Reklamasi 100 Persen Mustahil

MASUKNYA perusahaan pertambangan ke daerah, memang memiliki banyak dilematis, di antaranya selain menguntungkan daerah dari sumber pendapatan juga kadang merugikan yakni timbulnya kerusakan lingkungan.

Persoalan ini pula yang muncul di Tabalong dan Balangan, dua kabupaten kaya sumber daya alam terutama batu bara, tempat PT Adaro Indonesia melakukan usahanya.

Sebagai perusahaan batu bara yang besar PT Adaro Indonesia memang ingin menerapkan pengelolaan tambang dengan standar lingkungan ketat. Namun tidak bisa dipungkiri dampak dari suatu kegiatan penambangan tidak bisa dihindari, lobang-lobang besar berupa danau kini muncul setelah isi perut bumi berupa emas hitam dikeruk.

Karena itu pengelolaan lingkungan dari kegiatan penambangan PT Adaro Indonesia mulai produksi tahun 1991 ini hanya bisa meminimalkan dampak yang akan dan sedang terjadi terhadap masyarakat dan lingkungan. Jadi untuk mengembalikan bentuk atau kondisi lahan menjadi seperti semula memang mustahil.

Salah satunya kegiatan reklamasi yang merupakan upaya penataan kembali daerah bekas tambang agar bisa menjadi daerah yang bermanfaat dan berdayaguna pun diakui Adaro tak bisa diterapkan 100 persen. Bayangkan saja sebuah lahan atau gunung yang dikupas untuk diambil isinya (batu bara, red) hingga kedalaman ratusan meter, walau sistem gali timbun (back filling) diterapkan perusahaan yang sahamnya didominasi New Hope Corporation dari Australia ini, tetap saja meninggalkan lubang besar seperti danau.

Apalagi tambang batubara PT Adaro Indonesia terdapat pada tiga blok yang terpisah yaitu blok tutupan, Wara dan Paringin (Balangan), umumnya dengan hanya mengupas tanah penutup 15 sampai 100 meter sudah bisa menemukan emas hitam tersebut.

Menurut Taufik Hidayat, Mine Section Head PT Adaro Indonesia kenyataan tersebut memang tidak bisa dipungkiri. Artinya pembentukan danau-danau besar bekas galian tambang tidak bisa dihindari. Namun kegiatan pengelolaan lingkungan seperti reklamasi memang sudah menjadi kewajiban perusahaan, tapi tidak bisa direalisasikan 100 persen.

"Reklamasi 100 persen memang tidak bisa kita terapkan, karena kita tahu kalau bekas galian tambang memang akan menimbulkan dampak salah satunya terbentuk danau. Namun pengelolaan lingkungan yang menjadi kewajiban perusahaan memang harus dilakukan agar bisa meminimalkan dampak tersebut bagi masyarakat dan lingkungan," jelas Taufik.

PT Adaro Indonesia yang memulai kegiatan eksplorasi tahun 1982 dengan studi kelayakan yang dibuat tahun 1988, tambah Taufik saat ini memiliki wilayah kontrak seluas 335 kilometer persegi. herlina

sumber: