PT NMR Membuang Limbah Tanpa Izin
Jakarta, Kompas - Dalam kurun waktu tahun 1996 hingga 2000, PT Newmont Minahasa Raya telah membuang limbah tailing yang mengandung bahan beracun berbahaya atau B3 tanpa izin dari Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan penambangan emas tersebut dinyatakan telah melanggar peraturan tentang limbah B3.
Demikian antara lain butir penting dalam Laporan Telaahan Tim Peer Review Penanganan Kasus Teluk Buyat yang telah diserahkan kepada Menteri LH Nabiel Makarim pertengahan September lalu. Laporan tersebut diperoleh Kompas dari salah seorang anggota Tim Peer Review, Senin (11/10).
Tim terdiri atas 16 ahli, yakni A Gani Ilahude (kelautan), Rignolda Jamaluddin (ekosistem laut), Y Yudi Prabangkara (pengolahan limbah tambang), Joko Hartoyo (batimetri), Sunarya (manajemen laboratorium), Budi H Iskandar (perikanan laut), Yayat Dhahiyat (toksikologi lingkungan), Corrie W Lumaya (kesehatan masyarakat), Sulistyowati (limbah B3), Sukma Violeta (hukum lingkungan), Zainal Arifin (ekotoksikologi), Ana Manuputty (biologi laut dan terumbu karang), Hang Tuah (kelautan), Setyo Mursidik (pengendalian pencemaran), Chalid Muhammad (pertambangan), dan Bambang Sutrisna (kesehatan). Mereka bekerja berdasar
Di samping Tim Peer Review, Menteri LH juga menugaskan tim teknis untuk melakukan penelitian lapangan. "Kami berharap hasil temuan tim teknis sudah dapat diumumkan pada pertengahan Oktober ini," kata Sekretaris Tim Teknis Kasus Buyat Imam Hendargo.
Asisten Deputi Informasi KLH Rasio Ridho Sani menegaskan bahwa hasil kerja kedua tim akan diumumkan sebelum masa kerja Nabiel berakhir.
Imam menjelaskan, saat ini sedikitnya 200 sampel yang diambil dari sekitar kawasan tempat beroperasinya PT NMR sedang dianalisa di laboratorium. Sampel yang diambil berupa air laut, air baku, air minum, air mandi, air cucian, udara, serta ikan dan beras yang biasa dimakan penduduk setempat. Setiap sampel dianalisa untuk parameter arsen (As), merkuri (Hg), sianida (CN), dan logam-logam berat lainnya.
Detoksifikasi
Dalam laporan Tim Peer Review disebutkan, PT NMR melanggar Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengelolaan Limbah B3-PP No 19/1994, PP No 18/1999 juncto PP No 85/1999- karena membuang limbah B3 tanpa memiliki izin dari Menteri LH/Kepala Bapedal sejak tahun 1996 hingga 2000.
Sementara itu, berdasar evaluasi terhadap Laporan RKL/ RPL (1996-2004), tim menemukan unit detoksifikasi PT NMR tidak bekerja secara optimal. Akibatnya, pada beberapa kasus, effluent (limbah) yang keluar dari unit detoksifikasi telah melebihi
Di samping pelanggaran terhadap peraturan perundang- undangan, tim mendata tiga masalah utama lainnya, yaitu menyangkut termoklin, biodiversitas, dan pencemaran.
Mengenai termoklin, menurut tim ini, masih terdapat konsep yang keliru, yang tercantum dalam dokumen Amdal PT NMR sehingga penerapannya tidak tepat. Ini terutama dalam penempatan tailing-submarine tailings disposal (STD) atau submarine tailings placement (STP)-terjadi pada kedalaman yang tidak benar.
Tim merujuk hasil penelitian yang dilakukan sejak Ekspedisi Internasional Snellius I (1929- 1930) yang menunjukkan bahwa lapisan termoklin di kawasan itu berada pada kedalaman 80 hingga 300 meter. Studi lain, seperti Amdal (1994) dan Kementerian LH (2003), juga mendukung temuan tersebut.
Oleh sebab itu, menurut tim ini, penempatan ujung pipa tailing seharusnya berada di bawah 300 meter dari permukaan laut. "Semua laporan penelitian ternyata masih kurang memanfaatkan dukungan pengetahuan oseanografi," demikian laporan Tim Peer Review.
Pencemaran
Tim menemukan keragaman data hasil penelitian mengenai pencemaran. Beberapa hasil penelitian menunjukkan indikasi kandungan Hg dan As, baik dalam sedimen, beberapa jenis ikan, dan air laut, telah melebihi ambang batas, sedangkan pada beberapa hasil penelitian lainnya belum melebihi ambang batas.
Hal tersebut disebabkan perbedaan waktu pengambilan sampel, teknik sampling, dan metode pengujian yang digunakan. Sebagian besar pengujian dilakukan tidak menggunakan referensi material yang dapat dipertanggungjawabkan dan beberapa menggunakan preparasi sampel yang kurang tepat.
Berdasar evaluasi Laporan RKL/RPL, konsentrasi As di air laut mengalami peningkatan dari tahun 1996 hingga 2004. Sementara pada periode 2000-2004 menunjukkan peningkatan konsentrasi As pada jaringan ikan.
Mengacu kepada hasil penelitian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Tim Peer Review mencatat distribusi bentos, plankton, dan zooplankton di Teluk Buyat berubah menjadi tidak normal.
CATATAN:
Sebagai bahan evaluasi internal saja. Masalah lingkungan memang komplek dari segala segi bisa dipermasalahkan. Bagaimana dengan kasus pencemaran di tempat lain yang tidak dilakukan oleh pertambangan?
sumber: