Puluhan TI Apung Beroperasi di Kolong Bravo
![]() |
Selasa, 05 Juli 2005 01:06:15 |
![]() |
BangkaPost-Online PANGKALANBARU –– Sedikitnya puluhan Tambang Inkonvensional (TI) apung beroperasi di Kolong Bravo Dusun Sampun Desa Dul Kecamatan Pangkalanbaru yang merupakan sumber air minum bagi Perusahaan Air Minum (PAM) Bandara Depati. Menurut Sekretaris Desa Dul, A Somad, saat ditemui harian ini Senin (4/7), mengatakan, puluhan TI apung tersebut sudah lama beroperasi di Kolong Bravo, akan tetapi pihaknya belum lama mengetahui adanya aktifitas TI apung tersebut. Hal ini karena para pemilik TI apung tidak pernah melaporkan kegiatannya. Setelah pihaknya mengetahui adanya TI apung yang beroperasi maka dikenakan pembagian fee sebesar Rp 3.000 per kilogram dan dibayar setiap hari oleh para pemilik TI apung. “Para pengusaha TI apung itu sebelumnya telah melakukan usahanya tanpa sepengetahuan kami namun mereka baru kemarin-kemarin memberitahukan ke pak Kades, nah setelah kami tahu bahwa adanya puluhan TI apung yang beroperasi di kolong Bravo tersebut maka pak Kades mengambil alih, artinya mereka boleh membuka TI di sini tapi dibawah pengawasan pak Kades,� ungkapnya kepada harian ini. Lebih lanjut Somad mengatakan, Pak Kades Desa Dul sebelumnya telah melakukan perundingan dengan pemilik TI apung, yang selanjutnya dari pertemuan tersebut pemilik TI apung menyetujui adanya semacam pajak berupa iuran wajib untuk kepentingan pembangunan Desa Dul. “Maka oleh pak Kades diutuslah beberapa orang petugas lapangan dari perangkat desa untuk memungut fee itu, nah iuran itu sendiri kalau saya tidak salah sebesar Rp 3.000 per kilogram yang dipungut perhari, jadi kalau tidak begini kami rugi karena ini hak desa dan sampai saat ini dana fee yang terkumpul selama satu bulan ini sekitar Rp 26 juta,� terangnya. Sementara itu Kades Dul, M Djakaria, saat ditemui oleh harian ini di Kantor Camat Pangkalanbaru mengaku TI apung yang beroperasi di Kolong Bravo sebenarnya sudah lama, namun saat ini aktifitas TI apung itu dibawah koordinasi dan pengawasannya. “Sebelum TI apung dibuka kondisi air kolong sudah keruh akibat aktifitas TI di tempat lain,� terangnya. Djakaria mengaku keterlibatannya dalam aktifitas TI apung tersebut justru didorong atas usulan warga setempat. Dirinya menambahkan, pemungutan fee dari setiap TI apung sebesar Rp 3.000 per kilogram tersebut dibagi dua. “Kalau fee itu berdasarkan kesepakatan desa sebesar Rp 3.000 per kilogram kita ambil dari pengelola TI apung. Sebesar Rp 2.500 untuk kas desa dan Rp 500 untuk kawan-kawan yang mengelolahnya dan sejauh ini atau terakhir minggu ini sudah terkumpul sekitar Rp 40 juta,� ungkapnya.(g11) |