RUU Energi AS Tak Akan Turunkan Harga Bensin

Laba Bersih INCO Semester I 2005 Naik 13 %

Kamis, 28 Juli 2005, 06:38 WIB

WASHINGTON, Investorindonesia.com

Para pengemudi AS semestinya jangan berharap harga bensin akan turun cepat menyusul diterimanya, seperti yang diharapkan dalam minggu ini, perundang-undangan untuk merombak kebijakan energi AS, kata Menteri Energi Sam Bodman Rabu.

RUU energi, yang diserahkan kepada DPR untuk divoting Kamis, mencakup 14,5 miliar dolar penangguhan pajak dan insentif selama satu dekade, menurut Komite Cara dan Sarana DPR. Dari Jumlah itu, hampir 9 miliar dolar diperuntukkan bagi proyek produksi minyak dan gas, reliabilitas kelistrikan dan teknologi batu bara.

"Tak ada keajaiban dalam undang-undang ini sehingga akan mengubah harga energi esok lusa, minggu depan atau bulan depan," kata Bodman kepada para wartawan di Capitol Hill, dimana RUU energi tersebut telah dibahas secara formal.

"Akan makan waktu berbulan-bulan, jika tidak bertahun-tahun, guna mengatasi harga energi," kata Bodman. Ia mengatakan perundang-undangan tersebut akan mendorong investasi jangka-panjang oleh sektor swasta dalam pembangkit listrik bertenaga nuklir baru, fasilitas penghasil listrik berbahan bakar batu bara dan pemboran untuk mendapatkan lebih banyak pasokan minyak dan gas alam.

Harga bensin rata-rata nasional mencetak rekor tinggi pada 2,33 dolar per galon dua minggu lalu, menurut survei Departemen Energi di SPBU pengecer.

Senat diharapkan akan menyetujui langkah energi umum tersebut Jumat, supaya Presiden George W. Bush dapat menandatanganinya menjadi undang-undang minggu depan.

Bush juga datang ke gedung Capitol Rabu dan berbicara tentang kebijakan energi selama pertemuan pribadi dengan para anggota DPR dari Partai Republik. Orang pada pertemuan tersebut mengatakan presiden memasukkan terorisme dalam daftar ancaman terbesar bagi keamanan nasional AS, selanjutnya independensi energi berikutnya.

Kelompok lingkungan hidup dan konsumen mengecam RUU energi ini karena sedikit sekali dalam mengurangi konsumsi minyak AS, yang rata-rata mendekati 21 juta barel per hari, atau agar mengurangi ketergantungan Amerika Serikat pada pemasok minyak asing.

Joe Barton dari Partai Republik, Ketua Komite Energi dan Perdagangan DPR, mengatakan Amerika Serikat bertanggungjawab atas sekitar 25 % dari total permintaan minyak global tetapi AS menghasilkan kurang dari separuh minyak yang dikonsumsinya.

Akibatnya, Barton mengatakan tak mungkin perundang-undangan energi tersebut dapat mendorong produksi minyak domestik cukup agar mengakhiri impor minyak mentah. "Kami merencanakan menjadikan minyak impor sebagai bagian dari ekonomi kami untuk masa yang sangat lama," katanya.

Bodman mengatakan pemerintah merasa senang dengan keseluruhan RUU tersebut, meskipun pemerintah menentang penangguhan pajak bagi perusahaan minyak dan gas. "Perusahaan minyak dan gas tidak perlu insentif dengan harga minyak dan gas pada saat sekarang," kata Bodman.

"Kami amat antusias dengan RUU ini secara keseluruhan," katanya. "Kami tidak perlu sepakat dengan setiap detailnya."

Untuk menghindari pengagalan Senat dan memenangkan persetujuan menyangkut RUU energi tersebut, para anggota DPR melepaskan desakan mereka untuk membuka Suaka

Margasatwa Nasional Artik Alaska bagi pemboran minyak. Namun, isu itu akan dimasukkan September ini dalam perundang-undangan anggaran guna membiayai pemerintah federal, yang tidak dapat digagalkan.

Meskipun insentif RUU itu akan sebesar 14,5 miliar dolar, para perunding menyelipkan sekitar 3 miliar dolar dalam "offset" anggaran yang harus mengurangi biaya final hingga sebesar 11,5 miliar dolar. Sebagian besar dari offset tersebut diharapkan datang dari pengenaan kembali dana federal untuk membersihkan tumpahan minyak, dengan mengumpulkan ongkos (fee) per barel atas impor minyak dan produksi domestik. (ANT/Reuters)

sumber: