Saham Inco Menguat Terbatas
Rabu, 15 Maret 2006, 00:36 WIB
Saham Inco Menguat Terbatas
Laporan -
Saham PT International Nickel Indonesia Tbk (INCO) masih berpeluang menguat dalam jangka pendek, karena didukung fundamental yang menjanjikan. Namun, dari sisi teknis, harga INCO cenderung terkoreksi, sehingga penguatan relatif terbatas.
“Saham ini masih layak dikoleksi, walaupun berpotensi terkoreksi dalam waktu dekat,� ujar analis PT Meridian Capital Indonesia Muhammad Habdi kepada Investor Daily di Jakarta, Selasa (14/3).
Pada perdagangan kemarin, INCO ditutup menguat Rp 550 ke posisi Rp 18.200. Saham pertambangan tersebut ditransaksikan 163 kali, dengan volume transaksi sebanyak 401.500 lot saham senilai Rp 7,30 miliar.
Menurut Habdi, secara fundamental INCO tetap layak dikoleksi karena valuasi saham relatif murah dibanding emiten pertambangan lain. Price to earning ratio (PER) masih 6,12 kali dan price to book value (PBV) 1,38 kali. Sedangkan PER PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) sudah 8,55 kali, dengan PBV 2,8 kali.
PER saham PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) mencapai 10,19 kali dan PBV 2,58 kali. “Dibanding saham Timah (TINS), INCO tetap murah. Sebab, PER TINS 7,74 kali dan PBV 0,69 kali,� tegasnya.
Dia menambahkan, kinerja International Nickel Indonesia (Inco) untuk tahun buku 2005 diperkirakan cukup positif. Laba bersih hingga Desember 2005 dapat terbukukan US$ 322,53 juta dibanding periode sama 2004 yang hanya US$ 27 juta. Hal itu akan berdampak pada pertumbuhan earning per share (EPS) yang diprediksi meningkat menjadi US$ 0,30 dari tahun sebelumnya US$ 0,27.
“Saham ini memang cukup layak dikoleksi. Selain valuasi paling murah di sektornya, kinerja perseroan untuk tahun ini diperkirakan meningkat kembali,� kata Habdi.
Kendati demikian, secara teknis, indikator relative strength index (RSI) dan Williams%R (W%R) menunjukkan INCO rawan koreksi, karena posisinya sudah overbought. “Jadi, kalau menguat kembali akan terbatas pergerakannya,� jelasnya.
Di tempat terpisah, pengamat dan praktisi pasar modal Robin Setiawan juga berpendapat, saham Inco masih menjanjikan untuk dikoleksi dalam waktu dekat. Selain valuasinya murah, harga Inco akan mencoba menembus level tertingginya Rp 18.700. “Bahkan, kalau level tersebut tertembus, INCO berpotensi mencapai target Rp 20.000,� ujarnya.
Capex US$ 151 Juta
Sementara itu, Inco menganggarkan belanja modal (capex) 2006 senilai US$ 151 juta. Nilai tersebut meningkat 42,45% dibanding belanja modal 2005 sebesar US$ 106 juta.
Wakil Direktur Utama Inco Jan Kees Van Gaalen mengatakan, belanja modal tersebut akan digunakan untuk optimalisasi pabrik, pemeliharaan aset, kesehatan lingkungan, dan persiapan konversi sumber energi ke batubara. Sedangkan capex Inco pada 2005 telah dibelanjakan untuk pelaksanaan proyek Karebe, pembelian generator diesel, serta peralatan untuk mengurangi efek pembakaran emisi gas.
Per 31 Desember 2005, perseroan membukukan laba bersih unaudited sebesar US$ 268,9 juta. Nilai tersebut turun 5,5% dibanding 2004 sebesar US$ 284,4 juta. Namun, perseroan mampu membukukan kenaikan penjualan US$ 885,1 juta atau naik 11,7% dari tahun sebelumnya US$ 792,1 juta.
Direktur Utama Inco Bing Tobing menjelaskan, penurunan laba bersih disebabkan membengkaknya biaya-biaya, khususnya biaya energi. Pada 2005, Inco memanfaatkan lebih banyak high sulphur fuel oil (HSFO) untuk memacu produksi. Selain itu, harga bahan bakar diesel untuk industri meningkat lebih dari dua kali lipat menyusul kebijakan pemerintah menghapus subsidi harga.
"Meskipun biaya energi naik, perseroan memasang dua generator pembangkit listrik baru berbahan bakar minyak," jelas dia. Dengan demikian, Inco dapat menghasilkan keuntungan untuk setiap kenaikan produksi menyusul kenaikan harga nikel.
Sementara itu, arus kas perseroan hingga akhir 2005 pada posisi negatif US$ 43,9 juta dibanding sebelumnya US$ 159,8 juta. Posisi kas yang negatif terjadi karena Inco membayar utang, dividen, dan pengeluaran belanja investasi.
Namun, utang jangka panjang Inco berkurang dari US$ 115 juta pada akhir 2004 menjadi US$ 38,5 juta pada akhir tahun lalu. “Kami akan membayar cicilan utang terakhir pada Maret 2006,� ungkap Jan.
Tahun ini, perseroan menargetkan produksi nikel dalam matte mencapai 167 juta pon. Selama 2005, perseroan mampu memproduksi 168 juta pon. Bing mengatakan, produksi 168 juta pon nikel dalam matte pada 2005 merupakan yang tertinggi dalam sejarah perseroan. "Perseroan berencana meningkatkan produksi sebesar 33% dari kapasitas rancang menjadi 200 juta pon nikel dalam matte per tahun pada 2009," ujarnya.
Rekomendasi
Habdi merekomendasikan hold saham Inco untuk jangka pendek. Namun, untuk jangka menengah maupun panjang, dia menyarankan buy on weakness. “Support saham ini di posisi Rp 18.000 dan resistance pada Rp 18.500,� ujarnya. Sedangkan Robin merekomendasikan beli INCO untuk jangka pendek, menengah dan panjang, sebab masih berpeluang menguat. “Support INCO Rp 17.500 dan resistance pada level Rp 20.000,� jelasnya. (asp)
Tips INCO
Tren
Jangka pendek: menguat terbatas
Jangka menengah-panjang: menguat
Fundamental
Per 31 Desember 2005, laba bersih turun 5,5% jadi US$ 268,9 juta
PER: 6,12 kali, PBV: 1,38 kali
Teknis
RSI: overbought
W%R: overbought
Rekomendasi
M Habdi:
Jangka pendek: hold
Jangka menengah-panjang: buy on weakness
Support: Rp 16.500, resistance: Rp 20.000
Robin Setiawan:
Jangka pendek: beli
Jangka menengah-panjang: beli
Support: Rp 17.500, resistance Rp 20.000
sumber: