Tambang Rakyat Berhenti Operasi
Jumat, 16 Desember 2005 |
Tambang Rakyat Berhenti Operasi Palembang, Kompas - Ribuan tempat penambangan timah inkonvensional yang dikelola masyarakat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berhenti beroperasi. Itu disebabkan keuntungan penambang merosot setelah kandungan timah di kepulauan itu berkurang dan biaya produksi makin mahal sejak harga solar naik. Sejumlah penambang timah di Bangka Belitung (Babel), yang dihubungi Kamis (15/12), mengaku, biaya produksi penambangan timah inkonvensional melambung sejak harga solar industri naik. Harga solar industri yang asalnya Rp 2.700 per liter menjadi Rp 4.740 per liter sejak Juli, kemudian Rp 5.480 per liter pada Agustus. Padahal, penambangan timah rakyat tingkat kecil butuh solar sekitar 40 liter sehari. Menurut Koordinator Asosiasi Tambang Timah Rakyat di Belinyu, Bangka, Budi Johanes (43), lebih dari 1.000 penambang timah inkonvensional di Babel berhenti beroperasi sejak tiga bulan terakhir. Mereka tidak mampu membiayai produksi yang sangat tinggi. Harga timah rendah Biaya produksi untuk usaha tambang skala kecil sekitar Rp 1,5 juta sehari. Modal itu untuk membeli 40 liter solar, upah pekerja, dan sewa alat berat untuk menggali tanah. Harga timah dengan kadar 70 persen saat ini Rp 30.000 per kg. Jika penambang mendapat 50 kg timah sehari, berarti hanya cukup untuk menutup modal. Kami sering dapat timah di bawah 50 kg sehari, kadang 10 kg sehari, kata Budi. Dirhamsah (31), penambang timah lain, mengaku menanam investasi Rp 300 juta untuk penambangan timah sejak beberapa tahun lalu. Tapi, hingga kini, modal itu belum kembali. Sebenarnya kami sering rugi karena timah yang dihasilkan tidak menentu. Kami bertahan karena belum ada pekerjaan lain yang lebih menjanjikan. Kalau rugi terus dan ada kerja lebih baik, kami akan beralih usaha, katanya. (iam) |