Produktivitas Penggunaan Energi di Indonesia Masih Rendah

Percepat Pembangunan Infrastruktur Energi

Suara Pembaruan, 1 Maret 2005

JAKARTA - Pemerintah harus mempersiapkan dan bahkan secepatnya membangun infrastruktur energi, terutama untuk pemanfaatan gas alam dan batu bara sebagai bahan bakar pengganti minyak bumi.

Langkah ini akan mempermudah upaya substitusi bahan bakar minyak (BBM) dengan sumber energi lain guna mengurangi kebergantungan pada minyak, menyusul segera diberlakukannya kenaikan harga beberapa jenis BBM. Demikian dikatakan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, Dito Ganinduto, kepada Pembaruan di Jakarta, belum lama ini. Menurut dia, akar dari berbagai masalah manajemen energi nasional adalah kebergantungan yang sangat tinggi pada BBM. Akibatnya, pemerintah harus menanggung beban subsidi hingga puluhan triliun rupiah karena pola konsumsi BBM yang tidak terkontrol.

'Biaya untuk pembangunan infrastruktur energi sebenarnya tidak mahal bila dibandingkan dengan potensi kerugian jika kita mempertahankan pola konsumsi energi seperti sekarang dalam jangka panjang. Seyogianya pemerintah melakukan langkah tegas membangun infrastruktur energi,' katanya.

Dia menambahkan, berdasarkan data Kadin, pola konsumsi energi nasional selama tiga dasa warsa terakhir menunjukkan peningkatan kebergantungan yang tinggi terhadap BBM. Meskipun pada kurun waktu tersebut konsumsi gas alam dan batu bara meningkat, namun peningkatannya tidak cukup signifikan dan belum berpengaruh terhadap penurunan konsumsi BBM.

'Kebergantungan yang sangat tinggi terhadap BBM adalah gejala yang tidak sehat. Karena Indonesia dikaruniai dengan berbagai sumber energi lain, khususnya gas alam dan batu bara yang tersedia dengan cadangan yang lebih besar dan harganya juga lebih murah dibanding BBM (per satuan energi yang sama),' ujarnya.

Tidak Memadai

Dito juga mengatakan, dibanding negara-negara lain di kawasan Asia, Indonesia termasuk negara yang produktivitas penggunaan energinya masih sangat rendah. Dengan demikian, potensi untuk melakukan konservasi energi masih sangat besar. Namun, dia menekankan, tanpa dukungan kebijakan pemerintah, upaya konservasi energi tentunya akan sulit terwujud.

'Padahal, dengan mengupayakan konservasi BBM sebesar 15 persen saja, itu artinya setara dengan penemuan cadangan minyak baru yang produksinya 150.000 barel minyak mentah per hari, atau sama dengan penghematan yang sangat berarti dari segi biaya,' katanya.

Sumber energi pengganti BBM yang paling potensial untuk dikembangkan saat ini, adalah gas alam dan batu bara. Diversifikasi atau penganekaragaman untuk menghindari ketergantungan terhadap BBM dengan mendongkrak pemakaian gas alam dan batu bara, bukan hanya akan mengurangi beban keuangan (subsidi) pemerintah, tetapi juga merupakan upaya memanfaatkan potensi sumber daya yang dimiliki Indonesia.

Sekarang ini, diversifikasi energi, menurut Dito jangan lagi hanya wacana dalam kebijakan energi nasional. Oleh karena itu, pemerintah harus mendorong dimulainya pembangunan infrastruktur energi, khususnya untuk menyalurkan gas alam dan batu bara.

"Selama ini keterbatasan atau tidak adanya infrastruktur menjadi penghambat penyaluran gas alam dan batubara untuk dikonsumsi sendiri di Tanah Air. Sebagian besar gas alam kita masih diekspor ke luar negeri, demikian juga batu bara kita,' katanya.

sumber: