Segera Dibentuk Tim Khusus Bahas Masalah Freeport

Segera Dibentuk Tim Khusus Bahas Masalah Freeport

Kompas, 26 Januari 2006

JAKARTA - DPR dalam waktu dekat segera membentuk Tim Khusus untuk membahas masalah PT Freeport Mc Moran (Freeport) di Papua. Tim itu akan memantau di Freeport dan sekitarnya. Demikian dikatakan Ketua DPR, Agung Laksono dalam seminar yang bertema, "Penegakan Hukum bagi Koruptor Sejati" di Jakarta, Selasa (24/1).

Pernyataan Agung menanggapi anjuran mantan Ketua MPR, Amien Rais, yang mengatakan, DPR sebaiknya membentuk tim kecil, sebagai tim fact finding antar fraksi dan meminta izin Freeport untuk melakukan pemantauan di pertambangan Freeport yang misterius itu. Dengan itu DPR dapat menjadi saksi mata apa yang terjadi di sana.

Agung mengatakan, untuk membahas masalah Freeport harus hati-hati sebab keberadaan Freeport, termasuk perpanjangan masa kontraknya merupakan perjanjian internasional. "Kita harus hat-hati, sebab kalau tidak akan bermasalah dengan investasi ke negara kita," katanya.

Menurut Amien, tim kecil DPR itu sebaiknya disertai dengan Menteri Pertambangan dan Energi, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten serta DPRD setempat (Papua) dan wartawan. Setelah pemantauan itu dapat diambil sikap yang jelas tentang masa depan Freeport. Bila berbagai pelanggaran hukum dan kerusakan lingkungan hidup yang ditimbulkan Freeport dapat dibedah secara jelas, Indonesia akan memperoleh banyak keuntungan.

Dikatakan, Freeport telah melakukan tiga kejahatan. Pertama, telah terjadi pembunuhan sistematik terhadap lingkungan hidup di sekitar daerah pertambangan. Di samping sebuah gunung sudah lenyap dan puncak salju di gunung tertinggi di rangkaian pegunungan Jaya Wijaya sudah meleleh, pembuangan tailing dan waste (ampas) pertambangan telah menyebabkan tanah sekitar 230 km2 hancur total.

Kedua, tambahnya, kejahatan penjarahan kekayaan bangsa. Pemerintah Indonesia tidak pernah tahu, berapa ribu ton volume konsentrat emas, perak, tembaga yang dijarah Freeport selama puluhan tahun. Konsentrat itu digelontorkan lewat pipa sepanjang sekitar 100 km dari pusat pertambangan di Grasberg langsung ke pelabuhan Amamapare di Laut Arafuru.

Di sana kapal-kapal besar telah menunggu dan menggotong ribuan ton konsentrat itu, entah ke mana selama puluhan tahun. Jadi sekian persen royalti yang diterima Indonesia merupakan persentase jumlah yang Indonesia sendiri tidak tahu. "Apa pun kata Freeport, kita harus percaya dan menerima, titik. Lantas apa bedanya dengan zaman kolonial?" katanya.

Ketiga, Amien yakin Freeport juga melakukan penggelapan pajak. "Saya tidak punya bukti berupa fakta dan angka," katanya, seraya menambahkan, tahun 1997 ia mengkritik, ada keanehan Freeport dalam membayar pajak. Dimana pada tahun itu Freeport hanya menempati urutan belasan, jauh di bawah PT Gudang Garam. Akan tetapi tahun berikutnya Freeport langsung menjadi pembayar pajak nomor satu.

Selain itu, katanya, manfaat Freeport bagi masyarakat Papua sendiri hampir tidak ada. Kota Tembagapura adalah sebuah kota indah di pinggiran pusat pertambangan, bagaikan kota kecil di Amerika yang ditanam di Papua. Tetapi masyarakat Papua di Banti, sekitar 10 km dari Tembagapura masih hidup seperti di zaman batu. Laki-laki pakai koteka, perempuan pakai rumbai-rumbai.

"Suatu kenyataan yang menerangkan, mengapa sebagian rakyat Papua ingin berontak terhadap Jakarta," katanya.

Wakil Ketua Komisi VII DPR, Sonny Keraf mengatakan, Komisi VII telah membentuk Panitia Kerja (Panja) masalah Freeport. "Kita sudah membentuk Panja untuk masalah ini. Saya minta semua pihak mendukung langkah kami," katanya.

Dikatakan, keberadaan Freeport selain merusak lingkungan hidup dan menghabiskan kekayaan alam, juga membawa pengaruh terhadap kesehatan masyarakat serta merusak tatanan budaya masyarakat setempat.

sumber: