Stop, Sampai Status Hukumnya Jelas

Menyusuri Aktivitas Tambang Di Areal HTI (2-Habis)
Stop, Sampai Status Hukumnya Jelas

Banjarmasinpost, 18 Januari 2006

 

SELAIN minimnya kontribusi bagi PAD HSS dan dampak kerusakan lingkungan yang sudah dirasakan penduduk, aktivitas penambangan batu bara juga menimbulkan berbagai persoalan baru. Berbagai pihak mengusulkan agar aktivitas itu dihentikan, sambil menunggu adanya kepastian hukum mengenai status lahannya.

Ketika PT Dwima Intiga (DI) hengkang dari kawasan HTI, setumpuk masalah langsung menghadang. Begitu juga dengan kegiatan pertambangan yang kelak melibatkan Perusahaan Daerah Sasangga Banua (PDSB) ini. Sistem penambangan yang kemudian merangkul mitra dari Koperasi Unit Desa (KUD) di sekitar lokasi tambang belum menyelesaikan persoalan.

Pekan lalu puluhan pengemudi truk batu bara yang pusing lantaran PT AGM belum membayar utang sebesar Rp800 juta plus Rp1,2 M untuk mitra penambang, beramai-ramai mendatangi perusda minta masalah mereka dibereskan.

Persoalan yang tak kalah pentingnya dan mestinya harus diprioritaskan yakni soal izin alihfungsi kawasan HTI menjadi areal eksploitasi penambangan batu bara dari Menteri Kehutanan, juga masih belum ada kejelasannya. Tanpa adanya izin Menhut, bisa dikatakan aktivitas penambangan di sana ilegal.

Persoalan tumpang tindih lahan tambang dan kehutanan di HSS mencuat, menyusul terbongkarnya aktivitas penambangan batu bara PT AGM di kawasan HTI PT DI yang dilakukan mitra usahanya KUD. Padahal izin alihfungsi kawasan dari Menhut masih belum ada.

Aktivitas PT AGM melalui mitra KUD dan masyarakat setempat ternyata hanya berdasarkan rekomendasi dari pemda setempat. Setelah pihak kepolisian turun tangan pada Desember 2005 lalu, pemkab buru-buru mengeluarkan surat edaran menghentikan aktivitas penambangan di kawasan bermasalah itu.

Namun, berdasarkan pemantauan BPost, meskipun pemda sudah mengeluarkan larangan, aktivitas penambangan batu bara di sana tetap berlangsung.

Memang sebagian kecil masyarakat yang terlibat dalam aktivitas penambangan, mengakui kegiatan itu sedikit banyak cukup memberikan kontribusi. Namun, sebagian lagi malah bingung ketika ditanya manfaat penambangan dan keberadaan HTI bagi mereka.

"Untung kah buntungkah, yang jelas bayari dulu hak kami. Dulu saat HTI, kami juga tidak terlalu banyak diuntungkan," tutur seorang warga dengan dialek bahasa daerah yang kental kepada BPost.

Persoalan yang cukup mendasar saat ini, selain carut marutnya penambangan, minimnya kontribusi pertambangan bagi daerah diakui pihak Dispenda HSS dan Distamben. Kedua institusi ini tak menampik jika kewajiban industri pertambangan untuk menyokong Pendapatan Asli Daerah (PAD) belum terpenuhi.

"Pada 2005 lalu misalnya, mulai Februari hingga Desember target 45 persen tidak tercapai, bahkan nihil," aku wakil dari Distamben, Makmur.

Para wakil rakyat HSS di DPRD pun tak kalah geramnya dengan carut marutnya pertambangan di HSS. PT AGM malah pernah diusulkan ‘dipecat’ dan Perusda disarankan untuk menyelamatkan diri dengan melakukan penganekaragaman usaha, tidak sekadar batu bara.

Pemkab setempat bahkan sudah melakukan terobosan mengganti batu bara dengan serangkaian program pengembangan perkebunan kelapa sawit, kakau dan jenis tanaman lainnya. Perkembangan terakhir, DPRD berniat membentuk Panitia Khusus (Pansus) HTI demi menyelamatkan PAD.

Soal tumpang tindih perizinan lahan tambang dan kehutanan, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel meminta pemkab menghentikan sementara pertambangan di sana, sambil menunggu status hukumnya terlebih dahulu.

"Kalau statusnya sudah jelas, akan kelihatan akan kelihatan kewajiban PT AGM terhadap lingkungan seperti apa," kata Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Berry Nahdian Furqan.

Pihak PT AGM tetap menginginkan solusi yang tidak merugikan semua pihak. Soal pengurusan izin pinjam pakai kawasan, menurut General Affairs PT AGM Mastur, pihaknya sudah mengurus perizinannya sejak 2004 lalu. "Sampai sekarang kami belum mengantonginya. Padahal, sudah sejak 2004 kami urus izin pinjam pakai tersebut," jelas Mastur beberapa waktu lalu.

Bupati HSS HM Safii, ketika ditemui pada acara Silaturahmi dengan Kapolda Kalsel, di Kandangan, Minggu (15/1) lalu, tidak mau memberikan komentar banyak mengenai solusi tumpang tindih izin penambangan di sana.

Padahal, Kapolda Kalsel Brigjen Pol Halba Rubis Nugroho menyatakan, polisi akan mengusut persoalan tersebut. Sementara DPRD HSS juga akan membentuk pansus HTI demi menyelamatkan PAD.

Lebih bijaksana menghentikan sementara aktivitas penambangan batu bara, sambil menunggu status hukumnya jelas. Paling tidak aktivitas kerusakan lingkungan sudah bisa dihentikan, walaupun hanya untuk sementara.

sumber: