Reklamasi tambang di Kaltim belum maksimal

Bisnis Indonesia

SAMARINDA (Bisnis): Kegiatan reklamasi oleh sejumlah perusahaan batu bara di Kaltim belum maksimal, sehingga masih banyak terlihat lubang besar bekas galian batu bara di daerah itu.
Kepala Badan Pengawas dan Pengendalian Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kaltim, Burhanuddin Zein mengatakan dari pemantauan petugas di lapangan sebagian besar perusahaan batu bara belum melakukan reklamasi sehingga meninggalkan galian besar dengan diameter bervariasi.

"Umumnya galian bekas penambangan batu bara itu berdiameter 50 meter hingga 400 meter yang sangat berbahaya bagi pencemaran air pada saat hujan turun," ujarnya saat memberikan keterangan di hadapan anggota Komisi VII DPR-RI, kemarin.

Dia menilai perencanaan penambangan sejumlah perusahaan tambang di Kaltim belum maksimal hanya ada satu atau dua perusahaan saja yang melakukan kegiatan sesuai dengan standar pelestarian lingkungan dan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).

Di bawah standar

Demikian juga halnya dengan pencucian batu bara yang hingga kini belum memenuhi standar, sehingga limbah cair yang umumnya dibuang ke sungai masih mengandung pH (tingkat keasaman) dan tingkat kekeruhan yang tinggi.

"Umumnya perusahaan batu bara berdalih kalau galian tersebut masih mengandung batu bara berkalori rendah sehingga belum bisa ditimbun karena menunggu pembeli batu bara dengan kalori kecil," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan, Wakil Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kaltim, Yansen yang menyebutkan saat ini terdapat 24 perusahaan batu bara yang sudah pada tahap eksploitasi.

Dari sejumlah perusahaan itu, lanjutnya, hanya dua perusahaan saja yang melakukan kegiatan produksi sesuai dengan Amdal dan perencanaan yang memadai, terutama yang berkaitan dengan masalah lingkungan.

Menurut Yansen, perusahaan lebih banyak berorientasi pada kegiatan produksi ketimbang reklamasi, sehingga banyak lahan bekas galian yang tidak diurus, sehingga meninggalkan danau dan kolam berukuran besar.

Dia menambahkan kalaupun dilakukan reklamasi, tingkat keberhasilannya bisa dikatakan kecil, sehingga perlu upaya pengawasan lebih ketat terkait masalah tersebut, agar perusahaan tidak mengabaikan reklamasi.

"Demikian pula halnya dengan masalah pembersihan batu bara yang umumnya tidak memenuhi standar lingkungan karena tanpa ukuran yang jelas, sehingga wajar jika ada limbah cair yang pH dan tingkat kekeruhan yang tinggi sudah dibuang ke sungai," kata Yansen.

Provinsi Kaltim tercatat sebagai penghasil batu bara utama di Indonesia. Saat ini tercatat 20 perusahaan sudah melakukan eksploitasi dengan jumlah produksi mencapai 59 juta ton pada 2003. Diharapkan pada 2004 bisa meningkat minimal 60 juta ton.

Selain itu, tidak kurang 14 perusahaan di Kaltim melakukan kegiatan eksplorasi untuk penambangan batu bara di daerah tersebut yang tersebar di sejumlah kabupaten/kota.

Kepala Dinas Pertambangan Kaltim Syaiful Bachri pernah mengatakan potensi batu bara yang begitu besar di Kaltim mendorong sejumlah investor untuk berinvestasi di daerah tersebut karena dinilai sangat ekonomis.

Disebutkan potensi batu bara di daerah itu mencapai lima miliar ton yang tersebar di 13 kabupaten/kota.

"Apabila 14 perusahaan itu menilai dari hasil eksplorasinya menguntungkan untuk menambang batu bara, maka setidaknya dalam tahun-tahun mendatang produksi batu bara di Kaltim terus meningkat," kata Syaiful.

Menurut dia, investasi usaha batu bara di Kaltim, memang cukup tinggi karena potensi yang dimiliki juga sangat besar dan menguntungkan, sehingga wajar jika banyak investor yang datang ke daerah itu. (k11/zuf)

sumber: