PT BA, PT KA Berseteru Soal Tarif Angkutan, Pasokan Batu Bara ke PLTU Tarahan Terancam Terganggu

  PT BA, PT KA Berseteru Soal Tarif Angkutan, Pasokan Batu Bara

 ke PLTU Tarahan Terancam Terganggu

  Senin, 29 Mei 2006 02:37 WIB
Penulis: Aspani Yasland

PALEMBANG--MIOL: Berlarut-larutnya masalah tarif baru angkutan batu bara antara PT Tambang Batubara Bukit Asam (PT BA) Tbk dengan PT Kereta Api (PT KA), berimbas pada terganggunya pasokan batu bara ke PLTU Suralaya di Provinsi Banten.

Bila pasokan batu bara ke PLTU Suralaya terganggu, bisa berdampak krisis listrik Jawa-Bali.

"Menteri Negara BUMN harus segera menuntaskan masalah ini jika antara kedua BUMN itu tidak juga ada kata sepakat untuk menentukan tarif angkutan yang baru. Apalagi kini PT KA telah mengurangi frekuensi angkutan batu bara dari Tanjung Enim ke pelabuhan Tarahan dan dari Tanjung Enim ke dermaga Kertapati dari 17 kali menjadi hanya 8 kali dalam satu hari sejak 22 Mei lalu," kata pengamat ekonomi Amidi dari Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Palembang, Minggu (28/5).

Menurut Amidi, keputusan Direktur Utama PT KA yang mengurangi frekuensi pengangkutan batu bara dengan kereta api babaranjang (batu bara rangkaian panjang) bisa menimbulkan efek domino yang sangat luas.

"Bagi PT BA perencanaan produksinya akan terganggu, yang berarti mengganggu suplai ke konsumennya dan juga mengganggu ekspor. Bagi PT KA jelas pendapatannya akan berkurang, apalagi PT KA di Sumatera Selatan selama ini mengandalkan pendapatan dari angkutan barang seperti batu bara. Bagi PT Indonesia Power yang mengoperasikan PLTU Suralaya jelas suplai listriknya untuk Jawa-Bali akan terganggu," katanya.

Amidi juga mengingatan dampak yang ditimbulkannya bukan hanya bagi BUMN dan PT Indonesia Power tetapi bagi masyarakat luas terutama pengguna energi listrik.

"Listrik saat ini sudah menjadi kebutuhan yang sangat primer dan vital. Bisa dibayangkan apa yang terjadi pada masyarakat dan industri di Jawa dan Bali jika pasokan listriknya terganggu gara-gara kritis suplai batubara," katanya.

Berlarut-larutnya masalah tarif angkutan batu bara antara PT BA dan PT KA telah berjalan selama empat bulan sejak PT KA mengumumkan rencana kenaikan tarif pada Februari 2006.

Humas PT KA waktu itu mengatakan Menneg BUMN telah menyetujui tarif angkutan batu bara sebesar Rp300/ton/km sesuai dengan rekomendasi PT Sucofindo. Sejak saat itu pembahasan masalah tarif baru ini tak kunjung tuntas.

Menurut Direktur Utama PT BA, Ismet Harmaini, berlarut-larutnya masalah tarif ini karena negosiasi belum mencapai titik temu. PT BA telah menawarkan formula tarif baru.

"Pada perundingan terakhir pada 18 Mei 2006, PT BA telah menyampaikan usulan tarif baru yaitu sebesar Rp200 per ton per km untuk Tanjung Enim-Tarahan, termasuk PPN dan Rp230 per ton km untuk Tanjung Enim-Kertapati, termasuk PPN," katanya.

Namun perundingan tidak mencapai kata sepakat sampai kemudian PT KA memutuskan melakukan rasionalisasi angkutan kereta api babaranjang dari 17 kali per hari menjadi 8 kali per hari untuk kedua jalur angkutan tersebut.

PT KA sendiri tetap bertahan pada permintaan tarif sebesar Rp230 per ton per km untuk kedua jalur tersebut. PT KA juga memberikan alternatif apabila PT BA berkeberatan BUMN kereta api itu mengusulkan tarif untuk sementara sebesar Rp200 per ton per km (Tanjung Enim-Tarahan) atau naik 44,2 persen dari tarif sebelumnya dan kenaikan yang sama 44,2 persen untuk jalur Tanjung Enim-Kertapati atau Rp264 per ton per km, sampai adanya tarif yang definitif.

"Terhadap usulan itu jelas PTBA keberatan dengan usulan tarif sementara dan menginginkan segera disepakati tarif definitif sesuai dengan besaran usulan tarif dari PT BA tersebut, yaitu Rp200 per ton per km untuk Tanjung Enim-Tarahan termasuk PPN dan Rp230 per ton per km untuk Tanjung Enim-Kertapati termasuk PPN," ujar Ismet. (AY/OL-03)

sumber: