Santunan Adaro Ditolak

 

Banjarmasinpos, 4 Maret 2004 - Perseteruan antara PT Adaro Indonesia dengan warga Desa Pulau Ku’u dan Desa Tamiang, Kecamatan Tanta Tabalong yang menuntut ganti rugi atas tercemarnya lahan mereka, belum juga berakhir. Santunan PT Adaro sebesar Rp75 juta untuk masing-masing desa, ditolak warga.

Pihak PT Adaro mengklaim, dari ratusan warga desa yang sempat menutup jalan tambang ke Pelabuhan Klanis, ada yang setuju dengan santunan tersebut. Namun mereka tak bisa memutuskan, lantaran warga lain ngotot menuntut ganti rugi per kepala keluarga.

Perusahaan batu bara ini tetap pada keputusan, tidak bersedia memberi ganti rugi kepada 720 KK pemilik lahan, lantaran mengacu hasil penelitian Bapedalda Tabalong, tidak ada lahan warga yang tercemar.

"Bahkan dengan niat baik, kami bersedia memberikan bantuan berupa proyek kesejahteraan desa bekerja sama dengan Pemkab Tabalong. Untuk semua desa yang berada di lintasan angkutan batubara Adaro," ujar Humas PT Adaro Yunizar Andriansyah, kemarin.

Meski muncul khabar bahwa warga akan kembali melakukan aksi blokade jalan tambang, namun Adaro akan konsisten dengan keputusan tersebut. Apalagi Pemkab Tabalong maupun dewan tak berani menjamin, persoalan serupa tidak terulang lagi di masa mendatang.

"Kalau Adaro memenuhi tuntutan warga desa Pulau Ku’u dan Desa Tamiang, siapa yang berani menjamin aksi serupa tidak akan terjadi lagi di jalan Adaro. Pihak Pemkab Tabalong maupun dewan sendiri menyatakan tidak berani menjamin hal tersebut," ujar Andriansyah.

Andai ada pihak yang berani menjamin tidak akan ada lagi aksi unjuk rasa di jalan milik PT Adaro, Andriansyah mengatakan, tuntutan warga akan dipertimbangkan.

Soal kecemburuan warga kedua desa tersebut dengan Desa Lajar dan Murung Binjai di Balangan, diakui Andre --panggilan Andriansyah-- merupakan kesalahan Pemkab Balangan yang salah komunikasi.

Terpisah salah satu warga Desa Pulau Ku’u, Masjaya mengatakan, secara pribadi dia bisa menerima keputusan Adaro memberi santunan uang kepedulian Rp75 juta untuk masing-masing desa. "Dana itu bisa digunakan untuk penyelesaian pembangunan mesjid di Desa Pulau Ku’u. Tapi karena warga yang menuntut ganti rugi ratusan orang, maka terjadi perbedaan pendapat dan hingga kini belum ada kesepakatan," jelasnya.

Sebagai salah satu pemilik lahan yang tercemar, Masjaya hanya bisa menunggu kesepakatan dari para wakil masyarakat desa dengan pihak perusahaan. "Saya hanya bisa menunggu hasilnya," singkat petani karet ini.

sumber: