Sumber Daya Alam Belum Bermanfaat

Sumber Daya Alam Belum Bermanfaat

Banjarmasinpost, 16 November 2005

KITA mestinya tergugah oleh pernyataan terbuka Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang bahwa selama ini tak satu pun Sumber Daya Alam (SDA) di Kalteng yang bermanfaat bagi masyarakat setempat (BPost, Selasa, 15/11 halaman 14).

Apa yang terjadi, sebetulnya? Tentu gubernur tidak bermaksud mencari sensasi dengan pernyataan mengejutkan demikian. Jika benar, patutlah ini menjadi pertanyaan besar.

Apalagi, Kalteng berdasarkan hasil pemetaan dengan ketelitian semi mikro memiliki berbagai bahan galian. Wilayah beriklim tropis lembab dan panas ini mempunyai sumber bahan galian vital (seperti gas bumi, batu bara, emas dan intan) hingga bahan galian golongan C berupa zirkon, kristal kuarsa, batu gamping, pasir kwarsa, lempung, kaolin, andesit, basal dan granit (Kalteng.go.id).

Hasil tambangnya yang menonjol adalah emas dan batubara. Sampai tahun 1999 tercatat 28 buah Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan 15 buah Kontrak Karya (KK) di bidang pertambangan emas.

Tentu jadi pertanyaan, sebegitu besar potensi SDA-nya kok dinilai belum bermanfaat bagi rakyat setempat?

"Saya tidak malu mengatakan dan saya yakin tidak ada satu pun yang malu menyatakan ini. Tidak ada satu pun potensi yang bagus dan bermanfaat untuk rakyat propinsi Kalteng," kata Teras saat pertemuan dengan pelaku usaha tambang di Palangka Raya, Senin (14/11).

Teras mengaku mengungkapkan masalah tersebut setelah melihat kenyataan yang ada di lapangan. Ia menyatakan, dirinya siap beradu argumen akademis maupun argumentasi-argumentasi angka soal apakah memang benar SDA di Kalteng untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Kalteng.

"Saya katakan tidak. Dan saya siap 24 jam melayani perdebatan ini dengan beradu argumen. Luas daerah Kalteng 1,5 kali luas Pulau Jawa, tapi tak satu pun memberi manfaat bagi kemakmuran masyarakat," tandasnya.

Sebagian acuan lagi, ia memperlihatkan perbandingan APBD sejak 2000 sampai 2005, yang terbesar adalah APBD 2004 sebesar Rp521.300.000.000. Dari jumlah tersebut, PAD propinsi ini menyumbang pendapatan senilai Rp120.070.657.269, sementara sisanya berasal dari dana perimbangan maupun alokasi umum serta bagi hasil. PAD itupun sebagian besar bersumber dari pajak daerah, yaitu dari pajak kendaraan bermotor Rp7 miliar lebih, laba usah daerah Rp2,9 miliar serta lain-lain seperti jasa giro Rp13,2 miliar.

Lalu mana kontribusi SDA, terutama emas dan batu bara yang menimbulkan persoalan di mana-mana? Menurut data pemprov Kalteng, selama 2004 hanya Rp50 juta yang disumbangkan sektor tersebut kepada PDA.

Kalau demikian, siapa yang menikmati manis lezatnya SDA di Kalteng? Menurut orang nomor satu di Bumi Tambun Bungai itu, pemerintah pusat dan pihak lain di luar Kaltenglah yang selama ini memetik manfaatnya, bukan masyarakat setempat.

Mungkin terdengar klasik. Tetapi bukan alasan lalu persoalan ini diremehkan. Apalagi SDA bukan hanya menyangkut PDA. Terutama sumberdaya mineral merupakan sumber daya alam yang tak terbaharui (non-renewable resource). Sekali dikeruk, ia tidak akan dapat pulih atau kembali ke keadaan semula.

Ekses dari ketidakbijakan dalam pemanfaatan dan pengelolaannya sungguh sangat merusak terhadap lingkungan hidup, kehidupan sosial, ekonomi, budaya masyarakat adat maupun budaya masyarakat lokal. Fakta yang terjadi di lapangan sungguh nyata sekali.

Tetapi yang kita tunggu-tunggu adalah tindakan selanjutnya dari gubernur. Aksi yang riil, bukan sekadar retorika. Kalau tidak, maka kita kembali melihat persoalan ini menjadi biasa-biasa, seperti kebiasaan kita juga.

sumber: