STP harus perhatikan model sedimen

BOGOR (Bisnis): Uji kelayakan penempatan tailing di bawah laut (submarine tailing placement/STP) perlu mempertimbangkan model sedimen dan hidrodinamika air laut, kata satu ahli.

Ahli teknik kelautan Institut Teknologi Bandung (ITB) Muslim Muin menuturkan uji itu dapat memperhitungkan sebaran limbah tambang emas sehingga memperkecil dampak negatif berupa kerusakan lingkungan dan penurunan kualitas air laut.

"Kelayakan STP dapat dikaji sebelum metode ini dilakukan dengan memperhitungkan sedimen dan hidrodinamika laut sehingga dampak konsentrasi logam berat bisa diperkirakan," ujarnya dalam workshop pengelolaan tailing dan kelayakan STP di Bogor, Sabtu lalu.

Hal itu diungkapkannya menyusul kasus pencemaran di Teluk Buyat yang diduga terjadi akibat pembuangan limbah tersebut di perairan setempat sehingga mengganggu kesehatan lingkungan dan warga sekitar.

Menurut Muslim, dampak pembuangan tailing dapat terjadi a.l berupa sedimentasi, konsentrasi logam berat, dan kekeruhan air laut (turbidity). Selain itu, lanjutnya, biota laut dipastikan terganggu dengan timbunan limbah itu.

"Jadi penyebarannya harus diperhitungkan agar dampak tailing tidak menyebar luas dari farfield [lokasi penempatan]. Ini juga perlu memperhatikan tingkat jet dan buoyance di nearfield [ujung pipa buangan]."

Selain itu, tambah dia, penyebaran tailing juga dipengaruhi arus laut yang dinamis, karakteristik tailing, dan perbedaan densitas sehingga uji kelayakan STP memerlukan pengukuran arus laut.

Di lain pihak, peneliti Balai Teknologi Survei Laut Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Ikhsan Budi Wahyono mengungkapkan teknologi kelayakan STP di Indonesia perlu dikaji kembali.

"Peraturannya secara khusus [di Indonesia] mengenai STP di perairan atau laut dalam belum ada sampai sekarang," tuturnya.

Dia memaparkan selama ini izin STP yang diberikan pemerintah kepada PT Newmont Minahasa Raya (NMR), PT Newmont Nusa Tenggara, dan PT Meares Soputan Mining, didasarkan pada studi amdal. (06)

 

sumber: