Puluhan Perda Mandul

 

Banjarmasin, Kompas - Di saat pemberantasan tambang batu bara ilegal oleh Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan semakin gencar, muncul usulan dari Asosiasi Penambang Rakyat untuk merangkul para penambang ilegal dalam holding company (perusahaan induk).

Holding company dianggap solusi memberdayakan penambang rakyat sekaligus menangani ancaman penambangan yang merusak lingkungan.

Demikian disampaikan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Penambang Rakyat (Aspera) Kalimantan Selatan (Kalsel) Endang Kusumayadi dan Sekretaris Jenderal DPP Aspera Kalsel Muhammad Solikhin di Banjarmasin, Rabu (5/5).

Ide pengorganisasian tambang rakyat tersebut dilontarkan seiring dengan semangat otonomi daerah dalam mengelola sumber daya alam. Kenyataannya, menurut Aspera, walaupun sudah bertahun-tahun beroperasi di Kalsel, ada beberapa perusahaan batu bara berskala besar namun tetap saja belum memberikan kontribusi langsung pada kesejahteraan daerah.

Menurut Endang, holding company tersebut realistis dilakukan di Kalsel. Walaupun selama ini dikatakan ilegal, sebenarnya para penambang rakyat memiliki izin dan membayar kewajiban kepada daerah. Hanya saja beberapa diantaranya memang "salah menambang" di areal perusahaan besar.

Endang menegaskan, saat ini permintaan pasar batu bara sangat tinggi dan tidak bisa disediakan sendiri oleh perusahaan besar pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara.

Permintaan pasar tersebut diimbangi dengan stok batu bara di Kalsel yang melimpah. "Sekarang, cadangan batu bara di Kalsel mencapai 5.034.200.000 ton," ungkap Solikhin

Catatan: Yang menjadi masalah adalah apakah bila PETI sudah masukholding mereka akan bayar tax, royalty, dll? Holding ini perusahaan tambang atau trader? Kalau tambang ada tahapan perizinan yang perlu dilalui, kalau trader,berarati ini semacam penampung batubara liar. (red web dpmb).
 

Pelaihari, BPost
Puluhan peraturan daerah (perda) yang kini diterapkan Pemerintah Kabupaten Tanah Laut belum terlaksana optimal alias mandul. Fakta ini menjadi salah satu penyebab utama rendahnya pendapatan asli daerah (PAD).

Dari total 42 perda yang ada, delapan puluh persennya masih teraplikasi minimal. "Ini sesuai penjelasan pejabat Dinas Pendapatan (dispenda)," tukas Wakil Bupati Tala H Ikhsanudin Husin, Selasa (4/5).

Orang nomor dua di Bumi Tuntung Pandang ini tidak merinci perda apa saja yang mandul tersebut. Yang pasti, nyaris menyentuh seluruh sektor pendapatan yang cukup prospektif.

Pajak reklame, sebut Ikhsan--sapaan Wabup H Ikhsanudin Husin--adalah salah satu contoh perda yang belum maksimal diterapkan. Tidak diketahui apa sebab musababnya, padahal piranti hukum itu dinilai cukup potensial dalam menyuplai PAD.

Kendati arus usaha reklame khususnya di Kota Pelaihari belum terlalu padat, namun setidaknya pertumbuhan sektor tersebut menunjukan kecenderungan peningkatan. Contohnya, mulai menjamurnya pemasangan papan nama badan usaha.

Pos pendapatan potensial lainnya yang juga belum tergali optimal, beber Ikhsan, yaitu pajak galian C (batu belah). Tanpa menyebut nominal penerimaan daerah, ia mengatakan kontribusi selama ini masih terlalu rendah. Padahal di daerah ini banyak terdapat usaha tambang galian C.

Dua pekan lalu, Kadispenda Tala Drs H Ahmad dan Komandan Satpol PP Drs Abdullah secara khusus melalukan sidak ke sejumlah lokasi tambang galian C. Managemen pengusaha tambang diminta pro aktif melaksanakan kewajiban yakni membayar paak secara rutin.

Pemkab Tala dalam beberapa pekan terakhir memang mengfokuskan diri pada upata mendongkrak PAD. Langkah ini menyusul fakta minimnya penerimaan yang mengalir ke kas daerah. Tahun 2003 lalu, kocek yang diraih cuma Rp6 miliar, sementara tahun 2004 ini ditargetkan Rp9 miliar.

Tim intensifikasi PAD telah dibentuk yang diketuai Sekretaris Daerah Drs H Yusuf Helmi HAG. Pertemuan lintas sektor telah beberapa kali dilaksanakan dalam upaya mencari terobosan jitu mendongkrak PAD.

Selama beberapa jam, Selasa (4/5) kemarin, Tim menggelar rapat di aula lantai tiga kantor bupati. Rapat dipimpin Wabup H Ikhsanudin Husin dan Sekda Drs H Yusuf Helmi.

Pointer penting pertemuan yang melibatkan seluruh top manager institusi terkait (dinas/badan) itu yakni mengevaluasi kembali semua perda maupun SK bupati yang ada. "Ini penting karena piranti hukum itu ada yang tidak relevan lagi," sebut Ikhsan.

Ia lantas menyontohkan ada perda dan SK bupati tertentu yang telah berlaku selama belasan tahun. Padahal, khususnya SK bupati, mestinya dievaluasi ulang per tahun guna mengakomodasi perubahan perkembangan dunia usaha.

Contoh perda yang telah berlaku cukup lama yaitu pajak pertunjukan dan keramaian umum. Piranti hukum ini dibuat tahun 1991 silam yang subtansinya dinilai telah kurang sesuai lagi untuk kondisi saat ini. Selain itu ada juga SK bupati yang tidak keberadaannya tidak jelas, seperti, retribusi izin usaha perdagangan.

sumber: