Tambang Masa Depan: Jual Bahan Mentah Hasil Tambang Daerah Harus Berkurang (1)

Amanat UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara memang sudah jelas yaitu bagaimana meningkatkan upaya nilai tambah pertambangan melalui proses pemrosesan dan pengolahan hasil tambang. Banyak kalangan yang meragukan hal ini, karena di anggap akan membebani dan memnyulitkan para pengusaha tambang. Namun hal tersebut dalam berbagai kesempatan ditepis oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Termasuk baru-baru ini dalam Seminar Nilai tambah Perehapi ataupun di dalam acar Indonesian Mining Conference and Exhibition 2009 di Kemayoran Jakarta. Menteri ESDM bahakan sebaliknya mengatakan bahwa seharusnya ini dipandang sebagai sebuah peluang atau kesempatan baru yang dapat memberikan banyak kesempatan invstasi, lapangan kerja dan penerimaan negara.

Namun demikian seharusnya ini juga disikapi oleh seluruh daerah di Indonesia. Saat ini diperkirakan ada sekitar 5000 KP yang diterbitkan oleh berbagai propinsi/kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu yang telah masuk tahap produksi sudah lebih dari 600 KP. Memang masih banyak masalah diantara para KP ini, seperti masalah tumpang tindih. Namun hal yang mengemuka saat ini adlah justru tentang produknya yang langsung dijual mentah-mentah. Saat ini ada sejumlah KP nikel, bijih besi dan lain-lain, kesemuanya di jual mentah-mentah.

Terjadinya hal tersebut memang sesuatu yang sulit dicegah. Pertama, itu terjadi ketika otonomi mulai digelar, maka gairah para investor tambang baru, khususnya dari China, India, Korea, Taiwan, Thailand, Malaysia, dll adalah langsung menuju ke daerah mencari barang-barang yang dibutuhkan oleh negara mereka. Pendek kata, permintaan memang tinggi. Ke-dua, para investor ini lalu ditangkap alias bekerjasama dengan pelaku di daerah mulai dari pemilik KP, mediator,petugas pemerintah dll. Maka terjadilah simbiose mutualistis yang saling menunjang satu sama lain. Ke-tiga, maka terbentuklah berbagai KP dengan investor dari mana-mana tersebut, padahal sejatinya KP-KP tersebut seharusnya berpola PMDN,namun ini dapat lolos berdasarkan UU Penanaman Modal Asing dan UU Perusahaan Terbatas yang membolehkan perusahaan asing memiliki saham di perusahaan nasional. 

Maka mengalirlah barang-barang hasil tambang tersebut mentah-mentah ke berbagai negara, karena para investor dari negara asal tersebut memang menginginkan bahan mentah untuk diolah di negaranya masing-masing. Secara tidak sadar para pelaku tambang Indonesia yang disebut tadi telah menjadi agen-agen yang menguntungkan asing. Pemerintah sadar ini adalah sesuatu yang sulit dicegah, karena hukum supply-demand memang demikian. Pasar sudah terbentuk. Sekali pasar terbentuk maka konsekuensinya adalah akan terjadi permintaan terus menerus secara jangka panjang. Hal ini karena pabrik pengolahan  dimana-mana memang membutuhkan pasokan bahan mentah untuk jangka panjang,  bisa mencapai 20-25 tahun bahkan lebnih. 

Memutuskan mata -rantai

Ada sebuah pertanyaan. Bagaimana dengan konsekuensi penerapan UU No 4/2009 khususnya terkait tentang amanat pengolahan harus di dalam negeri. Sebagaimana diketahui KP-KP ini akan ditransfer sedara otomatis menjadi pola IUP agar sesuai dengan UU 4/2009. Setelah itu akan ada pengaturan tentang ekspor  mineral dan batubara. Permasalahannya adalah apakah pasar ini akan terhenti dengan satu peraturan tersebut mengingat pasar sudah terbentuk dan ini sudah merata menyebar di seluruh daerah. Agen-agen dari tiap negara yang membutuhkan tersebut juga terus menjaga keamanan pasokan yang ada ini.

Tantangannya adalah dari dua sisi, pertama bagaimana menyiapkan fasilitas pengolahan untuk KP-KP yang tersebar di berbagai daerah tersebut dan ke-dua sejauh mana sektor industri dapat bergerak untuk mengantisipasi dan menyerap hasil produksi dan pengolahan dari KP-KP ini. Bila produk pengolahan tambang itu tidak diserap maka itu juga percuma saja bila tidak diserap oleh dalam negeri. Seperti kejadian timah. Timah di Bangka sudah diolah dan diproses sehingga menjadi logam timah dengan kadar sekitar 99%. Namun tidak ada industri dalam negeri yang menyerap itu, maka logam itu itu mengalir ke Singapura. Kantor berita Antara menmberitakan bahwa eskpor timah dari Bangka Belitung selama periode Januari-Agustus 2009 ke Singapura mencapai angka 585,21 juta dollar Amerika atau 90,28% dari total ekspor timah pada periode tersebut.  

edpraso\"Frown\"

sumber: