Riam Kanan Terancam (Perpu No 1/2004 Rusak Dayak Meratus)
BANJARBARU ,- Merasa belum cukup dengan peringatan Walhi yang mengecam terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang (Perpu) No 1/2004, Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia (YCHI) kembali dengan keras menyatakan kekecewaaan mereka atas terbitnya peraturan yang melegalkan penambangan terbuka di hutan lindung itu.
Rudi Udhur Redhani, Direktur Program YCHI menekankan bagaimana masyarakat Adat Kalimantan banyak kehilangan haknya akibat penerbitan Perpu No 1/2004 itu. Apalagi dengan diikuti Kepres No 41/2004, yang mengijinkan 13 perusahaan tambang beroperasi di kawasan lindung.
"Dalam kasus ini sekali lagi pemerintah kita sangat tidak konsisten memperlakukan perlindungan terhadap hutan. Melindungi hutan dengan UU No 41 tahun 1999, yang menyebutkan pemanfaatan hutan adat dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan sesuai dengan fungsinya dan kami persepsikan untuk difungsikan masyarakat adat. Tapi kemudian malah menerbitkan Perppu No 1/2004 itu," ujarnya.
Akibatnya, jelas Udhur, pemerintah telah memberikan ijin pertambangan kepada Perlsart Tambang Kencana dengan luas konsesi 239.500 hektar. Ini mengindikasikan tidak ada keberpihakan pemerintah terhadap rakyat, terutama masyarakat adat di kalimantan Selatan. Pemerintah lebih memilih menuruti lobby para investor untuk menghindari arbitrase internasional dari pada melawan koalisi tambang dunia bersama rakyat seperti dilakukan oleh Kosta Rika.
Padahal sejak 2 tahun lalu masyarakat gencar melakukan penolakan terhadap Pelsart Tambang Kencana dan bahkan tahun 2002 DPRD Kalimantan Selatan juga menyatakan menolak tambang di kawasan Lindung Pegunungan Meratus. Bahkan Pakar lingkungan yang tergabung didalam panitia khusus dalam persoalan ini tidak digubris. Kalau sudah begini buat apa ada rakyat, dan buat apa ada perwakilannya dan pakar pakar lingkungan kalau ternyata pendapat mereka tidak pernah dihargai oleh para penguasa negeri ini. Padahal dalam pasal 8 UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan menyebutkan pada ayat 1 bahwa pemerintah dapat menetapkan kawasan hutan tertentu untuk tujuan khusus yang pada pasal 2 tujuan khusus tersebut salah satunya adalah untuk kepentingan religi dan budaya.
"Sama sekali tidak ada alasan untuk menerima Perpu No 1/ 2004 itu. Ini demi kepentingan kelestarian kekayaan hayati dan kemasalahatan kehidupan masyarakat Dayak Meratus khususnya dan masyarakat Kalimantan Selatan umumnya. Karena jelas Perpu itu mehilangkan hak pengelolaan hutan Meratus bagi masyarakat adat," papar Udhur-demikian ia diakrabi.
Perpu itu, lanjutnya, jelas-jelas melegalkan kekayaan hayati dan ilmu pengetahuan masyarakat adat dirampok oleh pengusaha dan pemerintahnya sendiri. Penjarahan oleh eksploitasi tambang adalah kesewenangan penguasa negeri ini menegasikan rakyat, adat istiadat dan kekayaan hayati negeri ini.
Dengan kondisi kekayaan hayati seperti ini, ijin tambang di kawasan Meratus akan menghancurkan kekayaan hayati, sumber ekonomi non kayu dan sumber ilmu pengetahuan masyarakat Dayak Meratus. Kerugian ekologi akan milyaran rupiah apabila dihitung dengan menggunakan disiplin ekonomi sumber daya hutan.
YCHI memandang bahwa dari sisi lokasi konsesi PT Pelsart Tambang Kencana berada di kawasan Pegunungan Meratus yang mempunyai arti penting sebagai kawasan penyangga dan resapan air. Di bawah lokasi konsesi ini terdapat danau Riam Kanan sebagai jantung tenaga listrik Kalimantan Selatan dengan ketinggian debit air mengandalkan daerah resapan diatasnya. Untuk waktu sekarang saja, pada musim kemarau PLTA Riam Kanan tidak dapat sepenuhnya mendukung kebutuhan listrik di Kalimantan Selatan karena debit air yang tidak memenuhi untuk menghasilkan tenaga listrik secara optimal, apalagi kalau daerah resapan airnya diganggu lagi dengan eksploitasi pertambangan. Dalam hal ini Sumatera telah memberikan pelajaran berharga karena kerusakan daerah resapan air, maka pemadaman aliran listrik karena tidak cukup energi pasokan untuk memenuhi kebutuhan listrik di sebagian besar kawasan Sumatera. Dan ini akan terjadi dengan Kalimantan Selatan dengan PLTA Riam Kanannya apabila tidak ada jaminan untuk pelestarian dan perlindungan daerah resapan air.
Dari sisi ekonomi kerugian tak terhingga karena penurunan kinerja industri pengguna listrik maupun tidak berfungsinya sarana dan prasarana produksi teknologi pembantu manusia tidak akan dapat dihindarkan.
YCHI berpendapat, bila pemerintah daerah Kalimantan Selatan benar-benar berpihak kepada rakyat dan hutannya, tidak berpihak kepada pengusaha, tentunya mereka juga akan bersepakat untuk menolak izin pertambangan di hutan lindung seperti yang tertuang dalam Perpu No 1/2004.
"Untuk itu tidak ada kompromi merubah status hutan lindung menjadi kawasan produksi hanya untuk antek antek pertambangan yang tak peduli rakyat dan kelestarian hutan," tambah Udhur.
Pada kesempatan yang sama ia juga menghimbau Pemprov Kalsel, DPRD Kalsel dan Kabupten-Kota, akademisi dan pakar pakar kehutan dan lingkungan, NGO, mahasiswa serta masyarakat lainnya untuk bersama-sama menolak Perppu produk penguasa sekarang. Perppu yang menurutnya membuktikan bahwa wakil rakyat dan penguasa negeri ini di Jakarta masih mencemari negeri ini dengan pemaksaan kehendak dan kesewenang-wenangan. (dsa)
sumber: