Royalti Harus Lebih 13,5%

Royalti Harus Lebih 13,5%

Jumat, 07 April 2006 01:24:56 Banjarmasin, BPost
Daerah sekarang ini harus menerima royalti dari batu bara lebih dari 13,5 persen. Hal ini diungkapkan anggota Komisi VII DPR RI asal Kalimantan Selatan, H Yusuf Fani Andin Kasim SH.

Yusuf yang juga salah seorang anggota penggarap rancangan UU Mineral dan Batubara (Minerba) mengatakan, jumlah royalti 13,5 persen tersebut sangatlah kecil.

"Jumlah royalti tersebut dibuat 1967 tepatnya berdasarkan UU No 11/1967 atau sekitar 40 tahun lalu," ungkap anggota DPR RI yang juga pengacara ini, Kamis (6/4).

Pada waktu itu, jelas dia, pengerjaan batu bara oleh pemegang izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) masih menggunakan peralatan tradisional.

"Tapi sekarang dengan peralatan sangat canggih kok royalti masih saja 13,5 persen," cetusnya.

Untuk itulah, tandas Yusuf, pihaknya bersama-sama anggota lainnya berjuang agar royalti untuk daerah bisa lebih besar dari 13,5 persen.

Pada kesempatan itu Yusuf juga menyoroti tentang penunggak royalti batubara di Kalsel. "Menunggak royalti sama saya dengan penambang ilegal," ungkapnya.

Pasalnya, untuk aktifitas penambangan yang berjalan pihak perusahaan harus menyelesaikan kewajiban-kewajiban yang seharusnya salah satunya adalah royalti.

Tak hanya masalah royalti yang disoroti, Yusuf berharap daerah juga memperjuangkan kontrak kerja (PKP2B) pertambangan yang selama ini ada untuk ditinjau kembali..

"Kontak karya tersebut perlu ditinjau ulang kembali karena terlalu memonopoli dan bertentangan dengan UU 1945," tegasnya.

Meski begitu adanya keinginan meninjau ulang kontrak karya ini juga harus dibarengi dengan keseriusan pemkab dan pemerintah setempat.

Yusuf juga menilai luas areal penambangan yang diberikan kepada PKP2B tak sepenuhnya bisa digarap mereka pada periode tertentu.

Oleh karena itu perlu adanya peninjauan ulang dan pengusaha daerah bisa melakukan penambangan karena mendapat Kuasa Pertambangan (KP).

Divestasi

Sementara itu, salah satu elemen pemuda di daerah ini, meminta perusahaan besar yang mengelola SDA di Kalsel agar lebih menghargai daerah. Misalnya pengalihan saham kepemilikan seperti yang baru-baru ini terjadi pada PT Arutmin oleh PT Bumi Resources.

Meskipun perusahaan tersebut izinnya dari pusat, namun dalam hal pengalihan kepemilikan, sudah semestinya memberi tahu kepada daerah. "Kita mengimbau perusahaan besar terutama PKP2B agar kulonuwun atau permisi lah bila mau melego SDA di Kalsel," ujar Ketua KNPI Kalsel, Yazidie Fauzy.

Menurut dia, saham PT AI yang bersama dua anak perusahaan PT Bumi Resources, PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan Indocoal Resources Limited (IRL), kepada PT Borneo Lumbung Energi senilai 3,2 miliar dolar AS atau setara Rp29,4 triliun.

"Kita menyayangkan karena transaksi itu terjadi di saat rakyat Kalsel dengan menderita akibat tambang batu bara. Di sisi lain, PT AI sendiri masih menunggak royalti 26 juta dolar AS," ujarnya.

Bahkan Yazidie menilai, sikap diam-diam dalam menjual saham PT AI ini sebagai bentuk pelecehan terhadap daerah, apalagi transaksi dilakukan di Jakarta.

Dia mengingatkan, divestasi PT AI jangan hanya memandang bisnis semata, tapi kepentingan daerah juga harus diperhatikan terutama masyarakat setempat khususnya di sekitar tambang.

"Kami salut terhadap sikap Pemprop dan DPRD Kaltim yang berjuang mati-matian untuk mendapatkan saham sebesar 5 persen dari penjualan PT KPC," kata dia. dwi/er

sumber: