Sungai Dipindahkan untuk Tambang Batu Bara

Selasa, 27 September 2005

Sungai Dipindahkan untuk Tambang Batu Bara

Samarinda, Kompas - Untuk memenuhi permintaan bahan tambang batu bara alur Sungai Samurangau, salah satu anak Sungai Kandilo di Kabupaten Pasir, Kalimantan Timur, akan dipindahkan. Adapun badan sungai yang lama akan dikeringkan dan dijadikan areal tambang batu bara.

Kegiatan tambang batu bara di sejumlah daerah di Provinsi Kaltim semakin merusak lingkungan. Karena, selain banyak bekas tambang yang tidak direklamasi, dalam kegiatannya mereka juga banyak melakukan perusakan lingkungan.

Bupati Pasir Ridwan Suwidi di Samarinda, Kaltim, Senin (26/9), mengakui adanya izin pengalihan aliran sungai itu. Namun, izin ini sudah diberikan sebelum dirinya menjabat sebagai bupati.

�Izin tersebut akan kami cabut, tapi sebelumnya akan kami pelajari dulu apakah izin tersebut bertentangan dengan peraturan- peraturan lainnya. Jika memang bertentangan, akan langsung dicabut,� katanya.

Menurut Suwidi, salah satu perusahaan tambang batu bara di Pasir telah mengajukan izin mengalihkan aliran sungai untuk melakukan kegiatan penambangan di sungai itu. Dia juga mengatakan, daerah aliran Sungai Kandilo merupakan kawasan yang sangat penting bagi ribuan warga masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut. Akibat penambangan batu bara, kini aliran sungai rusak.

�Banyak warga yang tinggal di sekitar sungai tersebut dan juga di sekitar anak-anak sungainya yang menggantungkan hidup dari keberadaan sungai itu,� ujar Suwidi.

Perusakan lingkungan di kegiatan pertambangan ini makin tahun makin parah, termasuk di antaranya adalah penambangan ilegal yang tidak menerapkan praktik-praktik penambangan yang baik.

Dalam pertemuan Majelis Perguruan Tinggi Negeri Seluruh Indonesia di Banjarmasin, Senin, terungkap bahwa pertambangan batu bara dalam 10 tahun terakhir meningkat 10 juta ton per tahun. Produksi 2004 mencapai 132,4 juta ton dan diprediksi tahun 2020 produksi batu bara Indonesia mencapai 450 juta ton per tahun.

Dari kerugian negara akibat kegiatan ilegal di sektor batu bara setiap tahun Rp 6 triliun. Ironisnya, masyarakat yang hidup di kawasan pertambangan semakin termarjinalkan. Banyak masyarakat di sekitar kawasan pertambangan yang miskin, sementara kepedulian perusahaan hampir tidak ada. (FUL/RAY)

sumber: