Tantangan Negara-Negara yang Berbasiskan Sumber daya Alam: Peran Pemerintah (1)
Perdebatan tentang "resource curse" atau "the paradox of plenty" alias kutukan sumber daya alam yang di mulai pada tahun 1980-an masih terus berlangsung sampai saat ini. Perdebatan ini bermula dari munculnya sebuah paradoks bahwa negara-negara yang memiliki kekayaan alam luar biasa,baik itu minyak, mineral, hutan, dll, ternyata kebanyakan kurang berkembang bahkan banyak yang menjadi negara-negara miskin di dunia, sebaliknya negara-negara yang miskin sumberdaya alam banyak yang berkembang menjadi negara maju dan kaya.
Di dalam konteks ini, banyak negara di Afrika, contohnya Angola, yang sering menjadi contoh tentang "the paradox of plenty" ini, sekalipun mereka kaya sumberdaya alam, tapi negaranya di rundung kemiskinan, bahkan perang saudara, separatis, perang suku, penyelundupan, dan sebagainya. Sekalipin demikian sejumlah negara lain yang memang kaya dengan sumber daya alam bahkan menjadi negara makmur, diantaranya Amerika Serikat, Australia, Swedia, Afrika Selatan, Canada, New Zealand, Norwegia, Finlandia, Botswana, bahkan tetangga kita terdekat Malaysia sudah menuju negara yang berkecukupan. Kondisi ini seakan menafikan tesis kutukan sumber daya di atas.
Berkenaan dengan hal ini, sebuah laporan dari UNCTAD berjudul "the Least Developed Countries Report 2009" menyampaikan beberapa bukti bahwa secara empirik boom komoditas memiliki dampak positif pada jangka pendek namun berdampak negatif pada jangka panjang. Kunci penentu apakah sebuah "boom" komoditas khususnya mineral adalah sebuah berkah (blessing) atau kutukan (curse) terletak pada tingkat pemerintahan (governance) yang baik, khususnya pada keberadaan untuk menciptakan sebuah institusi yang cukup baik di dalam menghadapi berbagai tantangan perubahan.
edpraso