Tanito & Baramarta lunasi tunggakan

Tanito & Baramarta lunasi tunggakan

Bisnis, 15 Agustus 2005

 

Bisnis Indonesia JAKARTA: Setelah sepakat membayar sedikitnya 50% dari total tunggakan dana hasil produksi batu bara (DHPB) pada Juli 2005, tidak semua perusahaan menepati komitmennya.

Dari delapan perusahaan yang bermasalah, dua badan usaha diketahui mencicil kurang dari separuh tunggakannya. Sementara dua perusahaan lainnya dipastikan telah melunasi utangnya 100%.

Perusahaan yang tidak dapat memenuhi komitmennya membayar 50% dari total tagihannya a.l. PT Multi Harapan Utama, produsen batu bara yang memiliki wilayah kerja di Tenggarong, Kaltim dan PT Allied Indo Coal. MHU diketahui baru mencicil US$2,5 juta atau hanya 35,3% dari total tunggakannya yang mencapai US$3,26 juta ditambah Rp35,55 miliar.

Sedangkan AIC baru menyetorkan sekitar Rp4,25 miliar atau 21,65% dari seluruh tagihan DHPB yang belum dibayarkannya kepada pemerintah US$1,44 juta ditambah Rp6,20 miliar.

"Ini yang sudah diterima pemerintah melalui kas negara per Juli 2005 sesuai komitmen delapan perusahaan tersebut," kata Direktur Pengusahaan Mineral dan Batubara Ditjen Geologi dan Sumber Daya Mineral Mahyudin Lubis pekan lalu.

Menurut dia, dua perusahaan yang belum memenuhi komitmen membayar 50% tagihan DHPB itu a.l. disebabkan adanya perbedaan perhitungan yang sebelumnya dilakukan pemerintah. Hal itu terjadi pada Allied Indo Coal sehingga diberi pengecualian untuk membayar sekitar 20% dari total tagihannya.

Berbeda dengan PT Multi Harapan Utama, pemerintah akan melanjutkan negosiasi dengan perusahaan yang sebelumnya sempat terancam diterminasi karena tidak ada itikad untuk menyelesaikan tunggakannya.

Selain dua produsen batu bara yang tidak membayarkan separuh tagihannya, dua badan usaha lainnya telah menyelesaikan kewajibannya atas DHPB yang di dalamnya juga termasuk royalti bagian pemerintah dengan kisaran 5%-7%.

Pelunasan tagihan itu dibayarkan oleh PT Tanito dengan menyetorkan US$4,42 juta. Sementara PD Baramarta melunasi tunggakannya yang telah direvisi menjadi US$1,02 juta.

Sementara itu, empat perusahaan lainnya diketahui memenuhi komitmennya membayar 50% tagihan DHPB, a.l. dua anak perusahaan PT Bumi Resources Tbk, yaitu PT Arutmin Indonesia dan PT Kaltim Prima Coal yang masing-masing mencicil tunggakannya sekitar 51,28% dan 55,42% dengan total nilai pembayaran US$51,61 juta.

PT Bahari Cakrawala Sebuku sendiri dipastikan menyetorkan US$2,7 juta atau 51,38% dari utang dana hasil produksinya hingga Juni 2005 yang mencapai US$5,25 juta.

Sedangkan PT Antang Gunung Meratus menutup 66,19% atau sekitar US$678.000 dari seluruh utang DHPB senilai US$1,02 juta.

Total penerimaan negara hingga Juli 2005 dari penyelesaian DHPB dan royalti dari delapan perusahaan batu bara yang terlambat itu mencapai US$62,76 juta atau 53,61% dari total tunggakan yang diperhitungkan hingga Juni lalu US$117,07 juta.

Mahyudin mengatakan sesuai kesepakatan antara pemerintah dan pelaku usaha terkait, tunggakan ini akan diselesaikan seluruhnya pada akhir tahun ini, sehingga diharapkan 2006 tidak ada lagi utang pembayaran dari periode sebelumnya.

"Kan sudah sepakat, kalau mereka [perusahaan] tidak bisa memenuhi komitmennya, kita akan selesaikan itu di departemen keuangan. Ada ditjennya [Ditjen Piutang dan Lelang Negara/ DJPLN]. Royalti itu kan bagian pemerintah, tidak bisa diutang," katanya.

sumber: