PT NNT Sedang Kaji Izin Pembuangan Tailing

PT NNT Sedang Kaji Izin Pembuangan Tailing

Kompas, 19 Mei 2005

 

Jakarta, Kompas - PT Newmont Nusa Tenggara tengah mengkaji Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 82/2005 tentang perpanjangan izin pembuangan tailing ke laut untuk melihat implikasinya bagi perusahaan pertambangan di Kabupaten Sumbawa Barat itu.

Manajer Hubungan Masyarakat PT NNT Kasan Mulyono mengungkapkan bahwa pihaknya tidak ingin berpolemik mengenai SK perpanjangan izin pembuangan tailing tersebut. "Hasil kajian teknis maupun nonteknis akan kami komunikasikan dengan pemerintah," ungkap Kasan saat dihubungi, Selasa (17/5).

Pengkajian itu juga dikemukakan Manajer Lingkungan PT Newmont Pacific Nusantara (NPN) Imelda Adhisaputra. "Setiap butir dalam SK Menneg LH kami analisa, namun masih belum selesai," kata Imelda.

Perpanjangan izin pembuangan tailing ke laut kepada PT NNT ditandatangani Menneg LH Rachmat Witoelar 9 Mei 2005. Isinya membatasi masa berlaku izin, volume tailing yang boleh dibuang ke laut, dan pengetatan pengawasan melalui suatu tim independen yang segera dibentuk (Kompas, 17/5).

Kecewakan LSM

Meski demikian, SK tersebut masih mengecewakan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam). Kedua organisasi nonpemerintah yang sejak awal menentang sistem pembuangan tailing di dasar laut (submarine tailing disposal) telah menyurati Rachmat sebelum SK dikeluarkan.

Dalam surat bersama tertanggal 9 Mei 2005, kedua LSM mengusulkan kepada Menneg LH agar melakukan proses Environmental Risk Assessment (ERA) dan Health Risk Assessment (HRA) sebagai prasyarat perpanjangan izin STD. Namun kenyataannya, SK Menneg LH tidak secara gamblang menyebutkan ERA dan HRA.

"Hasil ERA seharusnya menjadi pertimbangan utama untuk menentukan layak atau tidaknya izin STD PT NNT diteruskan. Sebelum perpanjangan izin dikeluarkan, pemerintah memberi waktu tiga bulan kepada PT NNT untuk menyelesaikan proses ERA. Jika proses itu tidak diselesaikan, maka pemberian perpanjangan izinnya harus dipertimbangkan kembali," tutur P Raja Siregar dari Walhi.

Menurut Siregar, ERA diperlukan karena mencakup seluruh aspek dampak lingkungan dari aktivitas tambang. Sedangkan HRA akan mengungkapkan dampak kesehatan yang timbul pada manusia.

Tanpa HRA, kondisi awal kesehatan warga yang tinggal di sekitar lokasi tambang tidak dapat diketahui. "Ini akan menyulitkan penelusuran dampak operasi pertambangan terhadap kesehatan masyarakat di kemudian hari," kata Siregar.

sumber: