Penulis: ilham djamhari BANDARLAMPUNG--MIOL: Dinas Kehutanan Lampung telah melarang perusahaan tambang emas PT Natarang Mining beroperasi di kawasan hutan lindung Register 39 di perbatasan Kabupaten Tanggamus dan Lampung Barat. Pelarangan tersebut karena belum mendapat izin dari Menteri Kehutanan, kata Kepala Dinas Kehutanan Tk I Lampung Arinal Junaidi kepada Media Indonesia di Bandar Lampung, Minggu. Ia juga mengatakan pihaknya minta perusahaan tambang menghentikan operasi sejak Jumat (11/8) karena belum mendapat izin dari Menhut dan Gubernur Lampung. Menurut dia, perusahaan itu sudah mengeksploitasi sejak 1986. Kemudian berhenti pada 1997 karena reformasi. Dan pada 2004 mereka mengeksplorasi dan mengeksploitasi kembali tanpa persetujuan Menhut, meskipun sudah mendapat izin Menteri ESDM di atas lahan 900 hektare di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Kemungkinan pihaknya hanya mengizinkan eksplorasi di atas lahan seluas 40 hektare di luar TNBBS. Bahkan, kata Arinal, Natarang Mining sudah mengeksploitasi di atas lahan 900 hektare sebelum mendapat izin Menhut. Seharusnya PT NM mendapat izin dulu dari bupati, gubernur, baru melaporkan ke Menhut. Di sini nantinya perusahaan mempresentasikan untuk kemudian diberi izin atau tidak, kata dia. Pihaknya melarang PT NM melanjutkan eksploitasi sebelum semua persyaratan dipenuhi. Bahkan perusahaan itu melakukan eksploitasi dan membangun helipad untuk keperluan perusahaan. "Padahal sebelumnya mereka hanya meneliti tambang emas, tetapi ternyata berlanjut dengan eksploitasi, ini yang kita larang," ujarnya. Sebelumnya eksplorasi dan eksploitasi penambangan emas di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang berbatasan antara Kabupaten Lampung Barat dan Tanggamus diprotes Dinas Kehutanan Lampung dan aktivis lingkungan hidup karena dapat menghancurkan ekosistem dan sumberdaya hayati kawasan cagar alam yang diakui dunia tersebut. Beberapa aktivis lingkungan memprotes kegiatan penambangan emas liar dan mengancam membawanya ke pengadilan. Menurut Arinal, eksploitasi dan eksplorasi tambang emas itu melanggar undang-undang kehutanan dan lingkungan. Meskipun mengantongi izin Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kegiatan PT Natarang Mining (NM) di kawasan hutan Register 39 dan Taman Nasionl Bukit Barisan Selatan (TNBBS) melanggar UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Arinal menegaskan keluarnya Keputusan Menteri ESDM No. 005.K/40.00/DJG/2005 tanggal 14 Januari 2005 itu bukan otomatis PT NM diberi wewenang mengekspolitasi emas dan perak di kawasan yang dilindungi tersebut. Sebab, ujarnya, kegiatan penambangan dalam kawasan hutan tidak cukup mengandalkan izin Menteri ESDM, tetapi juga harus disetujui Menteri Kehutanan dengan sejumlah syarat sesuai dengan Keputusan Menhut RI No. 55/Kpts-II/1994 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. "Sejauh yang kami ketahui, Dephut belum pernah mengeluarkan permohonan pinjam kawasan hutan itu. Dan, saya yakin tidak akan disetujui karena mereka (NM) juga belum mendapat rekomendasi Bupati dan Gubernur," katanya. Arinal menjelaskan dari 12.790 ha kawasan yang dikelola NM, sebagian besar di kawasan hutan lindung dan TNBBS, meliputi 11.330 ha di Tanggamus dan 1.460 ha di Lampung Barat. "Dari 12.790 ha, kawasan hutan lindung Register 39 seluas 9.164 ha, luar kawasan 1.755 ha, dan kawasan TNBBS 1.851 ha," kata dia. Dia mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan instansi terkait seperti Dinas Pertambangan dan Bapedalda untuk menyikapi kegiatan PT NM di hutan kawasan. "Jika dalam pertemuan itu nantinya terbukti PT Natarang Mining tidak memenuhi syarat operasi, saya akan melaporkan ke Departemen Kehutanan," ujarnya. Perusahaan tambang emas itu juga dinilai melangkahi pemerintah daerah karena hanya mengajukan izin kepada Departemen ESDM. "Ketika perusahaan itu beroperasi di kawasan hutan lindung, dasar yang dipakai juga harus mengacu UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan," ujarnya. Arinal menuturkan Dinas Kehutanan Provinsi Lampung pernah menyurati PT Natarang Mining untuk meminta klarifikasi soal operasi perusahaan tambang emas. Namun, perusahaan tidak pernah memenuhi undangan. "Dan ternyata ketika kami hubungi melalui telepon, kantor perusahaan itu sudah menjadi bengkel, ini kan aneh," kata Arinal. Sementara itu beberapa aktivis lingkungan dari WALHI dan Aliansi Jurnalis Lingkungan memprotes kegiatan penambangan emas di kawasan hutan lindung Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Mukri dari WALHI menilai eksploitasi dan eksplorasi tambang emas di kawasan taman nasional Bukit Barisan Selatan tepatnya di desa Roworejo kecamatan Suoh Lambar yang berbatasan dengan Kabupaten Tanggamus melanggar undang-undang kehutanan dan lingkungan. Pihak pemerintah pusat harus segera menghentikan kegiatan penambangan emas liar tersebut, ujar Mukri. Hal senada diungkapkan Aliansi Jurnalis Lingkungan Budi Santosa Budiman bahwa kegiatan penambangan emas liar ini dapat menimbulkan berbagai implikasi luas. TNBBS merupakan cagar alam yang diakui dunia, dan dampaknya dapat menimbulkan banjir dan longsor. Selain itu kawasan ini merupakan mata air sejumlah sungai besar di Lampung. Karena praktik penambangan umumnya menghancurkan ekosistem dan lingkungan hidup. "Kami minta pemerintah pusat segera menyetop penambangan emas tanpa izin pihak kehutanan. Kalau tidak kami para LSM lingkungan akan membawa kasus tersebut ke pengadilan," ujar Budi. Secara terpisah, Kepala Teknik Tambang PT Natarang Mining, Muhammad Amin, menegaskan kegiatan perusahaan di kawasan hutan lindung Register 39 itu mengantongi izin pinjam pakai dari Menteri ESDM No.005.K/40.00/DJG/2005 tentang Tahap Kegiatan Operasi Produksi Wilayah Kontrak Karya, tanggal 14 Januari 2005.(IH/OL-03) |