Seminar Peningkatan Nilai Tambah Industri Pertambangan Oleh PERHAPI
Jakarta—Pada hari Rabu (7/10) telah diadakan seminar dan workshop dengan tema “Peluang dan Tantangan Dalam Industri Nilai Tambah Mineral dan Batubara Indonesia” di Hotel Ritz Carlton, Jakarta yang diadakan oleh Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI). Acara tersebut dihadiri oleh peserta dalam negeri maupun luar negeri, serta menghadirkan pembicara baik dari dalam maupun luar negeri. Diadakannya acara ini sebagai bentuk kepedulian PERHAPI terhadap peningkatan nilai tambah Industri Pertambangan Indonesia.
Seminar dan Workshop tersebut dibuka oleh Dr. Ir. Simon.F.Sembiring selaku staf khsusus pertambangan dalam hal ini mewakili Menteri ESDM. Dalam sambutannya Simon F. Sembiring menyatakan bahwa nilai tambah produk pertambangan sekarang ini telah menjadi isu nasional yang sangat strategis dan isu ini harus dijadikan suatu visi. “tentunya dengan demikian kita perlu untuk bekerja keras agar visi ini menjadi kenyataan” Jelas Simon.F.Sembiring
Memang UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah mengamanatkan pada pasal 103 ayat 1 yang berbunyi “Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUPK Khusus Operasi produksi wajib melakukan pengolahan dan pemrunain hasil penambangan di dalam negeri”. Begitu juga dengan pasal 170 ayat 1 “Pemegang Kontrak Karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaiamana dimaksud dalam pasal 103 ayat 1 selambat-lambatnya 5 tahun sejak undang-undang ini diundangkan”.
Saat ini Indonesia lebih banyakmengekspor dalam bentuk bahan mentah (raw material) sehingga keuntungan yang lebih besar dari upaya nilai tambah atas produk pertambangan masih dinikmati oleh negara lain. Karena itu dengan kewajiban terhadap pemurnian dan pengolahan hasil tambang diharapkan dapat mengoptimalkan penerimaan negara, senada dengan hal tersebut Simon F Sembiring menjelaskan bahwa “kuncinya sekali lagi adalah mengembangkan nilai tambah produk pertambangan”.
Simon.F.Sembiring memberikan illustrasi tentang pemanfaatan produk baja yang menjadi penggerak industri lainnya, seperti elektronik, pertahanan, kesehatan, otomotif,dll.Konsumsi baja Indonesia 26,1 kg/kapita, angka ini masih jauh lebih rendah dari malaysia 278 kg/kapita, Japan 648,5 kg/kapita, filipina 33,9 kg/kapita dan vietnam 92,1 kg/kapita.
Pada penjelasan lain, Simon F Sembiring telah menjabarkan beberapa hal penting didalam upaya peningkatan nilai tambah produk pertambangan. Pertama, peningkatan nilai tambah membutuhkan investasi yang cukup besar. Kedua, Adanya jaminan jangka panjang untuk kebutuhan investasi nilai tambah produk pertambangan. Ketiga, Pemilihan teknologi yang tepat guna dan efisien, serta Keempat adalah ketersediaan dan kemampuan Sumber Daya Manusia.
Industri pertambangan yang merupakan salah satu pionir dalam industri pembangunan ekonomi Indonesia harus terus ditingkatkan pembangunannya khsusunya setelah dikeluarkannya UU No.4/2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta adanya kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, sehingga mampu memberikan kontribusi yang optimal dalam perekonomian Indonesia secara keseluruhan dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“ini bukanlah tugas yang mudah. Kita harus membuat perencanaan yang sangat baik, berkoordinasi dan bekerjasama dengan berbagai departemen, organisasi dan seluruh pihak yang bekepentingan dibidang Pertambangan agar mampu mewujudkan cita-cita ini” Simon.F.Sembiring mengemukakan dalam akhir sambutannya.
Sukses untuk Seminar dan workshop “Peluang dan Tantangan Dalam Industri Nilai Tambah Mineral dan Batubara Indonesia”. Maju Industri Pertambangan Indonesia.
Benny