PT Bukit Asam Jadwal Ulang Kontrak Penjualan
Jakarta, Kompas - PT Bukit Asam akan menjadwal ulang kontrak penjualan batu bara untuk domestik dan ekspor. Hal tersebut terpaksa dilakukan seiring penurunan produksi PT Bukit Asam sebesar 900.000 ton akibat gangguan transportasi pengiriman produksi batu bara.
Demikian dikemukakan Direktur Utama PT Bukit Asam (BA) Ismet Harmaini seusai rapat dengar pendapat umum dengan Komisi VIII DPR di Jakarta, Rabu (2/6). Ismet menyebutkan, PT BA sudah menurunkan ekspor batu bara sebesar 400.000-500.000 ton. Namun, Ismet tidak bersedia menyebutkan opportunity loss akibat pengurangan tersebut.
"Ekspor tersebut tidak kami batalkan, tapi hanya dijadwal ulang sehingga sekarang yang sudah dijanjikan tahun 2004 kami tunda tahun 2005. Setelah kami jelaskan, perusahaan-perusahaan tujuan ekspor kami bisa memahaminya," kata Ismet. Dikatakan, beberapa ekspor yang kontraknya dijadwal ulang adalah untuk perusahaan-perusahaan dari Malaysia, Jepang, dan Spanyol.
Dari realisasi produksi dan penjualan PT BA tahun 2003, angka produksi mencapai 11,6 juta ton. Sebanyak 9,4 juta ton untuk penjualan domestik, sedangkan penjualan ekspor 2,2 juta ton.
Ismet menyebutkan, target produksi PT BA pada tahun 2004 sekitar 9,3 juta ton. Sekitar 5,5 juta ton di antaranya akan disuplai untuk kebutuhan PLTU Suralaya. Pasokan tersebut lebih rendah dari kontrak pasokan batu bara PT BA ke PLTU Suralaya (tahun 2003-2012) sebesar 6,1 juta ton per tahun.
Sementara itu, DPR secara tegas juga meminta PT BA untuk memprioritaskan pasokan batu bara dalam negeri, terutama untuk kebutuhan PLTU Suralaya. Bahkan, jika perlu PT BA menghentikan sementara ekspor untuk mengoptimalkan pasokan ke PLTU Suralaya.
Direktur Operasi PT BA Sukrisno mengungkapkan, pihaknya tidak mungkin menghentikan kontrak ekspor di tengah jalan. Sebab jika itu dilakukan, PT BA akan diadukan ke Pengadilan Arbitrase karena menyalahi kontrak. Masalah pasokan ke PLTU Suralaya bukan disebabkan keterbatasan stok, tapi kendala transportasi.
"Karena itu, kami hanya akan menjadwal ulang kontrak ekspor. Itu pun ternyata tidak semua perusahaan bersedia," kata Sukrisno.
Kapasitas terpasang produksi PT BA sekitar 22 juta ton per tahun, sedangkan realisasi kinerja angkutan batu bara ke Tarahan dan Kertapati untuk suplai PLTU Suralaya dan perusahaan lainnya hanya sekitar 8,3 juta ton.
Selain transportasi, persoalan yang dihadapi PT BA adalah semakin menjamurnya penambang tanpa izin (peti). Ismet menyebutkan, rencana produksi jangka panjang tambang terbuka yang direncanakan berakhir Desember 2005, ternyata dengan adanya peti, cadangan tambang terbuka tersebut habis pada tahun 2002