Seharusnya, Tambang di Tengah Kota Sudah Masuk Peta
BANJARBARU ,- Joko Hadiono, Kepala Dinas Pertambangan dan Lingkungan Hidup pantas dimarah. Lagi pula, keberadaan tambang di tengah kota – tanpa terendus pihak Pemkot – merupakan pukulan telak bagi dinas yang dipimpinnya. Apalagi, jika Joko pada pemberitaan sebelumnya, mengaku kalau dirinya sebenarnya sudah tahu dari awal – sejak 2 bulan lalu – keberadaan tambang di tengah kota tadi, namun tidak melakukan tidakan yang berarti, itu justru lebih parah lagi.
Ada yang mencurigai, kalau Joko itu sebenarnya tidak tahu, hanya saja dia berpura-pura tahu banyak. “Kalau dia benar-benar tahu soal itu, seharus tempat tadi dimasukkan ke dalam peta lokasi-lokasi pertambangan, dan yang pasti lokasi itu harus selalu diawasi,� kata Direktur LSM Rindang Banua Kalsel, HR Budiman.
Bila pun Joko ternyata benar-benar tahu, sebagai pimpinan di sebuah dinas teknis yang mewenangi pertambangan dan lingkungan hidup, seharusnya dia memerintahkan stafnya, atau berkoordinasi dengan pihak lain untuk mengambil tindakan.
“Seketika dia mendapatkan laporan, saat itu pula dia harus bergerak, dan segala temuan tadi harus diungkap ke publik, karena masyarakat amat berkepentingan tahu tentang itu,� kata Budiman lagi.
Sedangkan yang dilakukan Joko, jangankan diungkap ke publik, walikota yang jadi atasannya saja tidak diberinya laporan. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Walikota Banjarbaru Rudy Resnawan marah besar ke Joko ketika mengetahui ada tambang di tengah kota tepatnya di Jl Guntung Rambai RT 03 RW II Kelurahan Loktabat Selatan Kecamatan Banjarbaru atau belakang Hotel Banjar Permai. Joko memang mengakui keteledorannya karena tidak melaporkan langsung adanya pertambangan liar itu, namun tidak mau dikatakan kecolongan. Mati-matian dia membantah kalau dirinya tidak pernah kecolongan.
“Ttu bukan kecolongan namanya, sebab dua bulan lalu sudah kami tertibkan, tapi penambang lain datang lagi,� ujarnya beralasan.
Pernyataan Joko barusan malah membuka front baru. “Jika ceritanya begitu, ada kemungkinan kasus-kasus lain sebelum itu seperti kasus IPAL SSU (Sarikaya Sega Utama), atau kasus limpasan air bandara juga tidak tuntas,� ujar Budiman lebih lanjut. Alasannya, hingga sekarang kasus-kasus – yang katanya – ketika itu sudah dalam tahap penyelesaian Distam-LH hingga sekarang tak lagi terdengar kabar beritanya. (ram)