PT NMR Menjamin Tak Akan Meninggalkan Polusi di Minahasa

Surabaya, Kompas - Presiden Direktur PT Newmont Minahasa Raya Richard B Ness menjamin bahwa PT Newmont Minahasa Raya tidak akan meninggalkan polusi di lingkungan wilayah Minahasa hingga perusahaan tersebut resmi menghentikan kegiatan tambang di sana.

Ia juga berjanji akan memulihkan lingkungan yang rusak dalam waktu tiga tahun ke depan setelah perusahaan tersebut menyelesaikan kegiatan produksi pada Oktober 2004 atau sebelum perusahaannya resmi meninggalkan daerah itu.

Secara terpisah, Menteri Kesehatan (Menkes) Achmad Sujudi menyatakan, Departemen Kesehatan siap menghadapi gugatan warga Teluk Buyat, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara (Sulut), menyangkut pernyataan Departemen Kesehatan (Depkes) bahwa penyakit yang diderita sebagian besar warga di daerah itu bukan minamata.

Ia menyatakan pihaknya secara khusus sudah menyiapkan tim beserta biro hukum untuk menghadapi gugatan warga yang rencananya akan menuntut Rp 5 triliun. "Tetapi bagaimanapun gugatan tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya sehingga memiliki dasar hukum yang kuat," ujar Menkes di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (27/7).

Berhenti tahun 2001

Menurut Ness, PT Newmont Minahasa Raya (NMR) yang memulai kegiatan pertambangan tahun 1996 di Minahasa sudah mulai menghentikan penambangan pada Oktober 2001 karena cadangan sudah habis.

Sesuai dengan peraturan pertambangan di Indonesia, perusahaan yang telah menutup tambang harus memulihkan dan memantau lingkungan hingga tiga tahun ke depan. Sebelum kondisi lingkungan dikembalikan seperti semula, perusahaan tersebut harus tetap berada di lokasi terkait untuk memperbaiki lingkungan.

PT NMR, kata Ness lagi, saat ini sudah melakukan penghijauan di areal penambangan dan direncanakan tahun 2007 areal tersebut sudah hijau kembali seperti sediakala.

Ia juga mengaku pihaknya menyiapkan dana sekurang-kurangnya 15 juta dollar Amerika Serikat (AS) untuk pemulihan lingkungan tersebut.

Menanggapi ancaman tuntutan yang dikeluarkan pemerintah jika perusahaan itu terbukti telah mencemari lingkungan di Minahasa, Ness mengatakan tidak ingin berspekulasi mengenai hasil penelitian pemerintah. Meskipun demikian, dia menegaskan bahwa perusahaannya beroperasi di beberapa negara dan selalu mengikuti aturan yang berlaku untuk menjaga kebersihan lingkungan.

Bukan gejala minamata

Menurut Achmad Sujudi, saat ini Depkes sedang melakukan pemeriksaan terhadap empat warga yang mengadu ke Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) maupun warga Teluk Buyat lainnya. Hasil pemeriksaan secara fisik menyatakan tanda-tanda penyakit yang diderita warga itu tidak sama dengan gejala penyakit minamata.

Menurut Achmad Sujudi, hasil pemeriksaan terhadap beberapa warga Buyat di lokasi, ditambah hasil pemeriksaan sementara atas empat warga Buyat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, menunjukkan kemungkinan benjolan pada tubuh warga Buyat disebabkan oleh cacing nematoda.

Diagnosis sementara warga Buyat menderita gangguan kesehatan pada kulit bisa jadi akibat pencemaran logam meskipun belum bisa dipastikan jenis logamnya.

Menkes tidak menutup kemungkinan adanya kasus minamata menimpa warga Buyat. Namun, menurut dia, indikasi awal menunjukkan ketidakcocokan. "Perlu pemeriksaan lebih teliti untuk memastikan," ujarnya.

Ia menambahkan, pihaknya saat ini masih menunggu hasil pemeriksaan yang dilakukan melalui laboratorium terhadap senyawa yang ada dalam tubuh warga. Diperkirakan minggu depan sudah didapat hasilnya.

Menkes juga mulai mewaspadai beberapa daerah di sekitar lokasi pertambangan di Indonesia untuk mengantisipasi kemungkinan kasus serupa.

Kurang gizi

Berbeda dengan pernyataan Menkes, Kepala Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Noongan Kabupaten Minahasa dr Albert Elia Tangel menyatakan, penyakit yang diderita warga Teluk Buyat adalah penyakit akibat faktor kurang gizi.

Lingkungan tempat tinggal para nelayan Buyat itu tidak memenuhi syarat kesehatan. Daerah sekitar permukiman merupakan rawa-rawa yang sulit ditanami tanaman apa pun. Kebutuhan air bersih juga tidak terpenuhi. Sebagai kawasan yang dekat dengan pertambangan, air yang mereka konsumsi disinyalir telah tercemar logam berat.

Penyakit tersebut, menurut Albert, sudah lama diderita warga Buyat. Akan tetapi, rendahnya kesadaran masyarakat serta kurangnya perhatian pemerintah setempat mengakibatkan penderitaan itu semakin berlarut-larut. Padahal, jumlah warga yang tinggal di kampung nelayan Teluk Buyat kurang dari 500 orang.

Albert yakin pemerintah serta badan pengendalian lingkungan hidup mengetahui adanya pencemaran di Teluk Buyat. Namun, kemungkinan karena faktor biaya, mereka tidak mengambil tindakan.

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Depkes Mariani Reksoprodjo, dalam siaran pers, juga menyebutkan bahwa tim Depkes yang melakukan pengamatan dan pemeriksaan fisik terhadap warga Buyat dan Ratatotok sejak 24 Juli 2004 belum memperoleh bukti adanya warga yang terkena penyakit minamata.

Hasil diagnosis tim menunjukkan sebagian besar adalah penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), dermatitis, cephalgia, common cold, gastritis, dan rematik artritis.

Menurut Mariani, tim tersebut telah mengambil sampel ulang terhadap 15 warga untuk pemeriksaan rambut dan delapan warga untuk pemeriksaan darah.

Pemeriksaan dilakukan di Balai Teknik Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BKTL dan P2M) Dinas Kesehatan Sulawesi Utara. Tim juga mengambil sampel 12 ekor ikan dari Pelelangan Ikan Ratatotok untuk diperiksa di Balai Besar Pengawas Obat-obatan dan Makanan (POM) Sulawesi Utara.

Mengenai empat warga Buyat yang diduga menderita penyakit minamata, Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Depkes Prof Dr Umar Fachmi Achmadi menjelaskan, Depkes memutuskan untuk melakukan pemeriksaan fisik, klinis, dan psikis.

Mereka ditangani oleh tim dokter RSCM yang terdiri dari dokter spesialis penyakit dalam, mata, neurologi, psikiatri, bedah, kulit, dan anak. Juga dilakukan pemeriksaan laboratorium kimia, terutama logam berat (merkuri, arsenik, kadmium, selenium, dan sianida).

Tak ada bukti ilmiah

Manajer Lingkungan PT NMR Kadar Wiryanto, sambil menunjukkan hasil penelitian yang dilakukan Lorax Environmental berjudul PT Newmont Minahasa Raya Accused of Contaminating Buyat Bay and Its People, mengungkapkan bahwa secara keseluruhan tidak ada bukti ilmiah yang menyatakan kegiatan penambangan di Minahasa telah menyebabkan pencemaran arsenik di Teluk Buyat.

Sementara itu, Manajer Eksternal PT NMR David Sompie dalam pernyataan terpisah di Ratatotok meminta pemerintah segera membentuk tim peneliti independen guna meneliti dugaan pencemaran logam berat di Teluk Buyat.

Menurut Sompie, penelitian atas dugaan pencemaran di Teluk Buyat sudah sering dan cukup banyak dilakukan, baik oleh individu maupun lembaga. Akan tetapi, dasar penelitian yang tidak seragam menyebabkan kesimpulan yang diperoleh juga berbeda-beda.

Makan ikan massal

Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kemarin juga mengunjungi lokasi Teluk Buyat dan mengadakan dialog dengan warga Pantai Buyat serta menyaksikan kegiatan "makan ikan" massal yang melibatkan lebih dari seribu warga setempat.

Menurut Camat Ratatotok Frans Rolos, kegiatan makan ikan massal itu sebagai kampanye kepada masyarakat bahwa ikan asal Buyat, Ratatotok, dan Belang aman untuk dikonsumsi manusia.

Sebelumnya, ikan asal ketiga daerah itu ditolak di pasar-pasar di Minahasa, Manado, dan Bitung akibat heboh pencemaran logam berat di Teluk Buyat.

Rolos mengatakan, kegiatan makan ikan itu diharapkan menjadi momentum bangkitnya pasaran ikan asal Ratatotok yang sempat terpuruk selama sepekan. Kerugian nelayan akibat ditolaknya ikan diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.

Kemarin dusun Pantai Buyat masih ramai dikunjungi orang. Di samping kunjungan resmi aparat pemerintah kabupaten, provinsi, dan pusat, daerah itu juga dikunjungi warga Minahasa dan Manado.

Warga Pantai Buyat menyatakan pasrah atas penyakit aneh yang diderita sebagian mereka selama bertahun-tahun. Mereka menghubungkan penyakit yang diderita itu dengan pencemaran logam berat di Teluk Buyat yang diduga diakibatkan kegiatan penambangan emas.

Sejumlah warga menyesalkan sikap pemerintah yang tidak memberikan proteksi.

sumber: