PT NMR Bantah Cemari Teluk Buyat - Tuding Penambangan Liar Penyebab Kasus Minamata

Jakarta, Kompas - Manajemen PT Newmont Minahasa Raya menolak tudingan berbagai pihak bahwa kegiatan operasi penambangan yang mereka lakukan telah mencemari Teluk Buyat di Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Alasannya, pengoperasian industri tersebut telah sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah. Sebaliknya, mereka menuduh penambangan emas liar yang menggunakan merkuri di atas ambang batas maksimal merupakan pemicu kerusakan lingkungan setempat.

"Di kawasan Ratatotok tersebar ribuan lokasi penambangan liar. Pelakunya menggunakan merkuri tanpa kontrol, dan semua limbah yang berasal dari penambangan itu mengalir menuju Teluk Buyat. Jadi, keliru kalau kerusakan lingkungan itu dituduhkan kepada PT NMR," ujar Manajer Lingkungan PT Newmont Minahasa Raya (NMR) Kadar Wiryanto di Jakarta, Rabu (21/7).

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Longgena Ginting menyatakan, dengan tujuh penelitian yang mengonfirmasikan adanya pencemaran di Teluk Buyat, seharusnya Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menindak tegas PT NMR sebagai satu-satunya perusahaan yang beroperasi di wilayah Teluk Buyat. Walhi juga berpendapat, selain bertindak sangat lamban, Departemen ESDM sengaja melindungi dan membela PT NMR.

Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro sendiri mengatakan pihaknya akan segera menerjunkan tim untuk meneliti kasus pencemaran lingkungan di Teluk Buyat. Tim itu akan bergabung dengan tenaga ahli dari Departemen Kesehatan (Depkes) guna mengetahui secara saksama akar persoalan dari penyakit yang diderita masyarakat Buyat dan sistem pengendalian pencemaran yang dilakukan PT NMR.

Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2ML) Depkes Prof Dr Umar Fahmi Achmadi MPH dalam pernyataan terpisah menyatakan pemerintah memutuskan untuk memeriksa metil merkuri (bagian dari minamata disease) secara teliti atas empat warga Buyat yang diduga menderita penyakit minamata.

Kamis pagi ini empat warga Buyat yang mengadu ke Depkes dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) akan mulai dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.

Pemeriksaan metil merkuri adalah jenis pemeriksaan untuk mengetahui adanya keracunan logam berat semacam arsen, merkuri, dan zelin pada tubuh lewat beberapa cek fisik dan darah.

Satu tim terpadu dari dokter spesialis penyakit mata, kulit, saraf, penyakit dalam, dan penyakit kejiwaan pun akan memeriksa kandungan logam emas dan perak dalam tubuh penderita. Hal itu berkaitan dengan kondisi lahan Buyat yang mengandung dua jenis logam, arsen dan merkuri.

"Seluruh biaya perawatan dan pemeriksaan akan menjadi tanggungan Depkes. Mereka akan dirawat di sana sampai seluruh rangkaian pemeriksaan selesai," kata Umar.

Keputusan pemerintah itu diambil setelah ada pembicaraan antara Menteri Lingkungan Hidup Nabiel Makarim dan pejabat dari Depkes. "Jalan itu diambil agar masalah yang menimpa warga Buyat menjadi jelas," kata Umar, seraya berharap hasil pemeriksaan akan menunjukkan penyebab gangguan kesehatan sejumlah warga Buyat.

Jenis pemeriksaan yang akan dilakukan meliputi pemeriksaan ophthalmology (menyangkut kondisi kesehatan mata) dan neurotoxicology (penyakit saraf akibat pencemaran logam berat, seperti arsen dan merkuri).

Menurut Umar, mereka yang terkena penyakit minamata biasanya menderita gangguan konsentrasi sehingga jika berjalan posisi tubuhnya goyah. Saat ia berjalan, tubuhnya juga tidak bisa lurus.

Lebih khusus lagi, arsen biasanya mengakibatkan dermatosis pada kulit penderita saat ia bersentuhan dengan air, sekujur badan bersisik lalu terjadi hiperpigmentasi. Kulit jadi melepuh lalu berwarna hitam. Sementara jika tercemar benda dengan kadar logam berat, seperti merkuri, fungsi hati dan ginjal penderita yang akan terganggu.

Kemarin tiga dokter yang dikirim Depkes sudah sampai di Manado dan pagi ini akan menuju Buyat untuk memeriksa keadaan warga di sana. Mereka akan bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi (FK Unsrat) Manado dan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Manado milik Depkes. Hasil kajian awal mereka baru bisa diketahui sekitar dua minggu mendatang.

Berpegang pada amdal

Purnomo mengatakan, selama ini pihaknya selalu berpedoman pada analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dari proses pembuangan tailing ke dasar laut yang dilakukan PT NMR. Dari amdal itu, tidak ada masalah serius. "Nah, sekarang ada kasus seperti ini kami ingin teliti betul apakah kasus yang diderita masyarakat Buyat betul-betul dampak dari tailing atau faktor lain," ujarnya.

Manajer Lingkungan PT NMR Kadar Wiryanto dalam jumpa pers mengklaim, beberapa penelitian yang dilakukan FK Unsrat menunjukkan penyakit yang diderita masyarakat Buyat bukan disebabkan oleh aktivitas PT NMR. Menurut dia, kandungan sianida limbah PT NMR hanya 0,5 miligram per liter, arsen 0,5 miligram per liter, dan merkuri pun hanya 0,08 miligram per liter. Jumlah ini masih di bawah ambang batas minimum.

Dalam jumpa pers kemarin Kadar didampingi Presiden Direktur PT NMR Richard Ness dan Pelaksana Tugas Direktur Teknik Mineral dan Batu Bara Departemen ESDM Soemarno Witoro. Kadar mengaku tengah mempertimbangkan untuk melakukan somasi terhadap berbagai pihak yang telah menuduh PT NMR sebagai pemicu gangguan kesehatan di Buyat.

Ia mengatakan, sejak tahun 1994 berbagai organisasi independen telah melakukan penelitian tahunan atas ekosistem batu karang di Pantai Buyat dan sekitarnya. Sejalan dengan penelitian sebelumnya, penelitian terakhir dilakukan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unsrat pada September 2003. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kegiatan pertambangan dan proses emas yang dilakukan PT NMR tak merusak spesies dan cadangan ikan karang.

Senada dengan Kadar Wiryanto, Manajer Proyek PT NMR Bill Long menyatakan operasi PT NMR tidak menggunakan merkuri. Ia mengakui PT NMR menghasilkan merkuri sebagai produk ikutan, tetapi merkuri tersebut dikumpulkan dan disimpan secara aman di fasilitas PT NMR sesuai dengan ketentuan penanganan barang beracun berbahaya.

Long mengakui, pengolahan emas oleh PT NMR menggunakan sianida. Namun, dalam proses ini ada tahap detoksifikasi untuk mengolah limbah tailing sebelum ditempatkan secara aman di kedalaman (laut) 80 meter-berjarak satu kilometer dari pantai.

Khusus menyangkut kesehatan, Richard Ness mengatakan, PT NMR telah memberikan dana untuk penelitian kesehatan penduduk Desa Ratotok guna memeriksa penyakit bintik-bintik merah pada kulit. Penelitian dilakukan Departemen Dermatologi FK Unsrat.

Kesimpulan yang diperoleh, bintik-bintik merah itu sering ditemukan di Sulawesi Utara dan tidak ditimbulkan oleh kegiatan tailing PT NMR. Penelitian itu melibatkan 10 persen penduduk desa tersebut.

Dalam surat pernyataan yang ditulis Kepala Puskesmas Ratatotok Sandra Rotty, benjolan yang sering dikeluhkan sejumlah pasien di daerah tersebut pernah ditemukan dengan diagnosis abses pada payudara, tumor jinak pada kulit, dan keganasan payudara stadium lanjut. Terakhir pada April 2004, seorang bayi berusia dua bulan diketahui menderita gatal-gatal pada seluruh badan.

Setelah dilakukan pemeriksaan, ditemukan adanya kelainan kulit karena malnutrisi. "Jadi, gangguan kesehatan yang terjadi pada masyarakat Buyat ditemukan sama dengan yang dialami masyarakat di daerah lain. Hingga saat ini kami belum pernah menemukan bayi lahir cacat di Puskesmas Ratatotok dan kasus autisme yang berhubungan dengan keracunan logam berat dan merkuri," kata Sandra.

Promotor perusak

Longgena Ginting menuding Departemen ESDM sengaja melindungi dan membela PT NMR. Walhi sendiri, katanya, dalam waktu dekat akan menggugat PT NMR atas pencemaran yang terjadi di Teluk Buyat itu.

Dari tujuh penelitian yang disebut Longgena, dua di antaranya dilakukan langsung oleh Walhi pada tahun 2001 dan 2002. Selebihnya dilakukan sejumlah perguruan tinggi


 

 

sumber: