Spam mulai diperhatikan

Spam mulai diperhatikan

Bisnis, Kamis, 25/08/2005

 

Bisnis Indonesia JAKARTA: Pemerintah mulai memandang pentingnya peraturan untuk mengatasi serangan surat elektronik sampah (spam) di antaranya dengan mendorong pengesahan RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) oleh DPR serta menggalang kerja sama di kawasan Asia Pasifik untuk menangkal spam.

Spam secara umum didefinisikan sebagai e-mail komersial yang tidak diinginkan dalam volume besar. Sebuah e-mail disebut spam jika tidak ada relevansinya dengan identitas dan konteks penerima, sementara penerima tidak merasa mengizinkan kiriman e-mail tersebut.

Saat ini spam berkembang menjadi masalah besar bagi pengguna Internet dan pengelola situs serta dapat mengancam fungsi jaringan.

Sejumlah kalangan dari kalangan praktisi dan penyelenggara jasa Internet (PJI) berpendapat spam bisa menghabiskan 95% kapasitas bandwidth server e-mail korporasi mengingat 70%-80% surat elektronik yang beredar merupakan sampah.

Dirjen Pos dan Telekomunikasi Depkominfo Basuki Yusuf Iskandar, mengatakan pemerintah akan mendorong pemahaman yang lebih mengenai pentingnya keamanan jaringan dan bahaya yang ditimbulkan oleh spam serta menggalang kerja sama antarnegara Asia Pasifik dalam hal tukar-menukar informasi.

"Beberapa masalah yang ditimbulkan spam a.l. terbuangnya bandwidth jaringan secara percuma sebagai akibat meningkatnya trafik dalam Internet, menyebarnya virus dan hilangnya privasi dari pengguna," ujarnya dalam Symposium on Network Security and Spam belum lama ini.

Untuk itu pemerintah terus mendorong agar RUU ITE segera dapat memperoleh prioritas pembahasan serta berjanji menerbitkan peraturan antispam.

Dalam urusan penangkalan spam dan keamanan jaringan, pemerintah telah memiliki Indonesia Security Information Respond Team (ID-SIRTI), yaitu suatu badan dalam lingkungan Ditjen Postel yang dipimpin oleh Dirjen Postel dan terdiri dari unsur-unsur kepolisian, kejaksaan, APJII, FTII, Bank Indonesia, Asosiasi Kartu Kredit, dan instansi lainnya yang berkaitan dengan transaksi elektronik.

Pemerintah saat ini tengah menyusun peraturan mengenai kejahatan spam yang akan memberikan hukuman bagi penyebar spam.

Internasionalisasi penyelesaian masalah keamanan jaringan dan bahaya spam adalah wajar karena PBB sendiri pada Juli 2005 telah menerbitkan suatu laporan yang di antaranya merekomendasikan suatu usaha yang digalang secara global untuk mengatasi spam.

Dorongan PBB ini di antaranya didasari oleh suatu kenyataan bahwa Inggris yang telah memiliki UU Anti Spam masih sangat kewalahan dalam menghadapi spam.

Oleh Arif Pitoyo

sumber: