Reformasi Birokrasi Perlu Dilakukan

Semarang, Kompas - Meski berbagai usaha telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat, pelayanan publik di Indonesia tetap amburadul. Untuk itu, perlu dilakukan reformasi birokrasi yang meliputi reformasi manajemen kepegawaian, penggajian, dan ketatalaksanaan pelayanan.

"Sistem penilaian dengan daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3) tidak efektif lagi karena komponennya ruwet, kental dengan budaya ewuh pakewuh," kata Kepala Lembaga Administrasi Negara Anwar Suprijadi ketika membuka Diklat Kepemimpinan Tingkat II Angkatan III Provinsi Jawa Tengah di Semarang, Selasa (18/5).

Menurut Anwar, ketiga komponen pelayanan publik tersebut menjadi kunci untuk memperbaiki pelayanan publik di Indonesia. Manajemen kepegawaian selama ini belum diarahkan pada kinerja atau kompetensi sehingga pegawai yang rajin dan pegawai yang tidak rajin mempunyai kesempatan sama untuk memperoleh kenaikan pangkat setiap periode tertentu. Akibatnya, sulit menentukan atau mengukur output maupun kualitas pelayanan yang diberikan pemerintah.

Demikian pula, lanjut Anwar, sistem penggajian pegawai negeri sipil, yang belum dikaitkan dengan kinerja, mendorong pegawai negeri sipil menjadi minimalis. Ini akibat sistem pelayanan pemerintah yang tidak mengenal bottom line. Artinya, seburuk apa pun kinerjanya, pelayanan pemerintah tidak mengenal istilah bangkrut. Sifat monopoli pelayanan pemerintah ini menyebabkan lemahnya perhatian pengelola pelayanan publik akan penyediaan pelayanan yang berkualitas.

"Lebih buruk lagi, kondisi ini dimanfaatkan sebagian pengelola pelayanan untuk mengambil keuntungan pribadi dan cenderung mempersulit prosedur pelayanan. Akibatnya, memperburuk citra pengelolaan pelayanan publik, masyarakat tak percaya lagi pada pengelola pelayanan," kata Anwar.

Hal itu diperparah oleh sistem ketatalaksanaan pelayanan pemerintah yang sulit mencegah pengaruh nilai-nilai dan kepentingan birokrat dari kepentingan umum.

sumber: