Produsen akan terapkan indeks harga batu bara

Produsen akan terapkan indeks harga batu bara

Bisnis, 22 Juli 2005

JAKARTA (Bisnis): Produsen batu bara nasional akan menerapkan skema perhitungan indeks harga batu bara (Indonesian Coal Index/ICI) sebagai patokan harga komoditas tersebut yang diproduksi di dalam negeri.

Indeks harga ini diperlukan untuk menekan potensi fluktuasi harga batu bara yang terjual ke pasar domestik maupun internasional.

Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (ABPI) Jeffrey Mulyono mengatakan selama ini batu bara Indonesia diperdagangkan dengan patokan harga dari Jepang dan Australia.

"Mestinya Indonesia punya indeks harga batu bara sendiri sehingga produsen punya bargain position. Kami berharap satu tahun kelar. Paling tidak akhir tahun ini sudah ada," ujarnya usai diskusi tentang Prospek bisnis batu bara di Jakarta kemarin.

Dia menuturkan tidak adanya indeks tersebut menyebabkan pedagang batu bara domestik menggunakan acuan harga komoditas yang dikeluarkan oleh Barlow Jonker.

Patokan harga yang dilansir oleh pasar batu bara di Australia itu mencantumkan rata-rata penjualan setiap pekan atas perdagangan di pasar Asia dan Australia. Angka rata-rata itulah yang dijadikan indeks sebagai perkiraan negosiasi harga jual batu bara.

Rugikan nasional

Namun, kata Jeffrey, hal ini kerap merugikan pedagang nasional karena tingkat kalori batu bara Indonesia yang rata-rata hanya 5.000 kkal (kilo kalori) dinilai lebih rendah dibandingkan produksi Australia sehingga harga yang dikenakan juga rendah.

"Batu bara kita memang kalorinya rendah. Tapi sulfur dan ash juga rendah. Kalau pakai harga Barlow Jonker yang dilihat hanya kalorinya, harganya jadi rendah. Sulfur dan ash tidak diperhitungkan sebagai insentif."

Sehingga, lanjutnya, jika terdapat indeks harga Indonesia, pedagang dapat memperhitungkan harga jual dengan lebih pasti.

"Dengan ini, memang tidak ada pengaruh harganya naik atau turun. Tapi paling tidak akan lebih stabil."

Jeffrey menjelaskan perhitungan indeks batu bara Indonesia itu nantinya akan memperhitungkan realisasi penjualan komoditas itu, baik konsumen domestik maupun pembeli asing.

"Begini mekanismenya, seminggu terakhir kan ada transaksi deal di mana saja, lalu dirata-ratakan. Ini yang menjadi indeksnya. Kalau memang kosong tidak ada penjualan, kami bisa pakai indeks pekan lalu lalu."

Pada kesempatan yang sama, Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Simon Felix Sembiring, mengakui hal ini akan dibicarakan bersama antara APBI dengan pemerintah.

Menurut dia, penetapan indeks harga ini juga akan mengendalikan harga batu bara yang ditambang secara ilegal. Hasil pertambangan ilegal (peti) itu, kata Simon, mayoritas diperdagangkan dengan harga murah.

"Price leader itu Jepang dan Australia. Banyak peti di Kalsel itu. Maka perlu dibuat indeks. Ini supaya ada persaingan sehat. Nanti kami duduk bersama dengan produsen. Mereka yang tau harga. Kami tunggu dari asosiasi."

sumber: