Royalti Batubara Rawan Manipulasi
Kotabaru, BPost
Pungutan royalti dan sumbangan pihak ketiga (SP3) batu bara yang dilakukan Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Kotabaru, dari para penambang rawan kebocoran.
Menurut informasi, pihak penambang sangat berpeluang melakukan manipulasi data, dengan cara mengajukan Surat Keterangan Asal Barang (SKAB) yang tidak sesuai dengan jumlah tonase yang dikapalkan, sehingga pengusaha pertambangan hanya membayar royalti dan SP3, jauh lebih kecil dari sebenarnya.
Padahal, besarnya dana royalti dan SP3, berdasarkan hasil analisa draft, yang menunjukkan jumlah batu bara di atas tongkang dan akan dikirim ke tempat tujuan. Namun Distamben memungut royalti dan SP3, hanya berdasarkan data pada permohonan pengiriman batu bara yang diajukan para penambang.
Bukan hanya memanipulasi jumlah tonase, namun harga jual batu bara yang tak sesuai, juga bisa memperkecil royalti kepada pemerintah setempat.
"Umumnya harga jual yang dicantumkan hanya berkisar Rp60.000 sampai Rp80.000 per mt. Padahal seharusnya harga pasaran batu bara untuk di atas kapal/tongkang sekitar Rp170.000 per mt, bahkan saat ini ada peningkatan hingga mencapai Rp215.000 per mt," ungkap sumber di daerah tersebut.
Kepala Bagian Tata Usaha (TU) Distamben Kotabaru, Drs Mahyudiansyah ketika dikonfirmasi, menyatakan informasi tersebut tidak semuanya benar, meskipun ada sebagian yang benar. Ia menjelaskan, sebelum pengusaha mendapatkan SKAB untuk mengirimkan batu bara, pihaknya telah memerintahkan petugas untuk memeriksa langsung ke lokasi tambang dan stockpile.
"Tugas tersebut nampaknya berjalan lancar-lancar saja dengan dibuktikan surat dan tanda tangan karyawan pengusaha pertambangan di lokasi," tandasnya.
Selain itu SKAB dibuat untuk satu pengiriman saja, jika dalam SKAB cuma 5.000 mt batu bara, sedangkan jumlah sebenarnya lebih, maka pembeli tidak bisa menerima karena tidak ada legalitas yang menjelaskan sahnya barang tersebut, lanjutnya