukan pemahaman, jika ada penyimpangan bisa kita tindaklanjuti," kata Musa.
Sementara ini, ada sebuah perusahaan lain yang bergerak di bidang jasa angkutan batu bara dengan izin khusus. Mereka bisa saling melengkapi, yang satu punya KP dan satunya lagi bisa menjual batu bara, sehingga sumber daya alam (SDA) Kabupaten Pasir bisa mereka jual tanpa sepengetahuan pemerintah daerah. Pada kesempatan yang sama, Kasat Reskrim Polres Pasir AKP Arwindu menambahkan, terjadi pelanggaran titik koordinat KP.
"Seperti halnya di kehutanan, HPH yang dizinkan cuma 2.000 hektare dan yang digarap seluas 2.500 hektare.
Nah, yang 500 hektare itu kan ilegal dan hal itu juga terjadi pada usaha tambang batu bara," tambah Arwindu. Selain itu, angkutan batu bara yang memiliki izin khusus itu juga menggunakan jalan negara, seharusnya mereka memiliki jalan khusus tambang. Seharusnya dia juga punya jalan tambang sendiri, tidak mengganggu jalan umum dan perusahaan yang memiliki KP pun tidak bisa menitipkan hasil tambangnya untuk dijual.
"Kami juga menemukan batu bara yang ditimbun bukan di lokasi KP mereka, tepatnya di wilayah Selatan. Saya curiga mereka bermaksud tidak baik, setelah batu baranya diambil sebatas 100.000 ton, selanjutnya KP dia tinggalkan," jelasnya.
(aas) Surat Teguran Kadang Tidak Digubris KEPALA Dinas Pertambangan (Disperta) Kabupaten Pasir, Drs H Mukhtar Effendy merasa terbantu dengan adanya operasi Illegal Meaning aparat Polres Pasir. Sebab harus diakui, tidak semua pengusaha bekerja sesuai dengan ketentuan pertambangan. "Memang ada perusahaan yang melanggar ketentuan dan kami sudah memberi surat teguran, tetapi tidak digubris.
Nah, dengan adanya kegiatan ini kami merasa terbantu, terutama dalam upaya menegakkan ketentuan pertambangan," kata Mukhtar. Seperti pelanggaran titik koordinat tambang misalnya. Dalam hal ini Disperta pernah menegur pengusaha yang melanggar KP yang telah ditetapkan bersama, tapi setelah ditegur beberapa kali baru dia mengakui kesalahannya.
Meski demikian, kegiatan tambang pada tahap eksplorasi bak sampling memang diizinkan mengangkut batu bara, tetapi hal itu maksudnya untuk perusahaan mereka saja. Jadi, jika ada yang melebihi ketentuan batas bak sampling agar bisa diperjualbelikan, tentunya sudah tidak boleh. Sedangkan mengenai pemindahtanganan Kuasa Pertambangan (KP), hanya bisa dilakukan jika mendapat izin tertulis dari bupati gubernur atau Departemen Pertambangan.
Tentunya, mereka tidak akan sembarangan memberi izin, sehingga mungkin saja pemindahtanganan KP tanpa sepengetahuan pejabat yang berwenang. "Contohnya, si A mendapat KP, tetapi pekerjaan itu dia limpahkan kepada si B. Jika, si B kerjanya tidak benar, siapa yang dimintai tanggung jawab? Tentu saja si A, sebab bupati, gubernur cuma tahu kalau dia memberi KP kepada si A, sedangkan si B mungkin sudah kabur.
Nah, hal itu sangat tidak kita inginkan," harapnya. | |