Seminar tentang Buyat Tak Hasilkan Kesimpulan Baru

Manado, Kompas - Seminar dan lokakarya "Kontroversi Ilmiah Kasus Teluk Buyat" yang diselenggarakan Universitas Sam Ratulangi di Manado, Sabtu (21/8), tidak menghasilkan kesimpulan yang lebih maju. Rumusan tim pengarah menyimpulkan bahwa kandungan logam berat merkuri (Hg) dan arsen (As) di perairan maupun pada biota di Teluk Buyat dan Teluk Totok masih di bawah ambang batas yang diizinkan.

Seminar yang dihadiri sekitar 300 peserta, dibagi dalam tiga sesi penyajian makalah. Empat makalah utama disampaikan pada sesi pertama, masing-masing dari Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, dan PT Newmont Minahasa Raya (NMR). Tim Pusat Laboratorium Forensik Kepolisian Negara RI yang dijadwalkan berbicara pada sesi ini tidak hadir.

Tim pengarah yang diketuai Rektor Unsrat Prof Dr Ir LW Sondakh MEc dalam kesimpulannya menyatakan, belum cukup bukti yang kuat untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab atas masalah Buyat. Namun demikian, menurut tim pengarah, hasil penelitian masing-masing bidang dapat menjadi dasar untuk memproses kasus Buyat secara hukum di pengadilan.

Dari aspek kesehatan masyarakat, disimpulkan bahwa penyakit yang diderita masyarakat Buyat, menunjukkan tipikal penyakit yang juga ditemukan pada daerah lain, terutama di wilayah pesisir dengan sanitasi yang tidak memadai dan taraf ekonomi masyarakat yang rendah.

Hasil penelitian Fakultas Kedokteran Unsrat dan Rumah Sakit Umum (RSU) Prof dr RD Kandou menyebutkan, tidak ditemukan tanda-tanda keracunan merkuri maupun arsen. Tumor kulit yang ditemukan adalah tumor jinak yang merupakan pertumbuhan berlebihan tetapi tidak berbahaya.

Menjadi referensi

Sondakh mengakui, seminar tersebut tidak memberi kontribusi secara langsung terhadap penyelesaian masalah lingkungan dan kesehatan di Teluk Buyat. Namun, menurut dia, forum ilmiah itu telah memberi ruang kepada para peneliti untuk memaparkan hasil penelitiannya secara transparan.

"Dengan tukar-menukar informasi secara transparan akan diperoleh gambaran di mana letak titik-titik yang dapat dipertemukan persepsi dari hasil penelitian mereka," kata Sondakh menambahkan.

Ia menambahkan, hasil seminar itu dapat menjadi referensi untuk melakukan penelitian lanjutan, serta dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan. Unsrat akan mengolah hasil seminar sehari itu menjadi suatu proceeding (laporan) dan buku.

Kesimpulan tim pengarah seminar searah dengan kertas disposisi PT NMR yang dibagikan kepada peserta. PT NMR menyebutkan, secara keseluruhan tidak terdapat bukti ilmiah yang menyatakan bahwa kegiatan pertambangan di daerah Minahasa telah mengakibatkan ekosistem biologis Teluk Buyat terkontaminasi merkuri maupun arsen.

Dalam hasil penelitian PT NMR, dijelaskan bahwa mutu air laut tidak akan terpengaruh oleh adanya interaksi dengan tailing yang terendapkan. Karena itu, meski terdapat konsentrasi merkuri dan arsen dalam padatan tailing, tidak akan berdampak terhadap mutu air laut.

Analisis berbeda dipaparkan Markus T Lasut, ahli toksikologi dan manajeman kawasan pesisir dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat. Hasil penelitian Lasut menyimpulkan bahwa merkuri terakumulasi pada lingkungan perairan Teluk Buyat (sedimen dan biota) dalam berbagai tingkat konsentrasi, termasuk pada masyarakat Buyat Pente.

Lasut memaparkan, dari kenyataan bahwa merkuri dapat ditemukan di dalam tailing yang akan dibuang, bahkan dalam tailing (padat dan larutan) yang telah melalui proses detoksifikasi sebelum dilepas ke perairan, maka Teluk Buyat mengalami peningkatan konsentrasi merkuri pada sedimen (pantai dan laut).

sumber: