Proses Mediasi Buyat Gagal
Proses Mediasi Buyat Gagal
Kompas, 3 Juni 2005
ÂÂ
Jakarta, Kompas - Proses mediasi dalam rangkaian persidangan gugatan perdata Pemerintah Indonesia kepada PT Newmont Minahasa Raya dianggap gagal. Karena itu Pemerintah Indonesia tetap melanjutkan proses hukum melalui pengadilan. Kini pemerintah tengah menunggu keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan siap mengikuti apa pun putusan pengadilan.
Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar mengemukakan hal itu kepada wartawan usai bertemu dengan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (1/6).
Menurut Rachmat, pertemuan selama satu jam itu untuk mengonsultasikan perkembangan kasus perdata dan pidana dengan PT Newmont Minahasa Raya. Dalam gugatan perdata, pemerintah menunjuk tim Kejaksaan Agung sebagai jaksa pengacara negara.
Rachmat menuturkan, proses mediasi-yang mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003-sudah berlangsung 21 hari dan tidak memberikan hasil. Karena itu, pengadilan akan membuat penyelesaian yang lain.
"Pengadilan akan memberikan fatwa kepada pemerintah dan Newmont. Karena pemerintah datang terus dalam proses mediasi sedang Newmont tidak selalu datang, saya berharap itu turut diperhitungkan," tandas Rachmat.
Kini pemerintah tinggal menunggu berlangsungnya proses pengadilan. Sejauh ini, tidak ada instruksi khusus dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, selain mempersilakan jalan terus sepanjang prosesnya sesuai hukum yang berlaku.
Pemerintah mengajukan gugatan perdata terhadap PT Newmont Minahasa Raya atas dugaan pencemaran lingkungan di kawasan Teluk Buyat, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Gugatan diajukan kepada PT NMR sebagai tergugat I dan Presiden Direktur PT Newmont Pacific Nusantara Richard Bruce Ness selaku tergugat II.
Ganti rugi yang diajukan pemerintah terdiri dari ganti rugi materiil 117 juta dollar AS dan ganti rugi immateriil Rp 150 miliar. Ganti rugi materiil untuk pemulihan lingkungan di Teluk Buyat. Ganti rugi immateriil diajukan karena kasus itu telah menimbulkan polemik berkepanjangan yang berdampak pada citra buruk pemerintah, khususnya Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup.
sumber: